Soal Perubahan Kuota Haji 2026 Jabar dan Jatim, Begini Penjelasan Gus Irfan

Soal Perubahan Kuota Haji 2026 Jabar dan Jatim, Begini Penjelasan Gus Irfan

Lusiana Mustinda - detikHikmah
Kamis, 27 Nov 2025 11:51 WIB
Gus Irfan Melantik Pejabat Struktural di Kemenhaj
Menteri Haji dan Umrah Gus Irfan. Foto: Kementerian Haji dan Umrah RI
Jakarta -

Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia, Mochamad Irfan Yusuf memberikan penjelasan terkait perubahan alokasi kuota haji tahun ini, di mana Jawa Barat mengalami penurunan, sementara Jawa Timur justru mendapatkan kenaikan signifikan.

Kebijakan ini, disebut sepenuhnya mengikuti amanah Undang-Undang yang mewajibkan pembagian kuota berdasarkan panjang antrean jemaah di tiap provinsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, kuota ini kita tetapkan sesuai dengan amanah undang-undang menggunakan dasar antrean. Dan memang terbukti bahwa Jawa Timur itu antreannya dari 5,4 juta antrean (nasional), Jawa Timur itu ada 1,2 juta. Jawa Tengah 900 ribu, dan Jawa Barat 700 ribu," jelas pria yang akrab disapa Gus Irfan kepada detikHikmah Saat ditemui usai melantik 97 pejabat Kementerian Haji dan Umrah RI di Masjid Al Ikhlas, Kemenag, Jakarta pada Rabu (26/11/2025).

Selama ini, Jawa Barat selalu menjadi provinsi dengan kuota haji terbesar. Namun saat pemerintah mengembalikan mekanisme pembagian ke aturan yang berlaku, Jawa Barat menjadi salah satu daerah yang paling merasakan dampaknya karena panjang antreannya relatif lebih sedikit dibanding provinsi lain.

ADVERTISEMENT

Meski begitu, Gus Irfan menegaskan bahwa perubahan ini bukan angka final. "Ini bukan angka mati. Tiap tahun pasti ada perubahan, karena penetapan kuota mengikuti dinamika antrean," jelasnya.

Ia memaparkan bahwa tahun ini jemaah haji Jawa Barat yang berangkat adalah mereka yang mendaftar pada tahun 2013 dan 2014, sementara jemaah haji Jawa Timur yang mendapatkan kenaikan cukup signifikan, mereka yang berangkat tahun ini adalah mereka yang mendaftar pada 2011 dan 2012.

Penyamaan Masa Tunggu Secara Nasional

Menurut Gus Irfan, perubahan pola kuota ini untuk menyamakan masa tunggu haji di seluruh Indonesia menjadi 26,4 tahun. Skema sebelumnya menimbulkan ketimpangan yang cukup mencolok.

"Hari ini, dengan penggunaan pembagian (seperti) tahun kemarin, ada ketimpangan. Sulawesi Selatan ada yang 47 tahun (masa tunggu), tapi di beberapa daerah ada yang 18 bahkan ada yang 16 tahun. Dan ini akan berefek pada ketidakadilan pada Nilai Manfaat yang diberikan oleh BPKH (subsidi)," tegasnya.

Ia menilai tidak adil bila jemaah yang menunggu hingga puluhan tahun menerima subsidi yang sama dengan mereka yang menunggu jauh lebih singkat. dengan penyamarataan masa tunggu, nilai manfaat yang diterima akan lebih adil dan merata.

"Mereka yang mengantre 40 tahun mendapatkan nilai manfaat atau subsidi yang sama dengan mereka yang mengantri 18 tahun. Itu sangat tidak adil. Karena itu dengan masa tunggu yang sama, maka mereka mendapatkan nilai manfaat atau subsidi yang sama," jelas Gus Irfan.




(lus/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads