Shirathal Mustaqim, Jalan Lurus ke Surga, Metafora atau Jembatan Nyata?

Shirathal Mustaqim, Jalan Lurus ke Surga, Metafora atau Jembatan Nyata?

Hanif Hawari - detikHikmah
Kamis, 03 Agu 2023 19:15 WIB
Ilustrasi jembatan Shirathal mustaqim
Ilustrasi jembatan Shirathal mustaqim. (Foto: Getty Images/iStockphoto/homeworks255)
Jakarta -

'Shirathal mustaqim' sering umat Muslim baca saat membaca surat Al Fatihah. Sebenarnya apa arti dan makna 'shirathal mustaqim' itu? Benarkah berupa jembatan?

Kata 'shirathal mustaqim' disebutkan sebanyak 10 kali dalam Al-Qur'an, juga dengan kata shiratan mustaqiman dalam QS Al Fath ayat 2, shirathaka al-mustaqim dalam QS Al A'raf ayat 16, juga ada bentukan shirathi mustaqima dalam QS Al An'am ayat 153 dan seterusnya seperti dikutip dari buku Wasathiyah Dalam Al-Qur'an: Nilai-nilai Moderasi Islam dalam Akidah, Syariat, dan Akhlak oleh Prof Dr Ali Muhammad Shallabi.

Imam Ath-Thabari berkata saat menafsirkan firman-Nya dalam QS Al Fatihah ayat 5, "Tunjukilah kami jalan yang lurus":

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalangan ahli takwil sepakat bahwa shirathal mustaqim adalah jalan yang lempeng, yang tidak ada bengkoknya. Ini berlaku untuk bahasa semua orang Arab".

Dilanjutkan Imam Ath-Thabari, "Allah menyifatinya (kata shirathal mustaqim) dengan istiqomah, karena maknanya adalah benar dan tidak ada salah apapun di dalamnya".

ADVERTISEMENT

Masih menurut Imam Ath-Thabari, "Setiap orang yang menyeleweng dari jalan yang lempeng dan berjalan di manhaj yang tidak lurus, pasti dia akan tersesat menurut orang Arab, karena dia tersesat dari jalan itu"

Diriwayatkan Imam Ath-Thabari dari Ali bin Abi Thalib RA, dari Rasulullah bahwa sesungguhnya beliau bersabda:

"Kemudian dia menyebutkan Quran. Lalu dia berkata, 'Itulah shirathal mustaqim".

Penafsiran yang dilakukan Abdullah bin Mas'ud, Jabir bin Abdullah RA, "Shirath al mustaqim maksudnya adalah Islam".

Jabir bin Abdullah berkata, "kata shiratal mustaqim itu luas daripada apa yang ada di antara langit dan bumi".

Sementara pakar tafsir Ibnu Abbas RA yang juga sahabat Nabi Muhammad SAW berkata, "Jibril berkata kepada Muhammad 'Tunjukilah kami jalan yang lurus., dia berkata, 'Berilah kami ilham untuk memberi arah petunjuk, yakni agama Allah yang tidak ada bengkoknya,".

Ibnu Abbas juga berkata, "Maknanya adalah Islam, bisa juga maknanya adalah thariq (jalan)."

Ibnu Asyur mengatakan, "Kata shirat di ayat dalam surah Al Fatihah ini digunakan sebagai metafora terhadap makna al-haq, di mana orang yang sampai padanya maka dia akan menggapai kemenangan dengan memperoleh ridha Allah".

Ditambahkan Ibnu Asyur, "Dalam pandangan saya, yang paling tepat disebut dengan ash-Shirath al-mustaqi adalah pengetahuan-pengetahuan yang baik, dari keyakinan dan amal".

Dalam buku Menuju Shirathal Mustaqim yang ditulis Syaikh Dr Bisyr bin Fahd Al-Bisyr, Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata:

Marilah kita singgung secara ringkas tentang shirathal mustaqim. Sungguh telah banyak metode pengungkapan tentangnya, yang disebutkan para ulama dengan mendasarkan pada sifat-sifat dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Padahal hakikatnya adalah satu yaitu jalan Allah yang dipancangkan untuyk hamba-Nya yang menghubungkan kepada-Nya. Tidak ada jalan lain untuk sampai kepada-Nya kecuali dengan jalan itu, bahkan semua jalan tertutup bagi segenap hamba kecuali jalan-Nya yang telah Ia lempangkan melalui lisan para rasul-Nya, dan ia jadikan-Nya sebagai yang menghubungkan kepada-Nya: yaitu mengesakan-Nya dalam berubadah dan mengesakan Rasulullah SAW dalam ketaatan.

Jadi, shirathal mustaqim adalah beribadah kepada Allah semata, dengan tidak menyekutukan-Nya, serta mutaba'ah secara menyeluruh kepada Muhammad SAW dan itulah realisasi syahadatain; bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dan keduanya adalah dasar serta landasan Islam.

Sedangan Syaikh Rasyid Ridha, shirathal mustaqim adalah manhaj (jalan) yang sempurna yang menjamin kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

Menurut M Abdul Mujieb, Syaifah, dan H Ahmad Ismail M dalam bukunya yang berjudul Ensiklopedia Tasawuf Imam Al Ghazali, dijelaskan bahwa jembatan shirathal mustaqim jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, berarti 'jalan yang benar' atau 'titian di neraka sebesar rambut dan tajam sekali'.

Lantas bagaimana penggambaran mengenai Jembatan Shirathal Mustaqim?

Dalil Mengenai Shirathal Mustaqim

Di dalam Alquran, kata Shirathal Mustaqim disebutkan sebanyak 10 kali. Salah satunya yang tercantum dalam Surat Al Imran ayat 51, yang berbunyi:

إِنَّ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبُّكُمْ فَٱعْبُدُوهُ ۗ هَٰذَا صِرَٰطٌ مُّسْتَقِيمٌ

Artinya: "Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus,"

Adapula firman Allah SWT dalam Surat Hud ayat 56:

إِنِّى تَوَكَّلْتُ عَلَى ٱللَّهِ رَبِّى وَرَبِّكُم ۚ مَّا مِن دَآبَّةٍ إِلَّا هُوَ ءَاخِذٌۢ بِنَاصِيَتِهَآ ۚ إِنَّ رَبِّى عَلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Artinya: "Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus".

Adanya Shiratal Mustaqim juga dijelaskan Allah SWT dalam surat Al Fatihah ayat 6:

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

Artinya: Tunjukilah kami jalan yang lurus.

Gambaran Jembatan Shirathal Mustaqim

Dalam haditsnya, Rasulullah SAW juga memberi gambaran tentang jembatan Shiratal Mustaqim. Hadist ini diceritakan Abu Sa'id al-Khudriy,

بَلَغَنِي أَنَّ الْجِسْرَ أَدَقُّ مِنَ الشَّعْرَةِ وَ أَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ

Artinya: "Aku diberitahu bahwa jembatan itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang." (HR Muslim).

Gambaran lain tentang jembatan Shiratal Mustaqim juga disebutkan dalam hadits berikut:

وَيُضْرَبُ جِسْرُ جَهَنَّمَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُ وَدُعَاءُ الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ وَبِهِ كَلَالِيبُ مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ أَمَا رَأَيْتُمْ شَوْكَ السَّعْدَانِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهَا مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ غَيْرَ أَنَّهَا لَا يَعْلَمُ قَدْرَ عِظَمِهَا إِلَّا اللَّهُ فَتَخْطَفُ النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ رواه البخاري

Artinya: Dan dibentangkanlah jembatan di atas permukaan Jahanam. Akulah orang pertama yang melewatinya. Doa para rasul pada saat itu: "Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah." Pada shirath itu, terdapat pengait-pengait seperti duri pohon Sa'dan. "Pernahkah kalian melihatnya?" Para sahabat menjawab, "Pernah, wahai Rasulullah." Maka ia seperti duri pohon Sa'dan, tiada yang mengetahui ukuran besarnya kecuali Allah SWT. Ia menempatkan manusia sesuai dengan amalan mereka. (HR Bukhari).

Golongan Manusia saat Melewati Jembatan Shirathal Mustaqim

Dikutip dari Kitab Syu'abul Iman, berikut tujuh golongan manusia saat melewati Jembatan Shirathal Mustaqim:

  1. Orang-orang yang jujur (Ash Shiddiquun) mereka melewati shirath dengan kecepatan seperti kilat.
  2. Orang-orang 'Alim (Al 'Aalimuun) mereka melewatinya dengan kecepatan seperti angin yang bertiup kencang.
  3. Para kekasih Allah (Al Budala'u) kecepatannya seperti burung terbang.
  4. Orang-orang yang mati syahid (Syuhada) berjalan di atas shirath seperti kecepatan kuda.
  5. Orang-orang yang melaksanakan haji (Al Hujjaj) mereka berjalan menempuh shirath selama satu hari penuh.
  6. Orang-orang yang taat (Al Muthii'un) golongan ini berjalan melewati shirath selama kurun waktu satu bulan.
  7. Orang-orang yang durhaka (Al 'Aashuun) golongan ini adalah golongan orang-orang yang banyak dosa, mereka berjalan di atas shirathal mustaqim dengan gemetar.



(hnh/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads