Kondisi tanah Madinah dikenal subur pada zaman Rasulullah SAW. Ada beberapa lembah dan hutan-hutan yang lebat. Penduduk setempat memanfaatkannya untuk bercocok tanam.
Mengutip buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad SAW karya Zuhairi Misrawi, keberadaan gunung berapi turut membuat tanah di Madinah relatif subur dan memungkinkan untuk ditanami aneka ragam tanaman.
Selain itu, di Madinah terdapat beberapa lembah, misalnya Lembah Aqiq dan Lembah Naqi'. Lembah Naqi' dikenal dengan hutan-hutannya yang lebat dan sangat luas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nabi Muhammad SAW pernah menempatkan Bilal bin Harits dan Umar bin Khattab di kawasan tersebut. Di bagian barat Madinah terdapat Lembah Bathan dan Lembah Ranun, begitu pula di bagian tenggara terdapat Lembah Mahzur dan Lembah Qanat.
Di setiap bagian wilayah Madinah juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Misalnya saja Madinah bagian selatan yang cocok untuk ditanami kurma dan beberapa buah-buahan lainnya sedangkan Madinah bagian utara lebih cocok ditanami sayur-mayur dan pohon semanggi.
Kondisi alam Madinah ini turut dijelaskan dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Abu Achmadi dan Sungarso bahwa Kota Madinah yang semula bernama Yatsrib merupakan daerah yang terletak di sebelah utara Makkah.
Tanah kota Madinah dikenal sebagai tanah yang subur dan cocok dijadikan lahan pertanian. Maka pada saat itu mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.
Syahruddin El-Fikri dalam buku Sejarah Ibadah menceritakan mengenai keindahan kondisi alam Kota Madinah. Barisan bukit mengelilingi seluruh kota dan berbentuk layaknya piring terbuka. Gemerlap lampu-lampu kota terlihat sangat indah ketika penduduk atau peziarah memasuki kota pada malam hari dari dataran tinggi.
Letak Kota Madinah ini di dataran tinggi Najd dan daerah pantai Tihamah, yang setinggi 660 meter di atas permukaan air laut. Tanah di Kota Madinah terkenal subur karena sejak zaman dahulu merupakan oase besar yang ada di tengah-tengah gurun pasir.
Apabila turun hujan, lembah itu menjadi tempat pertemuan aliran-aliran air yang berasal dari selatan dan timur. Tidak mengherankan jika Madinah menghasilkan sayuran dan buah-buahan dalam jumlah besar seperti kurma, jeruk, pisang, delima, persik, anggur, dan masih banyak lagi. Sebagian besar penduduk Madinah pada zaman dahulu hidup dengan bercocok tanam, berdagang, dan beternak.
Sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, nama kota itu adalah Yatsrib. Ada yang berpendapat, nama Yatsrib ini berasal dari bahasa Ibrani ada juga yang berpendapat bahwa nama itu berasal dari Arab Selatan.
Sebelum dikuasai oleh masyarakat Arab Islam, dulunya penduduk Yatsrib dikuasai oleh dua suku dominan yaitu Arab dan Yahudi. Kedua bangsa itu datang ke Yatsrib setelah penduduk yang terdahulu dari suku Amaliqah telah punah.
Suku-suku Yahudi terkemuka di Yatsrib di antaranya bani Quraizhah, bani Nadhir, dan bani Qainuqa. Mereka membangun permukiman, pusat-pusat kegiatan ekonomi, dan benteng-benteng pertahanan untuk melindungi diri dari serangan suku lain.
Sementara itu suku Arab yang datang ke Yatsrib ini berasal dari Aus dan Khazraj. Dahulunya suku-suku di kota tersebut tidak mengenal persatuan. Masing-masing suku dipimpin oleh kepala suku yang memikirkan kepentingan sukunya sendiri.
Oleh karena itu, tidak jarang terjadi peperangan antar suku tersebut. Hingga pada akhirnya Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dan kemudian mempersaudarakan umat Islam Makkah atau kaum Muhajirin dengan kaum Islam Madinah atau kaum Anshar dengan ikatan akidah Islamiyah.
Hal tersebut bertujuan untuk mengajarkan menjalin tali persaudaraan sesuai dengan akidah Islam.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana
Rae Lil Black Jawab Tudingan Masuk Islam untuk Cari Sensasi