Bulan Ramadan merupakan bulan yang dinanti-nantikan setiap umat muslim. Setiap daerah mempunyai budaya tersendiri dalam rangka menyambutnya. Terlebih Mesir, sebagai negara dengan populasi muslimnya yang tinggi tentu banyak sekali keunikan di dalamnya. Yuk, simak keseruan Ramadan di Mesir!
Jika di Indonesia terdapat istilah berburu takjil, Mesir juga memiliki budaya yang serupa, yakni Maidaturrahman. Maidaturrahman adalah istilah hidangan berbuka puasa gratis yang tersedia di sepanjang jalan. Hal ini diperuntukkan bagi siapapun yang menginginkannya. Tak heran, jika kami sebagai mahasiswa asing, akan terasa lebih irit pengeluaran selama bulan Ramadan.
Buka Puasa Gratis di Jalanan Mesir
Jamuan Maidaturrahman yang dihidangkan cukup lengkap. Salah satu menu wajib yang dihadirkan adalah Isy, sebagai makanan pokok orang Mesir. Isy merupakan roti bundar terbuat dari gandum, biasanya lebih nikmat disantap dengan sayur daging atau hati ayam. Tak hanya itu, takjil berbuka seperti kurma, syai (teh), hingga nasi khas Arab juga turut dihidangkan dalam satu porsi Maidaturrahman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiap orang dipersilakan untuk menyantap hidangan yang di sediakan. Syaratnya ia cukup duduk pada deretan kursi yang telah tertata rapi, karena jumlah Maidaturrahman sesuai dengan jumlah kursi yang tertata.
Satu hal unik dari budaya Maidaturrahman adalah kita bebas menyantap hidangan tanpa mengetahui siapa yang memberi. Sesuai dengan namanya Maidah, artinya hidangan, dan Ar-Rahman, artinya Maha Pengasih.
Jika diartikan, Maidaturrahman berarti hidangan dari Tuhan. Hal demikian menunjukkan pada sikap masyarakat Mesir yang ingin berlomba-lomba dalam kebaikan di bulan Ramadan dengan mengamalkan hadits Rasulullah, "Siapa yang memberi buka puasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang diberinya sedikit pun." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Jika ditilik dari sisi historis, budaya Maidaturrahman sudah ada sejak zaman Rasulullah. Ketika itu, Rasulullah SAW sedang berada di Madinah dan menjamu tamu dari Taif dengan hidangan yang sederhana. Adapula sejarah mengatakan bahwa budaya Maidaturrahman masuk di Mesir dimulai pada khalifah Ahmad ibn Thulun.
Kala itu, ketika mengumpulkan masyarakat--dari pejabat hingga rakyat biasa--pada hari pertama bulan Ramadan dengan menghidangkan berbagai makanan. Pada akhirnya, budaya tersebut terus dilestarikan hingga saat ini sebagai manifestasi rasa syukur dan bahagia menyambut bulan Ramadan.
Salat Tarawih dengan Sepuluh Qiraat
Satu hal yang membedakan bulan Ramadan dengan bulan-bulan Hijriah lain adalah salat Tarawih berjamaah. Di Masjid Al Azhar, pelaksanaan salat Tarawih dilaksanakan dengan jumlah rakaat 20 seperti halnya di Indonesia.
Namun, hal spesial dari Tarawih di Masjid Al Azhar adalah bacaan Al-Qur'an yang dibawakan dengan sangat indah dan merdu oleh imam dengan qiraat yang berbeda-beda setiap rakaatnya. Ada sepuluh qiraat yang dibawakan pada setiap salat, termasuk qiraat imam Hafs, yang masyhur dipakai oleh para imam masjid di Indonesia.
Jemaah salat Tarawih di Masjid Al Azhar dipimpin oleh seorang imam dari para tokoh dan ulama Azhar. Seluruh ruwaq hingga halaman masjid di Masjid Al Azhar pun dipenuhi dengan ribuan jamaah dari berbagai penjuru dunia setiap malamnya, baik dari talib negara asing maupun masyarakat pribumi.
Lantunan Qur'an yang indah menjadikan kita semakin khusyuk dalam menjalankan salat Tarawih. Hal yang jarang ditemui di Indonesia ini--lantunan Qur'an dengan sepuluh qiraat--menjadikan para talib asing tidak ingin untuk melewatkan kesempatan Tarawih di Masjid Al Azhar.
Iktikaf dan Qiyamul Lail Berjamaah
Biasanya Masjid Al Azhar akan ditutup selepas melaksanakan salat Tarawih. Namun, pada sepuluh hari akhir Ramadan, Masjid Al Azhar terbuka lebar hingga fajar. Para jemaah dengan khusyuk melaksanakan iktikaf sembari menunggu qiyamul lail yang dilaksanakan secara berjamaah setiap pukul satu dini hari.
Salat qiyamul lail dilaksanakan 8 rakaat secara berjamaah. Hal ini menunjukkan sikap Masjid Al Azhar yang selalu konsisten dalam merepresentasikan julukannya sebagai kiblat keilmuan dunia.
Menjelang sahur, Masjid Al Azhar juga menyediakan porsi sahur untuk para jemaahnya. Terdapat 2000 porsi setiap harinya dengan menu sandwich isi ayam dan sosis. Setelah purna memakan kudapan sahur, kami melaksanakan salat subuh berjamaah.
--
Farah Fauzia Hasan
Mahasiswi S1 Jurusan Ushuluddin
Universitas Al-Azhar, Kairo
PPMI Mesir
Artikel ini merupakan kolaborasi detikHikmah dengan PPI Dunia. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(rah/rah)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Guru Madin Dituntut Rp 25 Juta, FKDT Sayangkan Sikap Wali Murid