Guru Besar UIN Jakarta Sebut Inovasi Haji Tekan Angka Kematian Jemaah

Kabar Haji 2024

Guru Besar UIN Jakarta Sebut Inovasi Haji Tekan Angka Kematian Jemaah

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Rabu, 19 Jun 2024 17:45 WIB
Guru Besar Hukum Islam UIN Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie
Guru Besar Hukum Islam UIN Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie (Foto: Dok Pribadi)
Jakarta -

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menyebut pemerintah melakukan berbagai inovasi untuk meminimalisir risiko yang terjadi, termasuk secara signifikan mengurangi angka kematian jemaah.

"Kebijakan murur saat di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), keberadaan aplikasi kawal haji dan aplikasi fast track merupakan terobosan yang muncul sebagai respons atas persoalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji sebelumnya," ujar Tholabi, dikutip dalam keterangan resmi yang diterima detikHikmah pada Rabu (19/6/2024).

Lebih lanjut Wakil Rektor UIN Jakarta ini mencontohkan terkait kebijakan murur yang berupa pendorongan sebagian jemaah langsung dari Arafah ke Mina, terutama bagi mereka yang lanjut usia (lansia), risiko tinggi, dan difabel. Skema murur dilakukan tanpa adanya mabit atau berdiam diri di area Muzdalifah yang mana menjadi sebuah terobosan progresif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tholabi menilai kebijakan murur menjadi langkah yang tepat. Terlebih, skema tersebut memenuhi asas perlindungan terhadap jemaah.

Tholabi menuturkan, kebijakan tersebut telah melalui proses istinbath hukum dengan melibatkan ulama dari berbagai organisasi kemasyarakatan Islam. Langkah tersebut dimaksudkan agar kebijakan murur tidak menimbulkan polemik sampai melahirkan keyakinan pada diri jemaah yang mengikuti skema tersebut.

ADVERTISEMENT

"Ini salah satu ijtihad penting Kementerian Agama dalam mengatasi problem empirik ibadah haji saat ini. Kebijakan ini juga secara signifikan mengurangi angka kematian jemaah calon haji yang sangat rawan pada titik ini," lanjut Tholabi.

Wakil Rektor UIN Jakarta itu juga menyinggung soal adanya aplikasi "Kawal Haji" yang menciptakan keterbukaan dalam pengelolaan haji di ranah publik. Pada aplikasi tersebut, ada mekanisme yang disiapkan untuk penerimaan pengaduan, durasi, dan tindak lanjut terhadap aduan. Aplikasi tersebut menurut Tholabi sangat membantu proses identifikasi masalah dan penanganannya secara tepat serta cepat.

Begitu pula dengan layanan fast track pada tahun ini. Dikatakan, layanan tersebut membantu proses imigrasi jemaah calon haji sehingga tidak perlu berlama-lama.

"Harapannya layanan ini terus dikembangkan di semua bandara atau embarkasi," ujar Tholabi.

Terlepas dari berbagai inovasi itu, Tholabi juga mengapresiasi peran Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi yang menjadi faktor penting, khususnya membantu jemaah calon haji lanjut usia. Tagline Haji Ramah Lansia yang telah berjalan dua tahun terakhir ini akan sulit terwujud jika tidak didukung tim pelaksana lapangan yang terampil dan berdedikasi tinggi.

"Petugas haji, baik yang menyertai jemaah (petugas kloter) maupun tidak menyertai jemaah (petugas nonkloter), sejauh ini bekerja optimal," terangnya.

Meski demikian, Tholabi mengatakan, catatan evaluatif tetap harus diperhatikan sebagai ikhtiar perbaikan ibadah haji di waktu mendatang. Sebab, ke depannya terobosan baru sangat dibutuhkan untuk terus meminimalisir risiko.

Ia mencontohkan terkait persoalan penginapan di Mina yang sampai saat ini Pemerintah Saudi belum bisa memperluas area tersebut, padahal jumlah jemaah calon haji terus bertambah.

Walau dalam skala kecil, lanjut Tholabi, Kemenag sejatinya telah menerapkan skema tanazul atau menginap di luar Mina. Ini diutamakan bagi jemaah yang hotelnya berada di dekat dengan Mina, yaitu Syisyah dan Raudhah.

"Saya kira ini akan menjadi alternatif solusi mengatasi persoalan keterbatasan tenda penginapan di Mina. Tentu harus diperhitungkan segala sesuatunya, termasuk permasalahan hukum Syariahnya," pungkasnya.




(aeb/rah)

Hide Ads