Kesaksian Jemaah Haji saat Panas Ekstrem, Korban Bergeletakan di Jalan

Kabar Haji 2024

Kesaksian Jemaah Haji saat Panas Ekstrem, Korban Bergeletakan di Jalan

Hanif Hawari - detikHikmah
Senin, 24 Jun 2024 05:00 WIB
Jemaah Haji Terlantar di Muzdalifah Butuh Air dan Makanan (dok Istimewa)
Ilustrasi jemaah haji terlantar di Muzdalifah butuh air dan makanan (foto: dok Istimewa)
Jakarta -

Panas ekstrem di Arab Saudi membuat banyak jemaah haji meninggal dunia. Kurangnya petugas medis menjadi salah satu faktor wafatnya jemaah karena tidak mendapatkan penanganan.

Beberapa jemaah menceritakan kondisi buruk tersebut sepulang mereka menjalani ibadah haji. Banyak yang hilang kesadaran karena cuaca panas yang begitu tinggi hingga mengakibatkan jemaah meninggal dunia di tengah jalan.

Zirrar Ali (40), jemaah haji asal London, Inggris yang baru saja pulang bersama ayahnya (70) mengatakan kepada CNN bahwa pihak berwenang tidak menyediakan cukup air, naungan maupun dukungan medis untuk para jemaah haji selama seminggu dia berada di sana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagi saya, rasanya seperti ada terlalu banyak orang, tidak ada cukup petugas medis, jadi mereka hanya menunggu yang terburuk dari yang terburuk terjadi dan kemudian mereka akan masuk," kata Ali.

Ali menyebut jemaah yang jatuh pingsan seakan menjadi hal yang lumrah. "Saya tidak bisa fokus pada haji saya ketika saya melihat orang-orang ini menderita," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Pemerintah Saudi hanya memegang data jemaah yang terdaftar dan berizin untuk keluar-masuk Makkah yang termasuk dalam kuota negara masing-masing. Sehingga dikhawatirkan ada lebih banyak korban jiwa diantara jemaah yang tidak terdaftar.

Sementara itu, suhu yang sangat tinggi selama Haji, yang tahun ini jatuh pada bulan Juni, menambah beratnya pelaksanaan ibadah.

Meskipun berbagai fasilitas disediakan untuk jemaah, semua jemaah menghabiskan sebagian besar waktu mereka berjalan kaki di bawah terik matahari. Menurut Ali, sangat mengganggu konsentrasi dan keselamatan mereka selama ibadah.

Begitu pun dengan Ahmad (44), jemaah haji asal Indonesia. Ia mengatakan banyak melihat orang jatuh sakit bahkan sekarat karena kepanasan, pun dia tidak melihat petugas kesehatan atau satu pun ambulans di sepanjang jalan.

"Sepanjang perjalanan pulang, saya melihat banyak peziarah yang meninggal. Hampir setiap beberapa ratus meter, ada tubuh tergeletak dan ditutupi dengan kain ihram [kain putih]," ujar Ahmad.

"Setiap kali ada distribusi air dari penduduk lokal atau kelompok tertentu, itu langsung dikerubungi oleh para peziarah," lanjutnya.

Zirrar Ali dan Ahmad menyesalkan infrastruktur dan organisasi yang buruk dari pelaksanaan haji tahun ini. Terutama bagi mereka yang bepergian secara mandiri di luar kelompok tur berlisensi.

Saudi mengharuskan setiap jemaah haji untuk memperoleh salah satu dari 1,8 juta visa resmi yang tersedia untuk mengakses Makkah secara legal. Jemaah haji tanpa izin biasanya tidak dapat menggunakan bus wisata ber-AC atau sekadar akses ke persediaan air dan makanan.

Terlepas dari kemewahan yang ditawarkan kepada beberapa orang, semua jemaah haji menghabiskan sebagian besar hari mereka berjalan di luar ruangan dalam panas terik. Menurut Ali, lima jam berjalan setiap hari adalah angka minimum, tetapi banyak jemaah haji menghabiskan 12 jam di bawah terik matahari per hari.

Meskipun perjalanan jauh adalah bagian mendasar dari pengalaman haji, Ali percaya pemerintah Saudi seharusnya memberikan lebih banyak bantuan.

"Mengambil delapan jam untuk pergi dari A ke B, itu adalah bagian dari kesabaran dan itu dianggap kesulitan. Tapi tidak pernah kami diberitahu 'jika Anda tidak memiliki air selama sepuluh jam, itu dianggap sebagai bagian dari haji' itu tidak dianggap sebagai bagian dari haji, kita harus memberikan kenyamanan dan menjaga diri kita sendiri," jelas Ali.

Keluarga seorang pria tua asal Indonesia yang meninggal selama haji, menyatakan "kebahagiaan" mereka. Sebab, ayahnya dapat dimakamkan di kota suci Makkah setelah menunggu bertahun-tahun untuk berangkat Haji.

Menurut kepercayaan Islam, mati dan dimakamkan di Makkah dianggap sebagai berkah.

"Ayah saya sangat antusias untuk pergi haji. Dia ingin berangkat segera," kata Heru Jumartiyah, putri dari almarhum Ngatijo Wongso Sentono, kepada CNN.

Heru Jumartiyah mengatakan ayahnya yang berusia 86 tahun itu mendaftar untuk ziarah haji pada 2018. Ia melakukan perjalanan ke Makkah bersama istri dan tetangganya yang berusia 83 tahun dari kota Yogyakarta.

CNN telah menghubungi otoritas Saudi mengenai masalah tersebut. Mereka mengatakan belum mendengar kabar tersebut.

Menurut laporan AFP, jemaah haji yang wafat di Tanah Suci pada tahun ini mencapai lebih dari 1.000 orang. Data ini melonjak dari tahun sebelumnya.

Seperti diketahui, musim haji berubah setiap tahun sesuai dengan kalender Islam. Haji 2024 jatuh pada bulan Juni, salah satu bulan terpanas di kerajaan. Tahun ini, panasnya menembus angka 50 derajat Celsius.




(hnh/rah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads