Apa Perbedaan Haji Mabrur dan Haji Mardud? Ini Penjelasan Ulama

Apa Perbedaan Haji Mabrur dan Haji Mardud? Ini Penjelasan Ulama

Hanif Hawari - detikHikmah
Selasa, 17 Jun 2025 12:30 WIB
Jamaah haji dari berbagai negara melakukan Tawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Minggu (15/6/2025). Menurut Saudi Press Agency, kapasitas Masjidil Haram pada tahun 2025, setelah perluasan tahap ketiga selesai, mencapai tiga juta orang per hari dengan adanya peningkatan luas area Masjidil Haram dari 414.000 meter persegi menjadi 1,5 juta meter persegi. ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Ini perbedaan haji mabrur dan haji mardud (Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Jakarta -

Ibadah haji dan menginjakkan kaki di Tanah Suci merupakan impian besar bagi setiap umat Islam di seluruh dunia. Di sana, para jemaah akan melaksanakan berbagai rangkaian ibadah haji untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan sepenuh hati.

Setelah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah, setiap jemaah tentu berharap agar ibadah haji yang telah dilakukan menjadikannya seorang haji mabrur. Namun, ada juga yang mendapatkan haji mardud.

Apa itu haji mabrur dan haji mardud?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Haji Mabrur

Dalam buku Catatan Ramadhan karya Kholid Harras, dijelaskan bahwa istilah mabrur berasal dari kata barra-yaburru-barran atau al-barra, yang berarti melakukan kebaikan atau menunjukkan kepatuhan.

Selain itu, kata al-birr merujuk pada makna kebaikan, seperti ketaatan dan kesalehan, serta dapat pula dimaknai sebagai maqbul, yaitu diterima.

ADVERTISEMENT

Secara umum, terdapat dua pemahaman mengenai makna haji mabrur. Pertama, haji mabrur adalah ibadah haji yang dilaksanakan dengan benar dan sesuai dengan tata cara (manasik) yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Kedua, haji mabrur bermakna sebagai haji yang diterima oleh Allah SWT karena dilakukan dengan niat yang tulus dan sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW.

Dalil Haji Mabrur

Mengenai haji yang mabrur, terdapat sejumlah dalil yang menyebut dan menjelaskan tentang hal ini. Dalam sebuah riwayat hadits, dijelaskan tentang haji mabrur sebagai salah satu amalan yang paling afdhal.

سُئِلَ رَسُولُ الله : أَيُّ الْأَعْمَالَ أَفْضَلُ؟ قَالَ إِيْمَانَ باللهِ وَبِرَسُولِهِ، قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: جَهَادٌ فِي سَبِيلِ اللهِ، قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌ مَبْرُورٌ

Artinya: "Rasulullah SAW pernah ditanya, 'Amal apa yang paling afdhal?' Beliau menjawab, 'Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.' Beliau ditanya lagi, 'Setelah itu amal apa?' Beliau menjawab, 'Jihad di jalan Allah.' Beliau ditanya lagi. 'Selanjutnya apa?' Beliau menjawab, 'Haji yang mabrur'." (HR Bukhari dan Muslim)

Selain itu, terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah oleh jamaah kecuali Abu Dawud,

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَج الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاء إِلا الْجَنَّةَ

Artinya: "Umrah hingga umrah berikutnya adalah kafarat (penghapus) dosa yang dilakukan antara keduanya, dan ganjaran bagi haji yang mabrur tidak lain adalah surga."

Bagi kita sebagai umat Islam, barang siapa yang berhasil melaksanakan haji mabrur maka akan mendapat ganjaran berupa surga. Nabi Muhammad SAW bersabda,

تَابِعُوا بَيْنَ الْحَج وَالْعُمْرة، فإنهما ينفيان الفقر والذُّنُوبَ كَما ينفي الكير خبث الحديد خَبَثَ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجِّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إلا الجَنَّةَ

Artinya: "Dekatkan antara pelaksanaan haji dari umrah, sebab keduanya melenyapkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana alat peniup melenyapkan karat besi, emas, dan perak. Ganjaran bagi haji yang mabrur tiada lain adalah surga." (HR at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas'ud)

Pengertian Haji Mardud

Menurut buku Yang Tersembunyi di Balik Ritual Haji karya M. Sadat Ismail, kata mardud berasal dari akar kata radda-yaruddu yang berarti menolak dan mengembalikan. Sebagai maf'ul (objek), mardud berarti ditolak. Oleh karena itu, haji mardud dapat diartikan sebagai haji yang ditolak oleh Allah SWT.

