Hukum Jual Beli Online dalam Ajaran Islam, Bolehkah?

Hukum Jual Beli Online dalam Ajaran Islam, Bolehkah?

Devi Setya - detikHikmah
Senin, 03 Apr 2023 13:45 WIB
Online payment. Hands of woman using mobile smartphone and laptop computer for online shopping.
Ilustrasi jual beli online dalam islam Foto: Getty Images/iStockphoto/oatawa
Jakarta -

Jual beli online saat ini menjadi transaksi yang marak dilakukan karena dianggap lebih praktis. Namun apakah hal ini sesuai dengan ajaran Islam?

Praktik jual beli memang diperbolehkan dalam Islam, bahkan Rasulullah SAW pun dikenal sebagai seorang pedagang jujur dan sukses.

Dalam sebuah hadits dari Abi Sa'id, dari Rasulullah SAW bersabda: "Pedagang yang jujur dan terpercaya bersama para Nabi, orang-orang yang jujur dan syuhada," (HR Tirmidzi)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Seiring perkembangan zaman, terjadi perubahan teknik jual beli. Kini banyak platform yang menawarkan sistem jual beli secara daring atau online.

Penjual dan pembeli bisa saling berinteraksi lewat bantuan teknologi informasi dan sambungan internet. Bagaimana Islam memandang praktik jual beli online?

ADVERTISEMENT

Hukum Jual Beli Online

Mengutip buku Fiqih Jual-beli oleh Ahmad Sarwat, Lc., MA dijelaskan bahwa jual-beli adalah perkara muamalat yang hukumnya bisa berbeda-beda, tergantung dari sejauh mana terjadinya pelanggaran syariah.

Jual beli secara asalnya merupakan hal yang hukumnya mubah atau dibolehkan. Al-Imam Asy-Syafi'i menegaskan bahwa dasarnya hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak.

Namun hukum kehalalan jual beli ini akan berubah menjadi haram bila terjadi hal-hal tertentu, misalnya apabila jual beli itu dilarang oleh Rasulullah SAW atau yang maknanya termasuk yang dilarang syariat.

Arip Purkon dalam bukunya Bisnis Online Syariah menjelaskan dalam Islam, hukum asal segala transaksi adalah dibolehkan, selama tidak ada dalil Al-Qur'an atau sunnah yang mengharamkannya. Dengan demikian, apabila ada bentuk baru transaksi bisnis, perlu dikaji apakah ada dalil Al-Qur'an atau sunnah yang mengharamkan atau tidak.

Kalau ada yang mengharamkan, hukumnya menjadi haram (terlarang). Sebaliknya, jika tidak ada dalil Al-Qur'an yang mengharamkan, hukumnya mubah (diperbolehkan).

Setiap muslim yang berbisnis harus memperhatikan aturan hukum Islam ketika melakukan aktivitas jual beli, termasuk jika berbisnis online. Ini dikarenakan tujuan bisnis dalam Islam selain mencari keuntungan materi, juga untuk mendapat keberkahan dari harta (materi) yang diperoleh.

Keberkahan akan didapatkan apabila materi tersebut didapatkan dan dikelola sesuai dengan ketentuan syariah. Karena bisnis di dunia maya sama seperti bisnis di dunia nyata, aturan bisnisnya secara umum sama.

Mengutip laman NU Online, Senin (3/4/2023) adapun hukum akad (transaksi) jual beli melalui alat elektronik adalah sah, apabila sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat mabi' (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya.

Secara garis besar, dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli secara online diperbolehkan asalkan tetap melakukan rukun yang berlaku.

Rukun Jual Beli dalam Islam

Masih mengutip buku Fiqih Jual -beli oleh Ahmad Sarwat, Lc., MA, berikut beberapa rukun jual beli yang harus dipenuhi dalam ajaran Islam.

1. Penjual dan pembeli

Para ulama sepakat menetapkan bahwa syarat yang paling utama adalah harus ada penjual dan pembeli yang telah memenuhi ahliyah untuk boleh melakukan transaksi muamalah. Berakal menjadi salah satu yang penting.

Bila salah satu dari keduanya, entah itu si pembeli atau si penjual, termasuk orang yang dinyatakan tidak sehat akalnya, maka transaksi jual-beli yang terjadi dianggap tidak sah secara hukum syariah. Selain berakal, baligh atau sudah dewasa juga menjadi hal yang penting.

2. Ijab Qabul

Ijab qabul juga menjadi hal yang penting dalam transaksi jual beli. Ketika penjual mengucapkan ijabnya kepada pembeli seperti contohnya seorang penjual mengatakan kepada pihak pembeli "Saya jual buku ini kepada Anda dengan harta 10 ribu rupiah tunai. Maka pihak pembeli menjawabnya dengan sighat yang disebut qabul, "Saya beli buku yang Anda jual dengan harga tersebut tunai."

Agar ijab dan qabul menjadi sah, para ulama sepakat bahwa antara keduanya tidak boleh terjadi pertentangan yang berlawanan, baik dalam masalah barang, harga ataupun masalah tunainya pembayaran.

3. Barang atau jasa

Produk jual beli dapat berupa barang atau jasa. Barang yang diperjual belikan harus memenuhi syarat tertentu agar boleh dilakukan akad. Agar jual beli menjadi sah secara syariah. Barang atau jasa yang dijual harusnya tidak haram, memiliki manfaat dan harus diketahui keadaannya.

Ada banyak dalil tentang haramnya jual beli benda yang tidak suci. Di antaranya adalah sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya Allah melarang jual-beli minuman keras, bangkai, babi dan berhala." (HR. Muttafaq Alaih).




(dvs/dvs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads