Ijma Adalah Kesepakatan para Mujtahid, Ketahui Pengertian dan Ciri-Cirinya!

Ijma Adalah Kesepakatan para Mujtahid, Ketahui Pengertian dan Ciri-Cirinya!

Cicin Yulianti - detikHikmah
Jumat, 16 Des 2022 16:00 WIB
Alquran yang tersimpan di Masjid Al Muhtaram Kajen, Pekalongan, ini berbeda dari umumnya. Lembaran halamannya terbuat dari marmer dengan lebar 60 cm, tinggi 90 cm, dan tebal 2 cm.
Ijma Adalah Kesepakatan para Mujtahid. Foto: Robby Bernardi
Jakarta -

Ijma adalah kesepakatan para mujtahid tentang hukum tertentu pada waktu tertentu yang dibuat setelah Rasulullah SAW wafat. Ijma adalah sumber hukum Islam ketiga setelah Al-Qur'an dan hadits.

Mengutip buku Fiqh Bermadzhab oleh Ammi Nur Baits, ijma adalah kesepakatan yang dilakukan oleh para mujtahid dan harus berdasarkan kesepakatan semua mujtahid. Jika kesepakatan tersebut hanya dibenarkan oleh mayoritas mujtahid, maka kesepakatan tersebut hanya merupakan pendapat jumhur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Ijma

Berdasarkan bahasa ijma memiliki dua arti yakni dilihat dari kata 'azam dan ittifaq. 'Azam berarti niat dari seseorang untuk melakukan sesuatu dan memutuskannya. Sedangkan ittifaq artinya kesepakatan beberapa orang untuk melakukan sesuatu.

Adapun pengertian ijma menurut istilah adalah kesepakatan para mujtahid dari umat Nabi Muhammad SAW setelah wafatnya beliau pada suatu masa mengenai hukum syar'i.

ADVERTISEMENT

Menurut Abi Al-Husain Muhammad ibn Ali Aib Tayyib, ijma adalah kesepakatan kelompok ulama terhadap hukum sesuatu, baik untuk mengerjakan ataupun untuk meninggalkan.

Ciri-Ciri Ijma

Dari banyaknya pengertian ijma yang dikemukakan ulama, menurut Muhammad Salam Madkur dan Ali Hasballah menyebutkan ada beberapa kriteria dalam menyebut sebuah hukum adalah berdasarkan hasil ijma, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Ulama yang dapat melakukan kesepakatan adalah ulama mujtahid

2. Ulama yang membuat kesepakatan adalah semua ulama mujtahid dan tidak ada yang menyalahkan kesepakatan yang dibuat

3. Objek yang disepakati adalah persoalan yang termasuk wilayah ijtihad

4. Ijma dilakukan setelah Rasulullah SAW wafat

Ijma Adalah Dalil

Dalam buku Fatwa-Fatwa Ekonomi Syariah karya Panji Adam, dituturkan bahwa Ijma pun termasuk ke dalam sebuah dalil sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT Surat An Nisa ayat 115 berikut ini:

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا

Arab-Latin: Wa may yusyāqiqir-rasụla mim ba'di mā tabayyana lahul-hudā wa yattabi' gaira sabīlil-mu`minīna nuwallihī mā tawallā wa nuṣlihī jahannam, wa sā`at maṣīrā

Artinya: "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisa : 115)

Tafsir dari ayat tersebut dikemukakan oleh Ibnu Katsir bahwa, "Yang dijadikan sandaran oleh Imam as-Syafi'i untuk dalil tentang keberadaan ijma sebagai hujjah yang haram untuk ditinggalkan adalah ayat yang mulia ini. Setelah dilakukan kajian maksimal dan perenungan yang panjang. Ini termasuk salah satu cara untuk menyimpulkan dalil (istinbath) yang paling bagus dan paling kuat." (Tafsir Ibnu Katsir, 2:413)

Melansir buku Ijma Sebagai Dalil Syari Ketiga oleh Tajun Nashr, Lc, ijma dibuat dari hasil akhir diskusi para mujtahid yang tentunya dibangun dari dalil-dalil lain, yang salah satunya adalah teks. Maka ketika ada ijma yang menyelisihi teks Al-Qur'an atau As-Sunnah, bisa dipastikan bahwa teks tersebut adalah teks yang sudah dinasakh atau teks yang multitafsir.




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads