Ulama besar yang turut memprakarsai lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa adalah Sunan Ampel. Ia merupakan tokoh Walisongo yang lahir di Campa pada tahun 1401 M.
Mengutip dari buku Kisah Teladan Walisongo karya M. Fauzi, Sunan Ampel di masa kecilnya dikenal dengan nama Raden Rahmat, seorang putra tertua dari Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.
Nama Ampel diidentikkan pada nama tempat ia dulunya bermukim lama di sana, yakni di daerah Ampel atau Ampel Denta yang saat ini menjadi bagian dari Surabaya bagian utara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari pernikahannya itu, ia dikaruniai beberapa putra dan putri. Dua putra yang kemudian menjadi penerusnya sebagai Walisongo, yaitu Sunan Bonang dan Sunan Drajat.
Peran Sunan Ampel sebagai Pencetus Lahirnya Kerajaan Demak
Dikisahkan dalam buku Sejarah Peradaban Islam Terlengkap karya Rizem Aizid, Kerajaan Demak menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di Pulau Jawa.
Saat Kerajaan Demak hendak didirikan, Sunan Ampel turut serta memprakarsai lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa tersebut. Ia pula yang menunjuk muridnya, Raden Patah--menurut Babad Tanah Jawi ia adalah putra dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit--untuk menjadi Sultan Demak pada tahun 1475 M.
Sunan Ampel juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak di tahun 1479 M bersama wali-wali yang lain. Ia mendapat tugas untuk membuat salah satu tiang kayu (soko guru) Masjid Demak yang dipasang di bagian tenggara.
Di daerah Ampel Denta yang berawa-rawa, Sunan Ampel membangun dan mengembangkan pondok pesantren dengan merangkul masyarakat sekitarnya.
Pada pertengahan abad ke-15, pesantren ini menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah nusantara hingga mancanegara. Di antara para santrinya, yaitu terdapat Sunan Giri dan Raden Patah. Para santrinya itu kemudian disebar untuk berdakwah ke beragam pelosok Jawa dan Madura.
Setelah Syaikh Maulana Malik Ibrahim wafat, Sunan Ampel diangkat menjadi sesepuh Walisongo sebagai pemimpin agama Islam se-Tanah Jawa. Adapun anggota Walisongo tersebut, antara lain Raden Patah, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat.
Cara Sunan Ampel dalam Berdakwah Menyebarkan Ajaran Islam
Dilansir dari buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Yusak Buhanudin & Ahmad Fida, berikut ini cara Sunan Ampel dalam perjuangan dakwahnya menyebarkan ajaran Islam:
1. Membina Akhlak Masyarakat
Sebelum berdirinya kerajaan Islam, Kerajaan Majapahit dulunya mengalami kemunduran setelah ditinggal Patih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk. Banyak kebiasaan buruk yang dilakukan oleh para bangsawan, seperti berjudi dan mabuk-mabukan.
Kemudian istri Prabu Brawijaya, Ratu Dwarawati, memberikan pendapat kepada suaminya untuk mengundang Sunan Ampel agar mendidik dan membina akhlak para bangsawan dari rakyat Majapahit agar memiliki akhlak mulia.
Setelah berhasil mendidik dan membina akhlak masyarakat, Prabu Brawijaya merasa sangat senang hingga akhirnya ia memperbolehkan Sunan Ampel mendakwahkan ajaran Islam di seluruh wilayah Kerajaan Majapahit.
2. Membangun Masjid
Sunan Ampel juga membangun masjid dan pesantren ketika ia bersama rombongannya tiba di daerah Ampel Denta yang kini menjadi bagian dari Surabaya. Masjid tersebut kini dikenal dengan nama Masjid Sunan Ampel.
Di pesantren yang didirikannya, Sunan Ampel mendidik para pemuda untuk menjadi da'i, di antaranya Raden Patah, Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin, dan Maulana Ishak.
3. Ajaran Moh Limo
Ajaran Sunan Ampel yang sangat terkenal adalah falsafah Moh Limo, yaitu artinya tidak melakukan lima hal tercela. Ajaran Moh Limo tersebut antara lain:
- Moh main, artinya tidak mau berjudi.
- Moh ngombe, artinya tidak mau mabuk.
- Moh maling, artinya tidak mau mencuri.
- Moh madat, artinya tidak mau mengisap candu, ganja, dan sebagainya.
- Moh madon, artinya tidak mau berzina.
4. Menanamkan Akidah dan Syariat
Sunan Ampel sangat bijaksana dalam menyikapi perbedaan pendapat dengan putra, murid, dan menantunya yang juga para wali.
Salah satunya ketika beliau menyikapi pendapat Sunan Kalijaga mengenai adat sesaji, selamatan, wayang, dan gamelan yang dimasuki ajaran agama Islam. Sunan Ampel menolak secara halus ketika mendengar pendapat Sunan Kalijaga tersebut.
Ia khawatir adat istiadat Jawa akan dianggap berasal dari ajaran Islam dan menjadi bid'ah sehingga membuat agama Islam menjadi tidak murni lagi. Dalam musyawarah itu, akhirnya disepakati dengan membagi adat istiadat menjadi dua macam.
Pertama, adat yang bisa dimasuki ajaran agama Islam misalnya gamelan dan wayang kulit. Kedua, adat istiadat yang tidak bisa dimasuki ajaran Islam, seperti kegiatan-kegiatan yang menimbulkan kemusyrikan.
Itulah kisah Sunan Ampel yang turut memprakarsai lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi