Apakah seorang muslim tidak dibolehkan meneteskan air matanya hingga menyentuh jenazah ketika sedang mencium jenazah tersebut untuk terakhir kalinya? Jawaban ini dapat diketahui melalui narasi hadits Rasulullah SAW.
Melansir dari Syarah Syama'il Nabi Muhammad karangan Syaikh Abdurrazaq Bin Abdul Muhsin Al-Badr, Rasulullah SAW terbukti pernah menangisi jenazah dari orang-orang di sekitarnya. Rasulullah SAW turut bersedih atas kepergian sahabat dan putrinya.
Ditambah lagi, ada salah satu hadits pula yang menunjukkan kebolehan menicum jenazah sebelum dikuburkan. Hadits tersebut diceritakan dari Al Qasim bin Muhammad dari istri Rasulullah SAW, Aisyah RA yang berkata,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ عُثْمَانَ بن مَظْعُوْنٍ وَهُوَ مَيِّتٌ، حَتَّى رَأَيْتُ الدُّمُوْعَ تَسِيْلُ
Artinya: Bahwasanya Rasulullah SAW mencium Utsman bin Mazh'un yang sudah meninggal dunia, beliau menangis." Atau ia berkata, "Beliau bercucuran air mata." (HR At Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Riwayat lainnya menyebutkan, "Kedua mata beliau meneteskan air mata."
Dan lainnya lagi dengan redaksi serupa, "Hingga aku lihat air matanya beliau membasahi jenggotnya." (HR Imam Ahmad)
Di lain kesempatan, mata Rasulullah SAW juga pernah terlihat berlinang saat berada di pemakaman jenazah putrinya. Keterangan ini dikisahkan oleh Anas bin Malik dalam salah satu hadits. Ia berkata,
"Kami telah menyaksikan (pemakaman) putri Rasulullah SAW, sementara beliau duduk di atas kubur. Aku melihat beliau berlinang air mata. Lalu beliau bersabda, 'Adakah di antara kalian seorang laki-laki yang tidak melakukan (jima') tadi malam?' Abu Talhah berkata, 'Aku,' Beliau bersabda, 'Turunlah.' Lalu ia turun di kuburnya." (HR Bukhari)
Namun, Syaikh Abdurrazaq Bin Abdul Muhsin Al-Badr menjelaskan, tangisan Rasulullah SAW atas kepergian orang-orang terdekatnya itu bukanlah bentuk tangisan protes atau marah atas keputusan Allah SWT. Sebaliknya, tangisan itu adalah bentuk belas kasihnya pada orang yang meninggal.
Keterangan ini didasarkan dari penjelasan Rasulullah SAW yang terlihat menangis saat cucunya dari Zainab RA dan suaminya Abu Al Ash bin Ar Rabi' yang wafat pada tahun kesembilan Hijriah. Rasulullah SAW pernah bersabda,
"Sesungguhnya aku tidak menangis. Linangan air mataku hanyalah karena kasih sayang. Sesungguhnya orang mukmin itu baik dalam segala keadaan. Sesungguhnya nyawanya dicabut dari dua lambungnya sementara ia memuji Allah Azza wa Jalla." (HR Ahmad)
Meski ada kebolehan mencium dan menangisi jenazah yang baru meninggal dunia, ulama Al Nawai dalam Kitab Al Majmu' mengingatkan agar hal itu dilakukan oleh pihak keluarga dan para sahabat sesama jenis. Seperti, Abu Bakar RA yang juga mencium Rasulullah SAW saat beliau wafat.
Lebih lanjut, Shams al Din al Ramli dalam Kitab Nail al Autar juga membolehkan orang yang berlawanan jenis mencium mayit tersebut selama terikat hubungan mahram. Tujuannya, menurut Muzayyanah Abdullah dan Dzulkhairi Mohd Noor dalam buku Siapa Lebih Utama, Wanita Dunia atau Bidadari Syurga adalah untuk memberikan penghormatan sang jenazah.
(rah/erd)
Komentar Terbanyak
BPJPH: Ayam Goreng Widuran Terbukti Mengandung Unsur Babi
OKI Gelar Sesi Darurat Permintaan Iran soal Serangan Israel
Profil Reza Pahlavi, Keturunan Dinasti Terakhir Iran yang Siap Ganti Khamenei