Dalil Haji Mardud

Dalam buku Dakwah Bil Qolam karya Mohammad Mufid dijelaskan bahwa ibadah haji bisa tertolak jika dicampuri hal-hal yang diharamkan atau menyebabkan dosa. Imam al-Ghazali dalam Asrar al-Haj, yang diterjemahkan oleh Mujiburrahman, juga mengutip sebuah hadits tentang haji yang tidak diterima, dikenal sebagai haji mardud.

Dalam riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,

"Barang siapa menyengaja datang ke Baitullah ini sebab pekerjaan haram, maka ia adalah pribadi yang tidak taat kepada Allah SWT. Apabila ia bersiap berangkat, kedua kakinya menaiki kendaraan, kemudian kendaraannya berjalan dan ia berkata, 'Labbaika Allahumma Labbaik (Kami datang menyambut panggilan-Mu ya Allah, kami datang menyambut panggilan-Mu),' maka malaikat berseru dari langit menjawab, 'Tidak ada sambutan untukmu dan tidak ada kebahagiaan bagimu. Pekerjaanmu haram, pakaianmu haram, kendaraanmu haram dan perbekalanmu haram. Pulanglah kamu membawa haji mardud (ditolak), bukan haji mabrur (diterima), dan bergembiralah dengan hajimu yang buruk.'

Apabila seseorang menunaikan haji menggunakan harta halal, ia menaiki kendaraan, kemudian kendaraanya berjalan dan ia berkata, 'Labbaik Allahumma Labbaik', maka malaikat berseru dari langit menjawab, 'Kami menyambut kamu dan semoga kebahagian menyertaimu. Kamu wajib mendapatkan apa yang kamu cintai, kendaraanmu halal dan pakaianmu halal serta perbekalanmu halal, maka pulanglah membawa haji mabrur, bukan mardud, dan mulailah berkerja." (Abu Dzar dalam kitab Manasik)

Ciri-ciri Haji Mabrur

Dalam buku Tanya Jawab Fikih Sehari-Hari karya Mahbub Maafi, dijelaskan bahwa haji mabrur juga disebut sebagai haji maqbul, yaitu haji yang diterima oleh Allah dan dibalas dengan al-birr (kebaikan) berupa pahala. Artinya, haji mabrur adalah ibadah haji yang dijalankan dengan penuh ketaatan dan kesungguhan, sehingga pelaksanaannya bersih dari dosa dan penyimpangan.

Haji mabrur bukan sekadar hasil dari pelaksanaan ibadah haji semata, melainkan memiliki ciri-ciri khusus yang menjadi indikator penerimaannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam buku Dakwah Bil Qolam karya Mohamad Mufid.

Ciri utama dari haji mabrur adalah adanya perubahan nyata dalam perilaku, terutama meninggalkan perbuatan maksiat atau dosa yang sebelumnya kerap dilakukan.

Jika sebelum berhaji seseorang sering lalai dalam beribadah dan melakukan hal-hal yang tidak diridhai Allah, maka setelah menunaikan haji, ia harus memiliki komitmen kuat untuk menjauhi segala bentuk kemaksiatan.

Selain itu, haji mabrur ditandai dengan peningkatan dalam aspek keimanan dan keyakinan. Dalam praktiknya, mereka yang meraih haji mabrur akan mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah.

Misalnya, jika sebelumnya jarang menunaikan sholat berjamaah di masjid, maka pasca haji, ia bertekad untuk melaksanakannya secara rutin. Ibadah lainnya pun dikerjakan dengan lebih khusyuk, ikhlas, dan penuh kesungguhan semata-mata karena Allah SWT.

Wallahu a'lam.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads