Setelah sukses menggelar Forum Religion 20 atau R20 pada November lalu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I. Muktamar yang akan digelar pada 6 Februari 2023 mendatang itu merupakan rangkaian dari peringatan satu abad NU.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan bahwa sebelumnya istilah fiqih peradaban tidak dikenal dalam dunia islam. "Tapi ini istilah yang banyak digunakan di Indonesia dan NU untuk menunjuk pada wacana keagamaan di berbagai masalah yang berkembang di masyarakat," kata Gus Yahya dalam Gala Dinner bersama sejumlah diplomat negara-negara Islam dan negara sahabat serta pemimpin redaksi media massa di Hotel Kempinski Jakarta, Kamis (15/12/2022) malam.
Gus Yahya mengatakan bahwa hingga saat ini dunia masih dibayangi konflik identitas dan agama atau yang mengatasnamakan agama. Bahkan sudah terjadi sejak lama. Padahal, dunia sudah memiliki sebuah kesepakatan besar yang kemudian diabadikan dalam piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, poin-poin penting yang disepakati secara internasional dan dicantumkan dalam piagam tersebut tidak lantas dapat diterapkan secara domestik oleh negara-negara anggota PBB. Ditambah adanya dinamika percaturan tingkat global yang tidak secara konsisten mengarah pada pemantapan dan penguatan kesepakatan-kesepakatan dalam piagam PBB.
Sehingga, kata Gus Yahya, visi dari Piagam PBB dan Organisasi PBB adalah sesuatu yang masih harus diperjuangkan, khususnya oleh mereka yang benar-benar menyetujuinya dan mempunyai keinginan untuk mewujudkannya.
Menurut Gus Yahya, kelompok-kelompok Muslim yang terlibat konflik, -termasuk dengan menggunakan kekerasan hingga terror- mempertahankan posisi mereka dengan mengajukan rujukan-rujukan di dalam turats fiqhiyyah. Tak heran jika kemudian konflik dan peperangan atas nama agama masih dianggap normal.
Ini bukan sesuatu yang eksklusif menyangkut Islam saja. Pihak-pihak di luar Islam pun pada umumnya memenuhi pola sikap dan tindakan yang didasarkan pada anggapan bahwa perlawanan atas nama agama terhadap pihak lain adalah tuntutan moral. Sehingga dalam Muktamar Internasional Fiqih Peradaban nanti peserta akan meminta fatwa atas status legal piagam PBB itu.
"Sejauh mana keabsahan Piagam PBB dan Organisasi PBB -dengan mempertimbangkan alasan, proses dan mekanisme serta tujuan kelahirannya-sebagai perjanjian ('ahd) yang mengikat umat Islam atas dasar keabsahan pihak-pihak -negara-negara dan para kepala negara-yang mengklaim posisi sebagai wakil-wakil mereka (umat Islam) pada saat menyepakatinya," kata Gus Yahya.
Para ulama ahli fiqih, lanjut Gus Yahya, perlu memberikan jawaban atas satu pertanyaan mendasar tersebut.
Gus Yahya menjelaskan bahwa Muktamar Internasional Fiqih itu merupakan bagian dari ikhitiar NU untuk berkontribusi dalam perdamaian dunia internasional. Muktamar ini akan dihadiri sejumlah tokoh dunia seperti Syaikh Dr. Ahmad Al-Thayib (grand Syaikh Al Azhar, Mesir); Syaikh Abdullah bin Mahfudh Ibn-Bayyah (Majelis Hukana Al amuslimin, UAE); Al Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al Jufri (Direktur El Taba Institute, UAE); Eslam Sa'ad (Peneliti Islam Kontemporer,. Mesir); Dr. Syafiq Ibrahim Allam (Grand Mufti, Mesir); dan Prof. Koutoub Moustapha Kano (Sekjen Council of Islamic Fiqh Afrika).
Ada pun dari Indonesia yang akan menjadi pembicara adalah Prof Dr. KH Quraish Shihab, KH Miftachul Akhyar (Rais aam PBNU), KH ma'ruf amin (wakil presiden), KH Afifuddin Muhajir (wakil Rais aam PBNU), dan KH Ahmad Mustofa Bisri (mustasyar PBNU).
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana
Rae Lil Black Jawab Tudingan Masuk Islam untuk Cari Sensasi