PBNU dan MUI menerbitkan fatwa mengenai murur di Muzdalifah untuk sebagian jemaah tanpa turun dari kendaraan. Lantas apa itu murur di Muzdalifah?
Dilansir situs Kemenag RI (31/05/2024) dalam Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama yang dihadiri juga oleh perwakilan dari Kementerian Agama RI, Staf Khusus Menteri Agama RI Ishfah Abidal Aziz dan Direktur Bina Haji Arsad Hidayat.
Murur di Muzdalifah adalah bermalam dengan cara melintas, setelah melakukan wukuf di Arafah. Jemaah tetap berada di dalam bus saat melewati Muzdalifah tanpa turun, kemudian bus membawa mereka langsung menuju tenda di Mina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah memutuskan bahwa Mabit di Muzdalifah secara murur hukumnya sah jika murur di Muzdalifah tersebut melewati tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah, karena mencukupi syarat mengikuti pendapat wajib mabit di Muzdalifah," kutipan dari Lampiran Keputusan Pengurus Besar Harian Syuriyah NU, Jumat (31/5/2024).
Murur di Muzdalifah adalah mabit yang dilakukan sebelum tengah malam tanggal 10 Zulhijah, maka bisa mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah.
Pendapat ini didukung oleh beberapa ulama. Misalnya, dalam Hasyiyah al-Jamal 'ala Syarh al-Manhaj, disebutkan bahwa Zakariya al-Anshari menyatakan bahwa mabit sebentar adalah wajib, namun ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa mabit itu sunnah. Ar-Rafi'i bahkan menganggap pendapat ini lebih kuat.
Dalam Hasyiyah Ibn Hajar 'ala Syarh al-Idhah, dijelaskan bahwa terdapat dua pendapat asy-Syafi'i mengenai mabit di Muzdalifah: ada yang mengatakan wajib dan ada yang mengatakan sunnah.
Jika seseorang mengikuti pendapat bahwa mabit itu wajib, maka dam juga menjadi wajib. Sebaliknya, jika mengikuti pendapat bahwa mabit itu sunnah, maka dam juga hanya sunnah.
Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama memutuskan bahwa kepadatan jemaah di area Muzdalifah dapat dianggap sebagai alasan yang sah untuk meninggalkan mabit di Muzdalifah.
Dengan demikian, haji tetap sah dan tidak ada kewajiban membayar dam. Hal ini karena kerumunan jemaah yang padat berpotensi menimbulkan mudharat atau kesulitan serta mengancam keselamatan jiwa jemaah.
"Menjaga keselamatan jiwa (hifdu an-nafs) pada saat jemaah haji saling berdesakan termasuk udzur untuk meninggalkan mabit di Muzdalifah," kesimpulan musyawarah.
Selain itu, menurut Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia Majelis Ulama Indonesia (MUI) dijelaskan bahwa jika jamaah haji melakukan perjalanan melewati dan berhenti sejenak di Muzdalifah setelah tengah malam tanpa turun dari kendaraan, itu dianggap sebagai pelaksanaan murur.
Sementara itu, mabit di Muzdalifah adalah salah satu kewajiban haji, dan jika tidak dilakukan, jamaah harus membayar dam. Mabit di Muzdalifah dilakukan dengan berada di Muzdalifah, meskipun hanya sesaat setelah tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah.
Jika berhenti atau sejenak berada di Muzdalifah sebelum tengah malam, maka mabit di Muzdalifah dianggap tidak sah. Jamaah diwajibkan membayar dam karena mabit di Muzdalifah merupakan salah satu kewajiban haji.
Dalam kondisi uzur syar'i, seperti keterlambatan perjalanan dari Arafah ke Muzdalifah yang menyebabkan jamaah haji tidak dapat mabit di Muzdalifah, jamaah tidak diwajibkan membayar dam.
Selain itu, Forum ijtima ulama ini dihadiri oleh 654 peserta, termasuk pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan fakultas Syariah dari perguruan tinggi Islam, pimpinan pesantren tinggi ilmu-ilmu fiqih.
Perwakilan lembaga fatwa dari negara-negara ASEAN dan Timur Tengah (termasuk Malaysia dan Qatar), individu cendekiawan Muslim dan ahli hukum Islam, serta peneliti sebagai peninjau.
Forum ini merekomendasikan agar Kementerian Agama RI dan/atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dapat mengatur pergerakan jamaah berdasarkan gelombang dari Arafah ke Muzdalifah dan Mina, terutama untuk gelombang terakhir jamaah haji yang bergerak dari Arafah dan melewati Muzdalifah setelah tengah malam.
Demikianlah penjelasan mengenai murur di Muzdalifah, mabit dengan cara murur diperbolehkan asal dengan syarat-syarat tertentu.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Merapat! Lowongan di BP Haji Bisa untuk Nonmuslim