Ketika seseorang sedang melaksanakan salat, seringkali muncul pikiran-pikiran yang tak terduga mengganggu mereka. Seperti pekerjaan, keluarga, harta, bisnis, dan sebagainya.
Terkadang, dalam saat-saat salat, seseorang bahkan dapat terdistraksi oleh khayalan aneh yang muncul dalam pikiran mereka. Semua hal ini dapat mengganggu konsentrasi dan kekhusyukan selama ibadah.
Lalu, bagaimana hukum salat sambil mengkhayal? Sahkah salat seseorang ketika hal itu terjadi?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip laman Kemenag, Imam Nawawi dalam kitab "Fatawa Al-Imam An-Nawawi" menyatakan bahwa seseorang yang mengkhayal saat salat maka ibadahnya tetap sah. Namun perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan makruh.
Hal ini dikarenakan salat seharusnya dilakukan dengan penuh khusyuk kepada Allah, seperti yang disampaikan oleh Imam Nawawi:
Ψ₯Ψ°Ψ§ ΩΩΨ± ΩΩ Ψ΅ΩΨ§ΨͺΩ ΩΩ Ψ§ΩΩ ΨΉΨ§Ψ΅Ω ΩΨ§ΩΩ ΨΈΨ§ΩΩ ΩΩΩ ΩΨΨΆΨ± ΩΩΨ¨Ω ΩΩΩΨ§ ΩΩΨ§ ΨͺΨ―Ψ¨Ψ± ΩΨ±Ψ§Ψ‘ΨͺΩΨ§ ΩΩ ΨͺΨ¨Ψ·Ω Ψ΅ΩΨ§ΨͺΩ Ψ£Ω ΩΨ§Ψ Ψ£Ψ¬Ψ§Ψ¨ Ψ±ΨΆΩ Ψ§ΩΩΩ ΨΉΩΩ: ΨͺΨ΅Ψ Ψ΅ΩΨ§ΨͺΩ ΩΨͺΩΨ±Ω
"Jika seorang mengkhayal maksiat dan kezalimaan ketika salat sehingga hatinya tidak fokus dan dia tidak meresapi bacaannya, apakah salatnya masih sah? Jawaban: Salatnya sah tapi makruh."
Dengan demikian, meskipun seseorang terlibat dalam khayalan, pikirannya melayang tanpa fokus, bahkan sampai memikirkan hal-hal negatif, salatnya masih dianggap sah. Namun, walaupun sah, salat tersebut dianggap makruh karena hatinya tidak hadir dan tidak meresapi bacaan yang diucapkan.
Meskipun kewajiban khusyuk dalam salat tidak bersifat mutlak, bukan berarti kita seharusnya mengabaikannya. Seharusnya kita berusaha keras untuk mencapai khusyuk dalam salat.
Setidaknya, kita harus berusaha sungguh-sungguh untuk merenungi dan meresapi setiap bacaan yang kita ucapkan selama salat. Wallahu a'lam.
Pengertian Makruh
Dalam Risalah Ushul Fiqh oleh Dr. H. Zamakhsyari bin Hasballah Thaib, Lc., MA, makruh secara etimologi berasal dari kata "mubghadh," yang berarti dibenci. Secara terminologi, makruh dapat diartikan sebagai "sesuatu yang dilarang oleh syariat, tetapi tidak diwajibkan untuk meninggalkannya."
Larangan syar'i dalam konteks ini tidak mencakup hal-hal yang wajib, mandub (disunahkan), dan mubah (boleh). Sementara "tidak diwajibkan untuk meninggalkannya" mengindikasikan bahwa larangan ini tidak seketat larangan atas perilaku haram.
Dalam istilah Ushul Fiqh, makruh adalah sesuatu yang syariat menganjurkan untuk ditinggalkan. Jika ditinggalkan, tindakan tersebut akan mendapatkan pujian, tetapi jika dilanggar, itu tidak dianggap sebagai dosa.
Namun, ada juga pandangan yang dianut oleh mayoritas ulama (jumhur ulama) yang mendefinisikan makruh sebagai larangan syari'at terhadap suatu perbuatan, tetapi larangan tersebut tidak begitu ketat seperti halnya perilaku haram. Karena tidak ada bukti yang kuat menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.
(hnh/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal