Penentuan awal bulan Hijriah atau kalender Islam di Indonesia, terutama Ramadhan dan Syawal, kerap kali terjadi perbedaan. Dengan begitu, awal puasa Ramadhan dan hari Lebaran pun bisa berbeda.
Hal ini disebabkan perbedaan metode yang digunakan untuk menentukan awal Hijriah. Diketahui ada metode yang umum dipakai, yakni rukyat dan hisab.
Dilansir laman resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), rukyat dilakukan dengan melihat hilal atau bulan baru di ufuk menggunakan mata langsung ataupun dengan bantuan alat seperti teropong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun metode hisab dengan mengandalkan hitungan ilmu falak atau astronomi untuk memastikan apakah hilal sudah wujud atau belum.
Dengan perbedaan metode ini, alhasil awal puasa Ramadhan dan waktu Lebaran beberapa golongan dapat berbeda. Dari sini, muncul kebingungan yang kerap dipertanyakan.
Salah satunya, apabila golongan lain sudah ada yang Lebaran, lantas bagaimana hukum berpuasa Ramadhan bagi yang lain? Mengingat, Nabi SAW melarang umatnya untuk berpuasa di hari Hari Raya Idul Fitri.
Hukum Puasa Jika Sudah Ada yang Lebaran
Menurut Abd. Halim, dosen UIN Surakarta, puasa Ramadhan menjadi haram jika telah mengetahui dan meyakini kapan jatuhnya tanggal satu Syawal.
"Diharamkan puasa kalau sudah mengetahui dan meyakini jatuhnya tanggal satu Syawal," ujar Halim kepada tim detikJateng beberapa waktu lalu.
Di Indonesia sendiri, penetapan awal Syawal ditentukan oleh pemerintah melalui sidang isbat. Apabila satu Syawal telah diumumkan, maka melanjutkan puasa Ramadhan di hari yang ditetapkan hukumnya haram.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, perbedaan hari Lebaran sering terjadi di antara beberapa golongan. Lantas, bagaimana hukum berpuasa Ramadhan jika sudah ada yang Lebaran?
Halim melanjutkan, ketetapan itu berlaku bagi orang yang meyakini dan mengikuti penentuan awal Syawal tersebut. Apabila ia yakin bahwa satu Syawal jatuh pada tanggal yang sudah ditentukan maka dirinya diharamkan berpuasa.
Namun jika ia tidak meyakininya, maka ia bisa meneruskan puasa Ramadhan meski telah ada golongan lain yang Lebaran.
"Dalam hal ini, sebaiknya dikembalikan kepada keyakinan masing-masing. Jika ada yang ikut salah satu ormas, misalnya NU atau Muhammadiyah, yang menetapkan 1 Syawal mendahului atau berbeda dengan pemerintah, maka kewajiban ada pada yang meyakininya," papar pengurus harian Masjid Raya Sheikh Zayed tersebut.
Dengan begitu, apabila seseorang ikut suatu golongan maka ia wajib meyakini dan mengikuti ketetapan yang sudah ditentukan, baik perihal waktu awal puasa dan hari Lebarannya.
Dan yang terpenting, hendaknya masyarakat saling menghargai dan menghormati keyakinan serta pilihan masing-masing terkait perbedaan awal Ramadhan sekaligus Hari Raya Idul Fitri tersebut.
(azn/fds)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza