5 Teks Pidato Singkat Ramadan untuk Referensi Kultum

5 Teks Pidato Singkat Ramadan untuk Referensi Kultum

Alvin Setiawan - detikHikmah
Rabu, 27 Mar 2024 08:00 WIB
Indonesian Muslims pray for the safety of the Palestinian people during a Friday prayer at Abu Bakar Ashshiddiq Mosque in Jakarta, Indonesia, Friday, Oct. 13, 2023. As violence and tensions increase in the Gaza Strip with Israeli airstrikes after an unprecedented Hamas attack, Islamic leaders in Indonesia, the worlds most populous Muslim-majority nation, appealed to all mosques across the country to pray for peace and safety for the Palestinian people. (AP Photo/Achmad Ibrahim)
Ilustrasi pidato singkat Ramadan. (Foto: AP/Achmad Ibrahim)
Jakarta -

Muslim dianjurkan untuk banyak beribadah pada bulan Ramadan. Pasalnya, banyak keberkahan dan pahala di dalamnya. Topik ini dapat diselipkan dalam pidato singkat Ramadan di antara kalangan muslim.

Mengutip dari buku Syiar Ramadan Perekat Persaudaraan: Materi Kuliah dan Khutbah di Masjid dan Musala Selama Ramadan oleh Kemenag RI dan Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun Jilid 2 karya Dr. Hasan El-Qudsy, berikut contoh 5 teks pidato singkat tentang Ramadan.

5 Contoh Teks Pidato Singkat Ramadan

1. Pidato Singkat Ramadan: Kesalahan-kesalahan dalam Menyambut Ramadan

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي نَوَّرَ قُلُوبَنَا بِنُورِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ، وَأَرْشَدَنَا إِلَى سَبِيْلِ الرُّشْدِ وَ الْقَوَامِ، وَأَهْمَنَا أَنْ نَتَّبِعَ سِيْرَةً خَيْرِ الْأَنَامِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ مَنْ سَلَكَ طَرِيقَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ :

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Muslimin yang berbahagia,

Tidak ada di antara kita, orang mukmin, yang tidak senang dengan kehadiran bulan Ramadan. Bulan yang penuh keutamaan dan keberkahan. Di dalamnya, pintu-pintu surga dibuka lebar-lebar dan pintu-pintu neraka ditutup, serta dibelenggunya para setan.

ADVERTISEMENT

Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah yang artinya: "Telah datang kepadamu bulan Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah SWT mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan para setan diikat." (HR Ahmad dan an-Nasa'i)

Di samping itu, pelaksanaan ibadah puasa dapat menjadi sarana pelebur dosa-dosa kecil. Sebagaimana Rasulullah bersabda yang artinya: 'Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadan karena iman dan mencari keridhaan Allah SWT, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu." (HR Bukhari)

Karena itu, tidak heran jika umat Islam menyambut datangnya bulan suci Ramadan dengan penuh suka cita. Namun sayang, banyak di antara umat Islam yang melakukan penyambutan bulan suci Ramadan dengan berbagai kegiatan yang tidak dibenarkan oleh agama.

Jemaah yang dimuliakan Allah SWT,

Di antara beberapa hal yang tidak dibenarkan dalam menyambut datangnya bulan Ramadan, sebagaimana disampaikan oleh Syeikh Abu Ihsan al-Atsari' adalah pertama, acara munggahan yakni, makan-makan atau kenduri di masjid atau surau, satu hari menjelang Ramadan. Di beberapa tempat, masyarakat berbondong-bondong membawa beraneka ragam makanan untuk kenduri di masjid menyambut datangnya bulan Ramadan. Kenduri seperti ini disebut punggahan. Hal seperti ini tidak perlu dilaksanakan karena tidak ada contohnya dari Rasulullah, para sahabat, maupun salafush shalih.

Kedua, pesta ruqyah. Yaitu, berkeliling kota atau desa menyambut malam pertama bulan Ramadan, sebagaimana biasa dilakukan oleh pengikut-pengikut tarekat dan orang awam. Kegiatan ini selain menyia-nyiakan harta dan waktu, juga tidak pernah dilakukan para salafush shalih.

Ketiga, mendahului Ramadan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya. Perbuatan seperti ini merupakan wujud kedurhakaan kepada Rasulullah. Rasulullah melarang mendahului Ramadan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi yang bertepatan dengan hari puasanya.

Keempat, berziarah kubur menjelang Ramadan dan sesudahnya. Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh muslimin di Indonesia. Bahkan, tidak sedikit di antara mereka yang membumbuinya dengan perbuatan-perbuatan bid'ah atau bahkan syirik. Berziarah kubur memang dianjurkan untuk mengingat akhirat, namun mengkhususkannya pada waktu- waktu tertentu, merupakan bid'ah dalam agama. Rasulullah tidak menganjurkan waktu-waktu tertentu untuk berziarah kubur

Kelima, acara megengan yakni kenduri di rumah-rumah yang dilakukan pada malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir bulan Ramadan. Bid'ah ini banyak dilakukan di kampung-kampung di pulau Jawa.

Di samping lima hal tersebut, ada satu hal yang dianggap baik oleh sebagian orang, namun hal itu termasuk perbuatan yang tidak terpuji yaitu, memasang lilin atau lampu warna-warni di rumah dan jalan-jalan. Selain meniru tradisi perayaan sebuah agama tertentu, hal itu juga menyia-nyiakan harta. Hal semacam ini sudah lumrah dilakukan oleh orang banyak sehingga dianggap hal yang biasa, seakan tidak menyalahi aturan agama.

Hadirin yang dirahmati Allah SWT,

Sebenarnya tidak ada salahnya kita menyambut kedatangan Ramadan tahun ini dengan penuh suka cita. Namun ungkapan kegembiraan itu tidaklah dilakukan dengan hal-hal yang tidak memiliki dasar syariat dan tidak dianjurkan.

Karena hal itu selain akan menjadi perbuatan yang sia-sia, juga tidak diridhai oleh Allah SWT Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan Ramadan, harus kita tunjukkan dengan berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan Ramadan tahun ini sebagai momentum untuk men-tarbiyah diri kita. Semoga kita semua diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk mengisi dan memaksimalkan waktu yang ada selama bulan Ramadan dengan berbagai amal saleh. Amin.

2. Pidato Singkat Ramadan: Sedekah yang Paling Mudah di Bulan Ramadan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ma'asyiral muslimin yang dimuliakan oleh Allah SWT Subhanahu wa Ta'ala.

Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh kemuliaan. Siapapun yang melakukan amalan baik di bulan yang penuh berkah ini, maka pahalanya berlipat ganda. Salah satunya adalah sedekah. Jemaah sekalian tentu tidak asing dengan sebuah hadits pahala sedekah dengan memberi makan orang yang berbuka puasa.

"Orang yang memberi buka puasa kepada muslim yang sedang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala setara dengan pahala orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang sedang berpuasa itu." (HR Tirmidzi)

Jemaah yang dimuliakan Allah SWT,

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan orang yang tidak punya harta, apakah masih tetap memperoleh pahala sedekah selama bulan Ramadan? Jawabannya adalah iya. Tentu sedekahnya tidak seperti sedekah biasa. Jamaah penasaran? Ada salah satu kisah menarik di balik munculnya sebuah hadits Nabi SAW tentang sedekah.

Suatu ketika, para sahabat saling menunjukkan besaran nilai sedekahnya masing-masing. Si menunjukkan nilai sedekahnya kepada si B, begitupun sebaliknya, tidak ada tujuan kecuali untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.

Sementara para sahabat masih sibuk membahas sedekahnya masing-masing, sahabat lain berdiam diri. la merasa belum melakukan sedekah apapun. Sehingga ia tidak bisa bercerita kepada sahabat yang lain. Sahabat ini kemudian melaporkan masalah yang ia alami kepada Rasulullah SAW.

"Wahai Rasul, saat para sahabat lain sedang giat-giatnya bersedekah, aku diam saja. Hanya aku yang tidak bersedekah. Aku tidak bersedekah bukan karena aku tidak mau, tapi aku tidak mampu. Jangankan bersedekah, untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari saja aku tak mampu."

Mendengar pertanyaan sahabat nabi tadi, Nabi SAW kemudian menyampaikan sabdanya, "Senyummu kepada saudaramu itu sedekah."

Dalam hadis yang lebih lengkap dijelaskan bahwa sedekah itu bukan hanya senyum saja. Dalam al-Jami' al-Shaghir karya al-Suyuthi dijelaskan beberapa hal lain yang bisa disebut juga sebagai sedekah.

"Senyummu kepada saudaramu itu sedekah. Mengajak orang lain agar menjalankan hal ma'ruf dan meninggalkan hal mungkar juga sedekah. Menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat juga sedekah. Menyingkirkan batu dan dari jalan juga sedekah. Menuangkan isi embermu ke ember orang lain juga sedekah."

Jemaah yang dimuliakan Allah SWT,

Dalam sebuah hadis riwayat Imam al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra dan juga diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda

"Wajib bagi setiap muslim untuk bersedekah." Kemudian beberapa orang bertanya, "Jika kita tidak mampu wahai Rasul Rasul kemudian menjawab, "Bekerjalah dengan tangannya sendiri, kemudian bermanfaat bagi dirinya dan bersedekah."

Mereka kemudian bertanya kembali, "Jika tidak bisa wahai Rasul? Rasul pun menjawab, "Maka boleh dengan menolong orang yang sedang membutuhkan pertolongan." Mereka masih saha bertanya, "Jika tidak dikerjakan wahai Rasul?" Rasul menjawab, "Maka boleh dengan menegakkan kebenaran atau mengatakan yang jujur."

Mereka bertanya kembali, "Jika masih belum bisa melakukan?" Rasul menjawab, "Maka sebaiknya mencegah untuk berbuat kejelekan, karena hal itu bernilai sedekah baginya." Setidaknya dari hadis di atas, ada empat hal yang bisa dilakukan seseorang sebagai amalan pengganti sedekah.

Pertama, bekerja kemudian dari hasil pekerjaan tersebut bisa bermanfaat bagi dirinya kemudian bersedekah.

Kedua, menolong orang yang sedang membutuhkan bantuan.

Ketiga, menegakkan kebenaran dan berkata jujur.

Keempat, menahan diri agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.

Berdasarkan hadis tersebut, al-Aini menjelaskan bahwa sedekah merupakan bentuk kasih sayang kepada makhluk Allah SWT dan bentuk kasih sayang tidak hanya dihasilkan dari harta, bisa juga dari amalan atau perilaku kita.

"Dari hadits tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa kasih sayang kepada makhluk Allah SWT merupakan sebuah keharusan. Hal ini bisa dilakukan dengan harta atau sesuatu yang lain. Adapun kasih sayang dengan harta bisa atau mampu bermanfaat bagi pemberi dan yang lainnya (penerima). Dan juga bisa dilakukan dengan amalan atau tindakan, yaitu dengan menolong atau meninggalkan, yakni seperti menahan (agar tidak berbuat jelek kepada orang lain).

Adapun perbuatan-perbuatan yang baik jika dilandasi dengan niat yang baik maka setara dengan pahala bersedekah, khususnya bagi orang yang tidak mampu untuk bersedekah. Dan bisa dipahami bahwa sedekah yang sesuai dengan kemampuan lebih utama daripada banyak amalan akan tetapi hanya terbatas (manfaatnya) bagi orang yang mengerjakannya saja."

Inti dari pernyataan al-Aini di atas adalah bahwa setiap hal baik, misalnya sedekah sesuai kemampuan jika dilandasi dengan niat baik dan bermanfaat bagi orang lain, maka pahalanya setara dengan pahala sedekah serta lebih baik daripada banyaknya amalan akan tetapi hanya bermanfaat pada diri sendiri.

Jemaah yang dimuliakan Allah SWT,

Jika kita memiliki harta yang berlebih di luar harta yang kita gunakan untuk keperluan sehari-hari tentu yang lebih utama adalah memberi sedekah dengan harta. Namun jika tidak ada, bahkan untuk makan saja susah, maka Islam telah memberi kiat lain agar kita tetap bisa bersedekah, yaitu dengan melaksanakan amalan-amalan sosial yang telah disebutkan tadi.

Semoga bermanfaat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

3. Pidato Singkat Ramadan: Lima Cara Sukses Berpuasa

Muslimin yang berbahagia,

Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh keberkahan. Berbagai ladang kebaikan, Allah SWT bukakan untuk hamba-Nya. Dengan tujuan, agar semua hamba-Nya dengan mudah mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya. Karena itu, sungguh rugi orang yang menemukan Ramadan, namun ia tidak mendapatkan ampunan dari Allah SWT .

Oleh karena itu, agar kita sukses dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan ini, perlu diperhatikan lima hal sebagai berikut.

Pertama, meluruskan niat hanya kepada Allah SWT Dengan memurnikan niat menjalankan ibadah puasa hanya karena Allah SWT. Karena niat adalah ruh amal, inti, dan sendinya. Tanpa niat yang benar, ibadah akan sia-sia, tidak ada gunanya di sisi Allah SWT amal menjadi benar, karena niat yang benar dan sebaliknya amal jadi rusak, karena niat yang rusak.

Berkata Ibnul Mubarak, "Berapa banyak amalan yang sedikit bisa menjadi besar, karena niat dan berapa banyak amalan yang besar bisa bernilai kecil, karena niatnya. Karena itu, jangan sampai niat dalam menjalankan ibadah puasa itu tercampuri berbagai penyakit hati seperti riya' atau sejenisnya."

Kedua, sesuai dengan aturan syariat. Artinya, dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah karena semua ibadah mahdhah termasuk puasa itu sifatnya tauqifi. Artinya, berdasarkan petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya.

Dan hukum asal ibadah adalah haram, sampai ada dalil yang membolehkannya. Semua ibadah apabila dilaksanakan tidak sesuai dengan tuntunan syariat, maka tidak akan diterima oleh Allah SWT, walaupun dalam menjalaninya dengan penuh keikhlasan.

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, "Dan barangsiapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak." (HR Muslim)

Jemaah yang dimuliakan Allah SWT,

Ketiga, mengonsumsi yang halal, makan-minum dan pakaian yang dipakai harus berasal dari harta yang hala, bukan dari harta korupsi, menjual belikan hukum, memanipulasi data, atau hasil transaksi riba. Karena hal itu akan menyia-nyiakan ibadah puasa.

Dalam sebuah sabda Nabi SAW dikatakan yang artinya, "Wahai para manusia sesungguhnya Allah SWT Maha Suci dan tidak akan menerima kecuali yang suci, dan sesungguhnya Allah SWT menyuruh orang mukmin seperti apa yang diperintahkan kepada para utusan-Nya."

Rasulullah kemudian berkata, Allah SWT berkata: "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al Mu'minûn: 51)

Juga berkalam, "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah SWT, jika benar-benar hanya kepada Allah SWT kamu menyembah," (QS Al Baqarah: 172)

Keempat, menjaga anggota tubuh. Berpuasa tidak hanya sekedar mampu menahan dirinya dari lapar dan dahaga. Namun juga harus mampu menjaga seluruh tubuh dari perbuatan dosa. Menjaga mata dari memandang yang tidak halal, mulut dari ucapan yang tidak benar, seperti Berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok, melaknat, mencela, saksi palsu, dan lain-lain. Karena semua hal tersebut bisa menyia-nyiakan ibadah puasa.

Begitu pula, menjaga telinga dari mendengar hal yang tidak halal, seperti menghindarkan diri dari tempat yang penuh kemungkaran dan selektif ketika membuka kanal atau memilih acara TV atau radio. Juga, menjaga hati dari berbagai penyakit hati, seperti dengki, iri, sombong, dan lain lain.

Kelima, memaksimalkan ibadah selama bulan Ramadan. Mengisinya dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang positif, baik yang bersifat ibadah ritual maupun sosial, seperti membantu orang yang membutuhkan bantuan.

Hadirin yang dirahmati Allah SWT,

Demikianlah beberapa hal yang dapat membantu kesuksesan seseorang dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Selain lima yang telah disebutkan tadi, tidak kalah pentingnya adalah mencari komunitas yang saleh dan memohon pertolongan Allah SWT agar menjadi orang yang sukses dalam menjalankan ibadah puasa. Amin.

4. Pidato Singkat Ramadan: Puasa Ramadan Bukan Sekedar Kewajiban

Muslimin yang berbahagia,

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, puasa Ramadan ini diwajibkan oleh Allah SWT dengan tujuan utama menggapai nilai ketakwaan. Sebuah nilai yang mampu menyadarkan seseorang tentang adanya hari akhir dan hari pembalasan.

