Apa Itu Hibah? Ini Pengertian, Dasar Hukum, Rukun & Jenisnya

Apa Itu Hibah? Ini Pengertian, Dasar Hukum, Rukun & Jenisnya

Azkia Nurfajrina - detikHikmah
Rabu, 10 Mei 2023 11:00 WIB
A family wearing a Baju Melayu and Sampin Songket holding a pocket money envelope for muslim Eid celebration or also known as
Ilustrasi hibah. Foto: Getty Images/KSChong
Jakarta -

Mengeluarkan harta dalam Islam tak hanya melalui infak dan sedekah, tetapi juga bisa dengan cara hibah. Apa itu hibah?

Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah memaparkan pengertian hibah secara bahasa, diambil dari kata 'hubub ar-rih' (embusan angin). Kata ini dipakai untuk menunjuk pemberian dan kebajikan kepada orang lain, baik dengan harta maupun lainnya.

Menurut istilah syariat, hibah ialah akad pemberian kepemilikan oleh seseorang atas hartanya kepada orang lain ketika dia masih hidup tanpa penukar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi lewat kitab Minhajul Muslim mengemukakan arti hibah, yakni sedekah dari orang yang sudah dewasa dengan harta, barang, atau hal-hal yang mubah lainnya.

Hibah juga merupakan pemberian oleh orang yang berakal sempurna dengan aset yang dimilikinya, seperti harta atau perabotan yang mubah.

ADVERTISEMENT

Syaik Abdurrahman Al-Juzairi melalui kitab Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah turut menjelaskan arti hibah, yaitu pemberian kepada orang lain walaupun bukan harta.

Dengan demikian, hibah adalah pemberian yang diberikan seseorang sewaktu masih hidupnya kepada orang lain dengan tanpa memperoleh imbalan apa pun, dan semata mengharap ridha Allah SWT.

Hukum dan Dalil Hibah

Masih dari kitab Minhajul Muslim, hukum hibah sebagaimana hadiah yakni sunnah atau dianjurkan. Keduanya merupakan kebaikan yang dianjurkan untuk dilakukan dan saling berlomba-lomba menjalankanya sesuai firman-Nya dalam penggalan Surat Ali Imran ayat 92:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗ

Artinya: "Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai."

Dalam buku Fiqih Sunnah disebutkan bahwa Nabi SAW biasa menerima hadiah dan memberikan balasan atasnya. Demikian beliau menyeru kaum muslim untuk saling menerima dan memberi hadiah atau hibah.

Lebih lanjut diterangkan, Allah SWT mensyariatkan hibah lantaran bisa menyatukan hati dan menguatkan ikatan cinta di antara manusia. Begitu pula sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Hurairah, beliau SAW menuturkan: "Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR Baihaqi [169] & Bukhari [174]

Rukun dan Syarat Hibah

Menukil buku Hukum Waris Islam susunan Utami Yustihasana Untoro dkk, terdapat sejumlah rukun hibah dengan syarat di dalamnya, sebagai berikut:

1. Ada Pemberi Hibah (Wahib)

Pemberi hibah di sini dengan syarat umur minimal 21 tahun, serta memiliki akal sehat dan tanpa ada paksaan dari orang lain. Tujuannya agar hibah diberikan tidak berdasarkan alasan yang bodoh dan pemborosan, atau karena pemberi hibah tak pandai menjaga hartanya.

2. Ada Penerima Hibah (Mauhub Lah)

Mayoritas ahli fikih sepakat bahwa syarat penerima adalah bahwa orang itu bisa memiliki hibahnya. Sehingga anak atau bayi dalam kandungan yang belum pasti hidupnya maka tidak bisa memperoleh hibah.

3. Ada Harta Hibah (Mauhub Bih)

Harta yang diberikan sebagai hibah, dengan sejumlah syaratnya; punya nilai kebaikan dan manfaat, merupakan harta yang sah dimiliki wahib, dan tak lebih dari sepertiga harta yang dimiliki wahib.

4. Ada Saksi

Terdapat lafaz yang menjelaskan bahwa pemberian hibah perlu disaksikan oleh dua orang saksi.

5. Ijab Qabul

Menurut madzhab Syafi'i dan Maliki, lafaz ijab mesti disertai dengan qabul, karena sebagai jawaban dari orang yang menerima hibah sehingga jelas apakah ia benar mendapatkannya atau tidak.

Sementara Abu Hanifah dan Hambali tidak mengharuskan adanya qabul dalam penerimaan hibah lantaran hibah adalah memberikan kemuliaan kepada orang lain.

Jenis-jenis Hibah

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid mengemukakan hibah ada yang berupa hibah benda, dan hibah manfaat. Hibah benda terdapat dua tujuannya; bermaksud imbalan, serta tidak bertujuan imbalan.

Hibah dengan tujuan imbalan ada yang berharap ridha Allah SWT, juga mengharap ridha makhluk-Nya. Imam Malik dan Abu Hanifah membolehkan hibah jenis ini, sementara Imam Syafi'i melarangnya, sebagaimana Dawud dan Abu Tsaur.

Sementara hibah dengan tidak bertujuan imbalan, tak ada ikhtilaf ulama mengenai kebolehannya.

Kemudian ada hibah manfaat, di antaranya bersifat ditunda yang disebut pinjaman ('ariyah) atau pemberian (minhah), atau lainnya. Sebagian darinya ada yang di dalamnya diserta syarat, 'selama penerima hibah masih hidup'. Hibah jenis ini disebut dengan 'umra'. Contohnya seperti, seseorang yang menghibahkan tempat tinggal kepada seseorang selama orang itu masih hidup.

Demikian penjelasan mengenai hibah beserta dalil dan hukum, rukun dan syarat, serta jenisnya. Semoga bermanfaat!




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads