Bagaimana Kehidupan Bangsa Arab pada Era Pra-Islam?

Bagaimana Kehidupan Bangsa Arab pada Era Pra-Islam?

Rahma Harbani - detikHikmah
Rabu, 02 Agu 2023 08:45 WIB
Ilustrasi kafilah suku Quraisy yang melakukan perjalanan dagang dalam dua musim.
Ilustrasi. Bagaimana kondisi bangsa Arab pada pra-Islam? (Foto: Getty Images/iStockphoto/EP-stock)
Jakarta -

Bangsa Arab pada periode sebelum kedatangan Islam atau periode pra-Islam disebut sebagai bangsa Jahiliyah. Kata ini merujuk pada definisi yang negatif yakni zaman kebodohan. Seperti apa memangnya kondisi masa itu?

Pada masa ini, orang-orang Arab diyakini melakukan segala perilaku yang bersifat merusak dan berdosa seperti, perjudian, minum-minuman keras, riba, dan percabulan. Hampir satu-satunya hal positif yang ada pada era Jahiliyah adalah perkembangan puisi di masanya.

Suku Terbesar Jadi Pemenang

Dikutip dari laman The Collector, orang-orang Arab Jahiliyah dibagi ke dalam masing-masing garis kesukuan yang namanya diambil dari pemimpin terkemuka dari keturunannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suku-suku ini terdiri dari kelompok-kelompok keluarga yang lebih kecil yang disebut klan, yang sering kali bersaing untuk memperebutkan kekayaan dan status. Namun, ketika ancaman yang lebih besar muncul dengan sendirinya, klan biasanya akan menghentikan pertengkaran mereka dan kembali bersatu untuk melawan bersama.

Pada masa Jahiliyah, belum ada hukum yang ditetapkan. Orang Arab diadili secara sewenang-wenang, bahkan keberpihakan yang tidak adil hingga penyuapan menjadi hal biasa.

Jika ada pertikaian, kerap kali pihak dari suku dengan citra yang baiklah yang akan diuntungkan posisinya. Atau dalam kasus kejahatan sekalipun, jika pihak tertuduh berasal dari suku yang lebih kuat daripada pihak yang dirugikan, mereka akan bebas dari jeratan hukum.

ADVERTISEMENT

Riba Merajalela

Perdagangan adalah cara orang-orang Arab Jahiliyah meraup keuntungan. Mereka sebelumnya mengunjungi pasar-pasar di Suriah, Irak, Yaman, dan Etiopia,

Untuk memfasilitasi perdagangan, pasar musiman dibuka di sejumlah lokasi di Arab. Hal ini dianggap mencari tempat yang aman di mana orang Arab dari seluruh semenanjung bertemu untuk berbisnis.

Pasar juga menjadi tempat jual beli budak hingga tempat pemberi pinjaman uang beroperasi. Pinjaman tersebut bahkan bisa membebankan bunga hingga 100 persen kepada peminjamnya. Untuk itu pula, praktik riba menjadi pemandangan yang normal pada masa ini.

Pedagang Arab Jahiliyah yang terkaya kerap kali adalah mereka yang menjadi pedagang sekaligus rentenir. Orang-orang kaya semakin kaya sementara mereka yang meminjam semakin miskin.

Punya Sesembahan Beragam Bentuk

Orang-orang Arab pada pra-Islam sebagian besar menganut politeisme atau bentuk kepercayaan pada banyak Tuhan. Meski demikian, sesembahan mereka tidak seragam antar satu sama lain.

Sering kali, kelompok suku kecil yang berbeda menyembah dewa yang berbeda. Bahkan, dalam satu rumah tangga pun bisa memungkinkan memiliki praktik keagamaan yang berbeda.

Melansir buku Sejarah Kebudayaan Islam terbitan Kementerian Agama (Kemenag), orang Jahiliyah tersebut juga menyembah malaikat, berhala, jin, roh leluhur, hantu, hingga bintang-bintang. Mereka meyakini bintang-bintang tersebut diberikan kekuasaan penuh oleh Tuhan untuk mengatur alam ini.

Cendekiawan Islam Ibn al-Kalbi bercerita, orang Arab Jahiliyah kerap kali menyembah nenek moyang mereka.

Berdasarkan ceritanya, bahkan ada seorang kerabat dari lima pria meninggal yang mendatangi seorang pematung untuk mengabadikan kelima pria tersebut menjadi batu. Patung-patung itu kemudian dianggap sebagai perantara antara manusia dan Tuhan.

Orang-orang Arab Jahiliyah juga mempercayai peramal dan dukun dapat terhubung dengan dewa melalui penglihatan dan mimpi. Mereka meyakini, berbagai metode ramalan juga dilakukan untuk menghubungi dewa dan roh, salah satunya dengan metode melempar anak panah.

Terkait mengundi nasib dengan anak panah ini bahkan pernah disinggung dalam firman Allah SWT surah Al Ma'idah ayat 90. Praktik itu disebut sebagai salah satu perbuatan setan.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

Kesenian di Masa Jahiliyah

Puisi adalah seni dan keterampilan yang sangat dihormati di kalangan orang Arab serta menjadi hal yang disebut perkara positif pada masa Jahiliyah. Puisi Jahiliyah dihargai sedemikian rupa sehingga umat Islam melestarikan dan mengajarkannya selama berabad-abad setelah munculnya Islam.

Topik puisi-puisi Jahiliyah yang terkenal beragam, mulai dari meratapi kematian kekasih, hingga uraian yang rumit tentang unta penyair. Tidak ada aturan ketat dalam hal puisi sehingga setiap penyair memiliki gaya masing-masing untuk menentukan topik pilihan mereka.

Puisi juga berperan dalam situasi konflik. Ketika suku-suku berbenturan, para penyair membela kehormatan suku mereka dengan melafalkan syair-syair yang dibuat dengan hati-hati pada lawan mereka. Peperangan pun terjadi tanpa pertumpahan darah.

Munculnya Islam pada abad ke-7 kemudian mengakhiri era Jahiliyah. Rasulullah SAW memperkenalkan cara hidup baru sesuai dengan pedoman Al-Qur'an yang diwahyukan kepadanya.




(rah/kri)

Hide Ads