Tidak semua jenis air bisa digunakan untuk bersuci. Contohnya air yang berada di wadah besi dan terkena sinar matahari langsung dan menjadi panas.
Air yang berada di wadah besi dan menjadi panas ini juga disebut sebagai air musyammas. Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam tulisan Zainal Muttaqin, dijelaskan bahwa air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah sinar matahari dalam wadah logam yang terbuat dari seng, besi, tembaga, perak, atau aluminium, di mana masing-masing benda logam tersebut mengalami proses karat.
Hukum Menggunakan Air di Wadah Besi yang Terkena Panas Matahari
Hukum menggunakan air yang berada di wadah besi dan terkena sinar matahari langsung dan menjadi panas adalah makruh, sebagaimana diterangkan dalam buku yang sama. Air ini suci dan menyucikan tetapi makruh dipakai karena dikhawatirkan dapat menimbulkan suatu penyakit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Syarah Fathal Qarib: Diskursus Ubudiyah Jilid Satu susunan Tim Pembukuan Mahad Al-Jamiah Al-Aly UIN Malang, dijelaskan lebih lanjut bahwa meskipun dianggap sebagai perbuatan makruh, membersihkan diri dengan menggunakan air musyammas masih dapat menghilangkan hadas. Penggunaan air musyammas dianggap makruh karena ada kekhawatiran bahwa hal ini dapat menyebabkan penyakit kusta.
Hal ini diduga karena matahari dengan intensitasnya dapat mengangkat karat dari permukaan bejana logam, maka ketika air tersebut mengenai tubuh, ada kemungkinan terjadinya penyakit kusta. Sementara itu, penggunaan air yang dipanaskan dengan api tidak dianggap makruh untuk tujuan membersihkan diri.
Hal ini karena air yang dipanaskan dengan api memiliki daya untuk menghilangkan karat logam karena pengaruh kuat dari api tersebut. Perbedaan mendasar antara air yang dipanaskan dengan api dan air yang dipanaskan dengan sinar matahari adalah bahwa air yang dipanaskan dengan api disebut musakkhan, sementara yang dipanaskan dengan sinar matahari disebut musyammas.
Sementara itu, Ulama Syafi'iyah Imam Nawawi berpendapat bahwa hukum air musyammas tidak makruh secara mutlak. Ia berargumen bahwa hadits Nabi yang digunakan untuk menghukumi air musyammas makruh, yang berbunyi,
"Rasulullah Saw. bersabda kepada Aisyah yang memanaskan air dengan matahari, jangan engkau lakukan itu bagi perempuan yang mempunyai wajah yang merah, karena panas itu dapat menyebabkan kusta" (HR Tabrani)
adalah dhaif (lemah). Pendekatan Imam Nawawi dalam hal ini berkaitan dengan dalil, meskipun mazhab Syafii sendiri secara umum memandang penggunaan air musyammas sebagai perbuatan makruh.
Kondisi yang Memperbolehkan Bersuci dengan Air di Wadah Besi
Dikutip dari Terjemah Fathul Qorib tulisan Bahrudin Fuad, dijelaskan bahwa jika tidak ada wadah lain yang tersedia, maka hukum dari air musyammas tidak lagi dianggap makruh. Bahkan dalam kondisi tertentu, penggunaan air musyammas bisa menjadi wajib, terutama saat waktu salat hampir berakhir dan pilihan lain tidak dapat ditemukan.
Lebih lanjut dijelaskan, ada beberapa syarat yang membuat penggunaan air musyammas menjadi makruh:
1. Penggunaan dilakukan di daerah dengan cuaca panas, seperti Makkah dan sejenisnya. Namun, tidak dianggap makruh jika digunakan di daerah dengan cuaca sedang, seperti Mesir atau Jawa, atau di daerah beriklim dingin seperti Syria dan sekitarnya.
2. Sinar matahari menyebabkan perubahan pada air hingga terbentuk zat dari karat logam.
3. Air berada dalam wadah yang terbuat dari logam selain emas atau perak, seperti logam besi, tembaga, dan sejenisnya.
4. Penggunaan terjadi saat suhu air sedang panas.
5. Digunakan pada kulit tubuh, bahkan pada kulit orang yang menderita penyakit kusta, pada mayat, dan hewan.
6. Air dipanaskan selama cuaca sedang panas.
7. Tersedia air lain selain air musyammas yang dapat digunakan.
8. Waktu salat masih mencukupi sehingga memungkinkan untuk mencari alternatif air lain.
9. Tidak ada ancaman nyata atau dugaan kuat akan bahaya. Jika ada keyakinan atau dugaan akan terjadi bahaya, maka penggunaan air musyammas diharamkan.
Jika tidak memenuhi semua sembilan syarat tersebut, maka hukum penggunaan air musyammas tidak lagi dianggap makruh, seperti yang dijelaskan dalam Nihayat az-Zain.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah