Seorang musafir atau seseorang yang tengah dalam perjalanan diperkenankan untuk melakukan salat secara jamak dan qashar. Berapa lama waktu safar yang diperbolehkan jamak dan qashar tersebut?
Dilansir dari buku Shalat Bersama Nabi SAW: Agar Shalat Memberikan Kebahagiaan dan Perubahan dalam Hidup oleh Muhammad Bahnasi, dijelaskan bahwa seorang musafir bisa mengerjakan salat dengan jamak dan qashar. Keringanan tersebut berlaku jika seseorang sedang dalam perjalanan jauh dan tujuannya bukan untuk bermaksiat.
Bolehnya melakukan salat dengan cara dijamak dan diqashar ini berdasarkan pada riwayat dari Anas bin Malik bahwa ia berkata, "Nabi SAW biasa menjamak salat Maghrib dan Isya ketika safar."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Batasan Waktu Menurut Ulama
Mengutip buku Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah karya Ruhyat Ahmad, seseorang boleh mengqashar salatnya selama ia masih di perjalanan. Akan tetapi, soal seberapa lama dia mengqashar salatnya tersebut, beberapa ulama memiliki perbedaan pendapat.
Mayoritas pendapat dari ulama mengatakan jika seseorang menetap selama lebih dari empat hari, maka ia tidak diperbolehkan untuk mengqashar salat. Adapun ulama lain menyebutkan bahwa jika berniat menetap selama 15 bahkan 20 hari, maka salatnya tidak boleh diqashar.
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan At-Tsauri mengemukakan bahwa jamak dan qashar berlaku bagi seorang musafir jika ia menetap selama 15 hari.
Mengqashar salat pun tidak berlaku bagi seseorang yang telah menetap atau memiliki tempat tinggal permanen di daerah lain karena ia bukan lagi dalam keadaan safar.
Adapun menurut madzhab Maliki mengqashar salat tidak boleh dilakukan dengan niat bermukim selama empat hari penuh, selain dua hari saat masuk dan keluar dari tempat bermukim dan setara dengan 20 kali salat fardhu. Jika kurang dari itu maka tidak dikatakan sebagai bermukim.
Mengganti Salat yang Terlewat dalam Perjalanan
Mengutip buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili, berdasarkan pendapat dari madzhab Hanafi dan Maliki, seorang musafir yang terlewat salatnya saat dalam perjalanan, maka ia harus mengganti salat tersebut ketika sampai di tempat tujuannya dengan dua rakaat saja.
Sedangkan pendapat dari ulama madzhab Syafi'i dan Hambali mengatakan bahwa salat yang terlewat oleh seorang musafir harus diganti dengan empat rakaat, baik ketika perjalanan atau di tempatnya menetap.
Selain itu, menurut pendapat ulama Syafi'i suatu salat yang terlewat harus diganti dengan cara mengqasharnya di perjalanan dan bukan di tempat bermukim.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi