Ramai Serangan Fajar Politik, Begini Hukumnya dalam Islam

Kristina - detikHikmah
Selasa, 13 Feb 2024 11:01 WIB
Ilustrasi serangan fajar politik. Foto: Ilustrasi oleh Basith Subastian
Jakarta -

Istilah serangan fajar ramai diperbincangkan jelang pemilihan umum (pemilu). Praktik tersebut berkaitan dengan politik uang atau suap untuk mendulang suara. Bagaimana hukumnya dalam Islam?

Melansir situs resmi Pusat Edukasi Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bentuk serangan fajar tak hanya berupa uang tapi bisa juga barang, jasa, atau materi lain yang bernilai uang. Contohnya sembako, voucher pulsa, dan bensin.

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan tegas menyebut pelaku serangan fajar dapat diancam pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 515.

Syariat Islam juga telah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan serangan fajar politik. Begini penjelasannya.

Hukum Serangan Fajar dalam Islam: Haram

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada 2018 lalu yang intinya serangan fajar yakni politik uang dan pemberian imbalan dalam pemilu hukumnya haram.

"Politik uang termasuk mahar politik dan memberikan imbalan dalam bentuk apa pun adalah haram," ujar ketua MUI kala itu, Ma'ruf Amin, saat Ijma' Ulama Komisi Fatwa MUI di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu (9/5/2018), seperti dilansir Antara.

Ma'ruf juga menegaskan, meminta imbalan kepada seseorang yang akan diusung atau dipilih sebagai calon anggota legislatif, kepala daerah, dan jabatan publik lain padahal itu merupakan tugasnya maka hukumnya haram.

Pada akhir tahun lalu, MUI mengeluarkan taujihat (seruan) tentang Pemilu Jujur, Adil, dan Damai. Taujihat ini lahir dari Komisi Rekomendasi, Musyawarah Kerja Nasional ke-3 MUI 2023 di Jakarta, Minggu (3/12/2023).

Taujihat yang tertuang dalam Surat Nomor Kep-92/DP-MUI/XII/2023 ini berisi delapan butir yang salah satunya menyerukan masyarakat Indonesia untuk menolak praktik politik transaksional, politik uang, manipulasi suara, dan jual beli suara.

"MUI menyerukan masyarakat Indonesia untuk berperan aktif dan berpartisipasi dalam Pemilu dengan menyalurkan aspirasi politiknya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber dan Jurdil) serta menolak praktik politik transaksional, politik uang, manipulasi suara, dan jual beli suara." bunyi poin kedua seperti dikutip dari situs MUI, Selasa (13/2/2024).

Bunyi taujihat selengkapnya di halaman berikutnya >>>



Simak Video "Video: Ditahan KPK, 4 Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim Malah Tersenyum"

(kri/rah)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork