Uniknya Tradisi Mappatoppo, Wisuda Haji Khas Jemaah Makassar

Uniknya Tradisi Mappatoppo, Wisuda Haji Khas Jemaah Makassar

Devi Setya - detikHikmah
Rabu, 11 Jun 2025 15:30 WIB
Mappatoppo
Tradisi Mappatoppo Jemaah Haji asal Makassar Foto: Kemenag Sulsel
Jakarta -

Setelah menyelesaikan puncak ibadah haji di Arafah dan Mina, para jemaah haji asal Embarkasi Makassar (Sulawesi Selatan) menggelar sebuah tradisi unik yang sarat makna spiritual dan budaya, yaitu Mappatoppo, atau dikenal juga dengan sebutan "wisuda haji".

Tradisi Mappatoppo merupakan ungkapan syukur sekaligus bentuk pengukuhan simbolik atas gelar "Haji" yang kini resmi disandang. Tradisi ini menjadi ciri khas masyarakat Bugis-Makassar dalam menyambut dan merayakan selesainya rangkaian ibadah haji.

Makna Tradisi Mappatoppo Bagi Jemaah Sulsel

Dikutip dari laman resmi Kemenag Sulsel, Musriadi, Pembimbing Ibadah Kloter 6 UPG menjelaskan, Mappatoppo bukan sekadar prosesi seremonial biasa. Ia menyebut tradisi ini sebagai ekspresi kekhusyukan dan rasa syukur atas kesempatan yang Allah SWT berikan untuk menunaikan ibadah haji dengan lancar dan selamat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tradisi ini adalah wujud rasa syukur atas nikmat Allah SWT. Kita telah menyelesaikan rukun Islam kelima, dan Mappatoppo menjadi lambang keberhasilan spiritual itu," ujarnya.

Prosesi Mappatoppo di Tanah Suci

Tradisi Mappatoppo biasanya digelar di dalam tenda jemaah setelah mereka melaksanakan lempar jumrah aqabah di Mina. Para jemaah mengenakan pakaian rapi dan serba putih, kemudian satu per satu mengikuti prosesi "wisuda".

ADVERTISEMENT

Dalam prosesi ini, seorang perwakilan akan menyematkan jilbab atau sorban di kepala jemaah sebagai simbol pengesahan dan penghormatan atas gelar "Haji" yang telah diperoleh. Suasana semakin khidmat dengan lantunan shalawat dan doa bersama yang mengiringi prosesi.

Musriadi menjelaskan bahwa Mappatoppo menjadi simbol puncak perjalanan spiritual, sekaligus mempererat solidaritas antarjemaah yang telah berjuang bersama selama menjalani ibadah haji.

Menjaga Tradisi di Tanah Suci

Meski berada jauh dari tanah Bugis-Makassar, para jemaah tetap menjaga dan melestarikan tradisi ini sebagai bentuk identitas budaya dan spiritual. Mappatoppo juga menjadi ajang memperkuat kekompakan serta menumbuhkan rasa syukur bersama.

"Kami sebagai ketua kloter sangat bangga melihat semangat dan kebersamaan para jemaah. Ini adalah momen yang memperkuat ukhuwah Islamiyah," ungkap Musriadi.

Selain menyandang gelar "Haji", para jemaah diharapkan bisa membawa pulang semangat spiritual yang membekas dalam perilaku dan keteladanan. Tradisi Mappatoppo bukan hanya menandai akhir dari perjalanan fisik di Tanah Suci, tetapi juga awal dari perjalanan baru sebagai insan yang lebih taat, rendah hati, dan bersyukur.

"Kami berharap tradisi ini terus dilestarikan dan menjadi inspirasi, agar para jemaah pulang membawa nilai-nilai haji yang mabrur dalam kehidupan sehari-hari," tutupnya.




(dvs/inf)

Hide Ads