Kesadaran ini mampu mendorong dirinya untuk selalu meningkatkan kualitas dan keimanannya kepada Allah SWT. Sehingga apa yang menjadi larangan-Nya, ia tinggalkan dan apa yang menjadi perintah-Nya, ia laksanakan dengan penuh rasa suka dan tanggung jawab. Itulah sebenarnya maksud dari perintah puasa Ramadan.

Yang menjadi pertanyaan, kenapa bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam, begitu banyak perilaku mereka yang tidak mencerminkan nilai-nilai puasa Ramadan? Apa yang sebenarnya terjadi dengan puasa mereka? Lalu bagaimana untuk mengubahnya?

Jemaah yang dimuliakan Allah SWT,

Perlu kita ketahui bersama bahwa puasa Ramadan tidaklah sekedar kewajiban yang sesuai dengan pelaksanaannya. Namun, ibadah Ramadan harus dipahami sebagai sebuah ibadah transformasi yang menuntut adanya perubahan menuju kondisi dan nilai kepribadian yang lebih baik. Perubahan positif ini sebagai bentuk dari keberhasilan mencapai ketakwaan yang seharusnya diperoleh melalui menjalankan ibadah puasa.

Ibadah puasa mampu melahirkan nilai perubahan dalam diri seseorang. Puasa mampu menjadi benteng yang tangguh untuk menahan laju berbagai hawa nafsu yang memuncak. la akan sabar untuk tidak mudah mengekor atau menjadi budak hawa nafsu. Sehingga, ia akan selalu mempertimbangkan baik buruknya suatu keinginan. la tidak mudah terperdaya dengan gemerlap dunia dan kepentingan sesaat.

la selalu memikirkan akibat dari pekerjaan dan keputusan langkahnya, apakah akan membawa kebaikan untuk kehidupannya di dunia dan akhirat? la akan sadar bahwa Allah SWT selalu mengawasi dirinya, sekalipun tidak ada orang yang melihatnya. Hatinya selalu bergetar, terasa pilu dan sedih ketika melihat berbagai ketidakadilan dan kezaliman yang terjadi.

Pikirannya selalu bekerja keras untuk mencari solusi atas berbagai problematika umat. Tangannya tidak pernah berhenti untuk mengulurkan bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan dan jiwanya selalu dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama. Baginya semua orang adalah sama, hanya ketakwaan yang membedakan kemuliaan seseorang di depan Allah SWT.

Jemaah yang berbahagia,

Nilai puasa Ramadan semacam itulah yang sekarang ini sangat dibutuhkan oleh seluruh komponen bangsa ini, terutama para pemimpinnya. Dengan memiliki karakter semacam ini, seseorang tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh apa yang diinginkan. la bisa menahan diri, walaupun sangat menginginkannya.

la sadar bahwa kalau bukan haknya, maka ia tidak boleh mengambilnya. la selalu ingat bahwa Allah SWT selalu mengawasinya. Seperti halnya ketika berpuasa, walaupun lapar atau haus, ia tetap bertahan sampai datangnya waktu berbuka. Puasa semacam itulah yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya. Bukan sekadar puasa yang tidak membawa perubahan apapun, sebagaimana puasa kebanyakan orang.

Puasa yang tidak menghasilkan sesuatu kecuali rasa lapar dan dahaga. Sebagaimana Rasulullah sabdakan yang artinya, "Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga." (HR Ahmad)

Hadirin yang berbahagia,

Agar puasa tidak sekedar hanya menjalankan kewajiban, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, mengikhlaskan niat hanya kepada Allah SWT. Kedua, menyadari tujuan pelaksanaan kewajiban puasa. Ketiga, menyadari bahwa Islam tidak hanya menuntut kesalehan pribadi, tetapi juga kesalehan sosial.

Keempat, selalu mengingat bahwa puasa yang tidak membawa perubahan positif adalah puasa yang merugi. Kelima, mencontoh kehidupan para salaf saleh yang menjadikan Ramadan sebagai tempat penggemblengan dan pelatihan diri, agar cukup untuk bekal untuk menghadapi sebelas bulan berikutnya.

5. Pidato Singkat Ramadan: Tetap Produktif Bekerja saat Berpuasa

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. Jemaah yang dirahmati Allah SWT,

Puasa Ramadan bukan penghalang untuk bekerja produktif. Justru, dengan niat yang tulus dan perencanaan yang baik, ibadah puasa bisa menjadi pendorong semangat kerja. Disiplin dan pengendalian diri yang diperoleh saat berpuasa dapat diterapkan dalam mengatur waktu dan menyelesaikan tugas secara efisien.

