Riya berasal dari bahasa Arab yaitu ra'a-yara-ruyan-wa ru'yatan yang artinya melihat. Menurut KBBI, riya adalah sombong dan congkak.
Said Hawa menyatakan dalam buku Induk Pensucian Diri bahwa riya berarti menunjukkan amal perbuatan atau ibadah bukan karena Allah SWT, melainkan karena ada keinginan lain, seperti pujian, ingin dilihat orang lain sebagai makhluk yang khusyuk, mengharap hadiah dari seseorang dan dicintai oleh sesama manusia. Said Hawa bahkan mengkategorikan riya sebagai syirik khafi yaitu menyekutukan Allah SWT dengan yang selain-Nya dengan samar-samar atau tersembunyi.
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi mengemukakan dalam kitabnya Minhajul Muslim bahwa riya pada hakikatnya adalah perilaku seorang hamba menaati Allah SWT tetapi memiliki keinginan lain agar memperoleh kedudukan dan derajat di mata manusia. Abu Al-Jazairi bahkan menyatakan riya sebagai kemunafikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali oleh Mujieb dkk, riya adalah sikap menonjolkan diri untuk mendapat pujian orang lain, yaitu memamerkan dirinya sebagai orang yang taat dan patuh kepada Allah SWT dengan melakukan serangkaian ibadah karena mengharapkan pujian, sanjungan, atau acungan jempol dari orang lain. Bukan atas dasar ikhlas karena Allah SWT.
Bentuk dan Tingkatan Riya
Kembali mengutip buku Minhajul Abidin, terdapat tiga bentuk riya, yaitu:
- Seorang hamba semakin menambah ketaatannya apabila ia mendapat pujian dari orang lain, akan tetapi ketaatannya akan berkurang atau bahkan meninggalkannya apabila ia dicela atau diejek.
- Semakin giat beribadah apabila ia melakukannya bersama orang banyak, namun bermalas-malasan bila sendirian.
- Bersedekah bila ada orang lain melihatnya, tetapi jika tidak ada yang melihatnya maka ia tidak mau bersedekah.
Selanjutnya kembali mengutip Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, tingkatan-tingkatan riya dapat dilihat dari dua sudut yaitu sudut niat orang yang riya dan sudut amal yang ditampilkan. Dilihat dari sudut niat seseorang yang berbuat riya, terdapat empat tingkatan riya, yaitu:
- Untuk melihat hati manusia semata-mata. Ini adalah riya yang paling buruk.
- Untuk mematikan hati manusia dan juga untuk mendapat pahala, tetapi niat untuk memikat hati manusia lebih kuat.
- Untuk memikat hati manusia dan juga mendapat pahala, antara keduanya sangat kuat.
- Niat untuk memikat hati manusia dan mendapatkan pahala, tetapi niat mendapatkan pahala lebih kuat sedikit dari niat untuk memikat hati manusia.
Dilihat dari sudut amal yang ditampilkan, riya terbagi menjadi dua, yakni riya dalam masalah dasar agama dan riya dalam masalah sifat-sifat ibadah. Riya dalam masalah dasar agama mempunyai tiga tingkatan yaitu:
- Riya dalam pokok keimanan, seperti mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa diiringi pengakuan hati.
- Riya dalam pokok ibadah, seperti membayar zakat karena malu dicela orang atau dikatakan seperti orang kikir.
- Riya dalam hal-hal sunnah, seperti senantiasa menghadiri sholat berjamaah agar dipuji orang lain.
Baca juga: Jangan Riya'! Ini Dalil dan Larangannya |
Adapun riya dalam masalah sifat-sifat ibadah juga terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:
- Menampilkan suatu tindakan dalam ibadah yang kalau ditinggalkan menyebabkan berkurangnya ibadah tersebut. Seperti menyempurnakan rukuk atau sujud apabila dilihat orang lain.
- Menampilkan suatu tindakan dalam ibadah yang kalau ditinggalkan menyebabkan ibadah tidak sempurna. Seperti memanjangkan rukuk dan sujud.
- Menampilkan sesuatu yang di luar dari yang disunnahkan, seperti mendahului orang banyak dalam menghadiri sholat Jumat.
Wallahu a'lam.
(hnh/rah)
Komentar Terbanyak
Majelis Umum PBB Sahkan Resolusi Solusi Dua Negara Israel-Palestina, Tanpa Hamas
142 Negara PBB Setuju Palestina Merdeka tapi Gaza Terus Digempur Israel
KTT Darurat Arab-Islam di Doha Kecam Serangan Israel, Hasilkan 25 Poin Komunike