Dalam syariat Islam, dilarang menawar barang yang dijual selama barang itu masih dalam proses tawar menawar oleh orang lain. Hal ini didasarkan dari sebuah riwayat hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لاَ يَسُمِ الْمُسْلِمُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ
Artinya: Dari Abu Hurairah menyampaikan, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah seorang muslim menawar barang yang sedang ditawar oleh muslim yang lain." (HR Muslim)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konteks yang dilarang merujuk pada adanya suatu kesepakatan harga antara penjual dan pembeli pertama. Kemudian, pembeli kedua datang untuk menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi atau ia melarang pembeli pertama untuk membeli karena ia akan memberi dengan harga yang lebih baik.
"Sehingga, pembeli (pertama) membatalkan pembelian barang yang telah ditawar, hal itu dilarang," demikian penjelasan Asmaji Muchtar dalam buku Dialog Lintas Mazhab: Fiqh Ibadah dan Muamalah.
Sementara itu, melansir buku Fikih Sosial Praktis dari Pesantren karangan K.H. Muhammad Yusuf Chudlori, hadits di atas juga menunjukkan larangan untuk membeli barang yang sudah dibeli oleh orang lain. Pelarangan ini karena dapat menyebabkan unsur menyakiti hati pembeli yang pertama.
Praktik tawar menawar ini juga sudah pernah disinggung Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Qur'an Surah Ali Imran ayat 104. Allah SWT berfirman,
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya: "Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung."
Menawar Barang yang Masih Ditawar Menurut Mazhab
Ada beberapa perincian mengenai perihal ini oleh beberapa mazhab fiqh berikut ini. Pertama, pendapat Mazhab Hanafi menerangkan bahwa menawar tawaran orang lain hukumnya adalah makruh tahrim jika antara pembeli dan penjual sudah sepakat mengenai hargamya, tetapi jika belum terdapat kesetujuan berarti tidak haram.
Kedua, Mazhab Maliki memberikan hukum khiaful aula jika penjual belum sepakat dengan harga yang coba ditawarkan. Namun, jika telah terjadi kesepakatan harga antara pembeli dan penjual, hukumnya menjadi haram.
Ketiga, Mazhab Syafi'i menilai jika menawar tawaran orang lain akan haram jika sudah terjadi ketetapan harga dan sudah saling ridho antara penjual dengan pembeli. Namun jika tidak ada tanda keridhaan di antara kedua pihak tersebut, hukumnya untuk menawar tidaklah haram.
Terakhir, Mazhab Hanbali berpendapat bahwa haram menawar tawaran orang lain jika pihak penjual telah menunjukkan keridhoannya. Berbeda jika penjual menawarkan barang dagangannya, maka hukumnya tidak haram.
(rah/rah)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Acara Habib Rizieq di Pemalang Ricuh, 9 Orang Luka-1 Kritis