Kisah Anak Marbot Jadi Pendamping Haji-Umroh Para Jenderal

Kisah Inspiratif Para Muthowif (1)

Kisah Anak Marbot Jadi Pendamping Haji-Umroh Para Jenderal

Sudrajat - detikHikmah
Kamis, 09 Mei 2024 12:10 WIB
Ustaz H. Muhammad Gazali Nawawi, BA
Ustaz H. Muhammad Gazali Nawawi (Foto: Dok. Maktour)
Jakarta -

Selain Prof H. Ahmad Thib Raya, KH Muhammad Gazali Nawawi tergolong muthowif (ustaz pemandu jemaah) senior yang biasa mendampingi calon jemaah haji dan umrah besama Maktour. Selepas dari Pondok Pesantren Moderen Gontor, lelaki kelahiran Solok, Sumatera Barat, 13 Okober 1961 itu, meraih Sarjana Psikologi dari Universitas Indonesia pada 1988.

Lulus dari UI, dia bekerja sebagai staf lokal di Kedutaan Arab Saudi hingga 1992. Selama empat tahun itulah dia biasa berinteraksi dengan para petugas biro haji - umrah yang mengurus visa.

Salah satunya dari Nasatur. Kala itu dia tergolong biro haji dan umrah cukup besar selain Tiga Utama. Gazali pun kemudian ikut bergabung dan berhenti dari kedutaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kala itu, menurut Gazali, muthowif tak cuma harus menguasai pengetahuan terkait ibadah wajib maupun sunah dalam haji atau umrah. Tapi juga ikut mengurusi administrasi calon jemaah, penginapan, tiket pesawat hingga transportasi selama di Makkah dan Madinah.

"Saya pernah membawa 80 jemaah dan bersama seorang pengurus harus mengurus A-Z," tuturnya saat berbincang dengan detikHikmah sebelum manasik haji di Wisma Maktour, akhir pekan lalu.

Karena pengetahuan dan jaringan yang dimilikinya, banyak pihak mengajak Gazali untuk berkerja sama mengelola bisnis perjalanan haji dan umrah. Namun dia merasa tak cocok mengurusi bisnis dan lebih suka fokus menjadi muthowif.

Gazali mengaku pertama kali menunaikan haji pada 1996. Sejak itu dia nyaris setiap tahun menunaikan ibadah haji.

ADVERTISEMENT

Cuma tiga kali dia tak ke Tanah Suci, yakni pada 2002 karena diminta sang ibu untuk mengurus ayahnya yang sakit. dan saat pandemik Covid-19 melanda semua negara pada 2020 dan 2021.

"Waktu ibu melarang saya jadi muthowif, saya patuh karena kondisi Ayah yang terkena stroke kian memburuk. Ayah meninggal tepat di Hari Idul Adha 2002," kenang Gazali.

Selama lebih dari 20 tahun menjadi muthowif, dia mendapat julukan sebagai pendamping khusus para jenderal. Hal itu karena dia pernah memandu beberapa pejabat tinggi di kepolisian.

Seperti Kapolri Jenderal Roesmanhadi (1998-2000), Jenderal KPH Rusdiharjo yang menjadi Kapolri pada 4 Januari 2000 - 22 September 2000, Jenderal Daรญ Bachtiar (November 2001 - Juli 2005), Jenderal Sutanto (Juli 2005 - September 2008), Jenderal Bambang Hendarso Danuri (2008 - 2010).

Khusus dengan Bambang Hendarso, dia mulai mengenalnya sejak masih berpangkat Kombes. Sewaktu menjabat Kabareskrim, pria yang akrab disapa BHD itu mengontak dan meminta Gazali untuk menjadi pendamping umrah.

"Setiap minggu BHD khataman qur'an bersama anak-anak dari PTIQ. Pak Sutanto juga setiap Kamis malam mengadakan pengajian di rumahnya. Saya biasa diminta oleh Ibu Sutanto untuk memberikan tausyiahnya," tutur Gazali.

Selama bertahun-tahun bertemu dan memandu para pejabat dan pengusaha besar menunaikan haji dan umrah, dia memaklumi bila mereka memiliki ego yang tinggi. Namun setelah berhaji, rata-rata mereka sedikit-banyak akan berubah.

Sebab salah satu makna berhaji adalah menghancurkan semua sifat. Seperti ingin dipuji, merasa berkuasa dan kaya raya. Padahal hakekatnya semua milik Allah SWT.

"Kita manusia ini kan cuma dititipi saja, itu pun cuma sesaat," tegas Gazali.




(jat/hnh)

Hide Ads