Orang Sakit Tak Perlu Qadha Sholat, Benarkah? Ini Penjelasannya

Orang Sakit Tak Perlu Qadha Sholat, Benarkah? Ini Penjelasannya

Devi Setya - detikHikmah
Kamis, 17 Nov 2022 10:00 WIB
sholat
Ilustrasi seorang muslim qadha sholat Foto: Getty Images/iStockphoto/meen_na
Jakarta -

Qadha atau mengganti sholat harus segera dilaksanakan saat lupa mendirikan sholat wajib lima waktu. Tapi ada beberapa kondisi yang diperbolehkan untuk tidak mengqadha sholat, misalnya ketika sedang sakit.

Sholat lima waktu menjadi kewajiban setiap umat muslim. Ajaran Islam memudahkan umatnya beribadah, misalnya ketika lupa atau terlewat mendirikan sholat maka Allah SWT memudahkan dengan qadha sholat.

Dikutip dari buku Qadha Shalat Yang Terlewat Haruskah? oleh Ahmad Sarwat, Lc., MA, qadha artinya melakukan ibadah wajib seperti sholat atau puasa di luar waktu semestinya. Qadha juga memiliki arti mengganti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para ulama sepakat bahwa hukum mengqadha sholat wajib yang terlewat tidak dikerjakan pada waktunya itu wajib, sebagaimana sholat hukum aslinya. Misalnya ketika masuk waktu sholat Dzuhur namun karena berbagai alasan, seseorang melewati waktu Dzuhur maka ia memiliki kewajiban untuk mengqadha sholat Dzuhur di waktu setelah Dzuhur.

Al-Imam As-Suyuthi berkata bahwa setiap orang yang dibebani kewajiban untuk mengerjakan sesuatu, lalu tidak terlaksana, maka dia wajib mengqadhanya agar mendapatkan kemashlahatan.

ADVERTISEMENT

Dikisahkan dari Anas ibn Malik, Rasulullah SAW pernah bersabda terkait anjuran mengganti (qadha) sholat:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

مَنْ نَسِيَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ


Artinya: "Barang siapa yang lupa menunaikan suatu sholat, maka hendaklah dia mendirikan sholat ketika dia ingat, karena tidak ada tebusannya kecuali itu." (HR. Bukhari: 562)

Selain itu, anjuran untuk segera melaksanakan sholat sesegera mungkin ketika lupa tercantum dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

Artinya: "Maka hendaklah ia sholat ketika ia ingat." (HR. Muslim, no. 684).

Qadha Bagi Orang yang Sakit

Seorang muslim yang meninggalkan sholat lalu ia tidak mengqadha maka berdosa.

Dikisahkan dalam sebuah riwayat yang berasal dari at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ahmad, saat perang Khandaq, Nabi Muhammad SAW berada dalam situasi yang begitu mencekam, sehingga tidak sempat mengerjakan empat salat sampai jauh malam.

Akhirnya, beliau melaksanakan salat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya secara berturut-turut dengan diselingi iqamah.

Dilansir dalam Panduan Ibadah Orang Sakit oleh Edi Suyanto, Muhammad Al Mansur, dkk menyebutkan seseorang yang sakit tetap diwajibkan untuk mendirikan sholat. Hanya saja caranya sedikit berbeda dengan orang yang sehat. Ia diperbolehkan melakukan gerakan-gerakan dan posisi sholat sebisa dan semampu yang ia lakukan, meskipun tidak sampai ke level sempurna.

Allah SWT berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ َ


Artinya: "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu".

Prinsipnya, apapun gerakan dan bacaan sholat yang masih bisa dikerjakan, maka tetap wajib untuk dikerjakan. Dan jika sudah mustahil untuk dilakukan barulah boleh untuk ditinggalkan.

Dikutip dari data detikcom, M. Quraish Shihab selaku Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur'an menjelaskan, para ulama telah sepakat bahwa wanita yang sedang haid dan baru melahirkan (nifas), dan orang kafir yang belum pernah memeluk Islam, atau orang gila, semuanya, tidak wajib meng-qadha' salatnya.

Sementara orang yang ketiduran, lupa, atau dalam situasi yang tidak mengizinkan (takut menyangkut diri atau orang lain seperti bidan atau dokter yang sedang menjaga pasien gawat) dituntut meng-qadha' salatnya.

Ketika itu, mereka tidak dinilai berdosa. Qadha' harus dilaksanakan segera begitu uzur atau halangan tadi terselesaikan. Jika seseorang berkali-kali tidak mengerjakan sholat, baik karena uzur maupun tidak, maka dia harus memperkirakan dan bahkan harus menduga keras atau meyakini -berapa kali dia tidak mengerjakan sholat dan kemudian meng-qadha'-nya.

Adapun orang sakit yang telah wafat dan tidak dapat melaksana-kan sholat, walau dengan isyarat, ketika sakit, maka dalam mazhab Abu Hanifah, dia tidak wajib memberi wasiat untuk membayar kafarat atau fidyah.

Namun bagi orang yang sakit dan masih mampu mengerjakan sholat dengan gerakan isyarat, tetapi tidak melaksanakannya, maka dalam kasus semacam ini dia harus berwasiat agar keluarganya membayar kafarat dari harta miliknya.




(dvs/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads