Islam sebagai agama yang kaffah tidak hanya mengatur seputar ibadah, tetapi juga seluruh aspek kehidupan baik perorangan, bermasyarakat hingga bernegara. Terbukti dengan adanya suatu istilah yang dikenal dalam sistem pemerintahan Islam di masa lampau yakni ahlul halli wal 'aqdi.
Definisi Ahlul Halli wal 'Aqdi
Buku Politik Hukum oleh Abdul Manan menyebutkan bahwa ahlul halli wal 'aqdi terdiri dari tiga kata:
1. Ahlul, yaitu orang yang berhak
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2. Halli, berarti melepaskan, menyesuaikan, memecahkan
3. 'Aqdi, artinya mengikat, mengadakan transaksi, membentuk
Kitab Nihayatul Minhaj mendefinisikan ahlul halli wal 'aqdi secara istilah, yaitu sekelompok manusia yang memiliki kedudukan dalam urusan agama dan akhlak serta kemampuan dalam melihat kondisi dan mengatur umat.
Yang dimaksud dengan ahlul halli wal 'aqdi oleh Imam Nawawi dalam Al-Minhaj adalah ulama, sesepuh, serta pemuka masyarakat yang menjadi unsur-unsur yang berusaha mewujudkan kemaslahatan.
Istilah yang semakna dengan ahlul halli wal 'aqdi, yakni ahlul ikhtiyar yang disebutkan oleh ulama Abu Hasan Al-Mawardi. Ibnu Taimiyah menyebut ahlusy syaukah, dan istilah ahlul ijtihad oleh ulama Al-Baghdadi. Term lain yang populer dan banyak digunakan oleh banyak ulama adalah ahlu syura.
Tugas Ahlul Halli wal 'Aqdi
Masih dari buku Politik Hukum, ahlul halli wal 'aqdi beranggotakan orang-orang dari sejumlah kalangan. Dikatakan bahwa tugas ahlul halli wal 'aqdi pada zaman kekhalifahan adalah menetapkan, memberhentikan, dan mengawasi khalifah.
Mereka memiliki tanggung jawab untuk mengangkat dan menentukan pemimpin yang sesuai kualifikasi negara dan yang dibutuhkan masyarakat.
Lebih dari itu, lembaga ini tidak diperlukan lagi. Barulah ahlul halli wal 'aqdi dibutuhkan ketika seorang khalifah berlaku tak adil sehingga ia perlu dilengserkan.
Dijelaskan bahwa pada zaman khalifah yang empat dalam Islam, khususnya Umar bin Khaththab, term ahlul halli wal 'aqdi merujuk kepada sejumlah sahabat Nabi SAW yang telah sepuh dalam musyawarah penentuan kebijaksanaan sistem kenegaraan serta pemilihan kepala negara.
Kala itu, Umar menunjuk enam orang sahabat untuk berunding dalam menentukan siapa orang yang layak untuk menggantikannya setelah ia wafat. Meskipun ahlul halli wal 'aqdi bukanlah sebuah lembaga yang sudah berdiri sendiri dengan resmi, tetapi dalam pelaksanaannya telah bermakna demikian.
Kriteria Ahlul Halli wal 'Aqdi
Disebutkan dalam buku Politik Hukum, para ahli dalam bidang hukum Islam menyepakati kualifikasi bagi ahlul halli wal 'aqdi adalah:
1. Beragama Islam, dan ini merupakan syarat wajib. Dikatakan bahwa tidak pantas bagi orang non muslim diberi kuasa untuk mengurusi permasalahn umat muslim.
2. Berakal. Ahlul halli wal 'aqdi harus sempurna akalnya, maksudnya merekalah yang paham dalam mengatur sebuah negara.
3. Laki-laki. Sebagaimana kalam Allah SWT dalam Surah An-Nisa ayat 34, bahwasanya kaum laki-laku adalah pemimpin bagi kaum wanita, dan Allah memberikan kelebihan bagi mereka.
4. Merdeka, maksudnya ahlul halli wal 'aqdi bukanlah hamba sahaya.
5. Al-'adalah, orang yang menjauhkan diri dari dosa kecil maupun besar serta segala perbuatan yang bisa menjatuhkan harga diri.
6. Memiliki pengetahuan, yakni ilmu-ilmu yang mampu dimanfaatkan dalam menjalankan tugasnya dan menyelesaikan permasalahan umat.
7. Punya banyak ide dan hikmah. Tak hanya harus mahir dalam ilmu agama, ahlul halli wal 'aqdi juga perlu memiliki banyak gagasan dalam pertimbangan yang terkait maslahat negara dan rakyatnya.
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Eks Menag Yaqut Tegaskan 2 Rumah Rp 6,5 M yang Disita KPK Bukan Miliknya
KPK Sebut Pejabat Kemenag Tiap Tingkat Dapat Jatah di Kasus Korupsi Kuota Haji
Cerita Khalid Basalamah Mengaku Jadi Korban dalam Kasus Kuota Haji