Lantas mengapa puasa tidak menghambat produktivitas? Pertama, puasa melatih disiplin dan kontrol diri. Selama berpuasa, kita dituntut untuk menahan lapar dan haus. Disiplin ini terbawa ke dalam dunia kerja. Kita jadi lebih bisa mengatur waktu, fokus pada pekerjaan, dan menghindari hal-hal yang bisa mengganggu konsentrasi.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah,

Kedua, puasa menyehatkan tubuh dan pikiran. Dengan pola makan teratur saat sahur dan berbuka, asupan nutrisi menjadi lebih terjaga. Hal ini berdampak positif pada kesehatan secara keseluruhan, sehingga kita tetap berenergi dan bisa bekerja secara optimal. Selain itu, puasa juga diyakini dapat meningkatkan kejernihan pikiran dan ketenangan batin, yang tentunya akan mendukung produktivitas.

Ketiga, puasa menumbuhkan semangat berbagi dan kepedulian. Suasana Ramadan yang penuh kebersamaan dan kedermawanan bisa memotivasi kita untuk bekerja lebih giat. Dengan niat beribadah, kita akan merasa bahwa pekerjaan yang kita lakukan tidak hanya mendatangkan keuntungan finansial, tetapi juga pahala.

Jemaah yang berbahagia,

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT mengingatkan manusia bahwa bekerja untuk memenuhi nafkah keluarga termasuk kewajiban. Pada surah at-Taubah ayat 105 Allah SWT mengingatkan pentingnya bekerja serta larangan untuk bermalas-malasan, yang artinya,

"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah SWT dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah SWT) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan'."

Jemaah yang berbahagia,

Pada sisi lain, dijelaskan oleh Nabi SAW dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, meskipun dengan pekerjaan yang kasar, lebih mulia daripada meminta-minta kepada orang lain. Hal ini berlaku meskipun orang yang dimintai memberi atau menolak permintaan tersebut.

لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ

"Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya." (HR Bukhari dan Muslim)

Mengomentari hadits tersebut Imam Nawawi mengatakan bahwa hadits ini juga menganjurkan umat Islam untuk memakan hasil kerja sendiri, bukan hasil mencuri atau menipu. Islam mendorong umatnya untuk bekerja keras dengan sungguh-sungguh dalam mencari nafkah, karena hal ini dianggap sebagai bentuk ibadah. Rasulullah Muhammad SAW sendiri memberikan contoh dengan berusaha dan bekerja keras untuk menyediakan kebutuhan dirinya serta keluarganya.

Jemaah yang berbahagia,

Pun dalam Al-Qur'an, Allah SWT SWT juga mengingatkan umatnya agar tidak hanya berdoa, namun juga melakukan usaha nyata dalam mencari rezeki. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memandang kerja keras sebagai salah satu cara untuk mencapai keberkahan dan mendapatkan riha Allah SWT SWT.

Selain menekankan pentingnya usaha dan kerja keras, Islam juga menganjurkan agar setiap orang bekerja dengan cara yang halal. Konsep ini mengacu pada prinsip bahwa segala sesuatu yang diperoleh haruslah melalui cara yang sah dan tidak melanggar aturan agama.

Dalam Islam, kehalalan dalam mencari nafkah dianggap sebagai bagian penting dari ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, umat Islam diajarkan untuk menghindari segala bentuk pekerjaan atau praktik yang melibatkan penipuan, korupsi, atau eksploitasi terhadap orang lain.

Jemaah yang dirahmati Allah SWT,

Imam Nawawi berkata dalam Kitab Shahih Muslim:

إِنَّ فِي الْحَدِيثِ حَقًّا عَلَى الصَّدَقَةِ وَالأَكْلِ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَالاكْتِسَابِبِالْمَبَاحَاتِ.

"Sesungguhnya dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk bersedekah, makan dari hasil kerja tangan sendiri, dan mencari penghasilan dengan cara yang halal."

Dengan demikian, puasa bukan alasan untuk menjadi tidak produktif dalam bekerja. Justru sebaliknya, puasa melatih setiap orang untuk bisa lebih disiplin dan mandiri dalam kehidupannya.




(rah/rah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads