Prof Tjandra, seorang Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, membagikan pengalaman umrahnya di Arab Saudi pada beberapa minggu lalu. Kesan baik yang dialaminya saat umrah tidak hanya berhenti pada bagian peniadaan kunjungan ke peternakan unta.
Pasalnya, ada risiko penularan penyakit Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) usai kasus pertama MERS CoV Malaysia dikabarkan terdeteksi setelah pasien berkunjung ke peternakan unta di Arab Saudi. "Adalah bagus bahawa sekarang jamaah umrah kita hanya ke kebun kurma dan tidak dibawa lagi jalan-jalan ke peternakan unta, yang dulu sering jadi paket kunjungan pula," kata Prof Tjandra.
Sebaliknya, sesuai dengan bidang yang ditekuninya, Prof Tjandra juga menyoroti perkara kesehatan yang ada di tanah Arab tersebut mulai dari ketatnya aturan apotek, aturan rokok, hingga antrean layanan kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria bernama lengkap Prof Tjandra Yoga Aditama ini bercerita, praktik perdagangan antibiotik di apotek wilayah Kota Makkah dan Madinah sudah jauh lebih ketat dari sebelumnya. Menurutnya, pembeli baru dapat dilayani oleh apotek tersebut dengan syarat memiliki resep dari dokter.
"Ini hal yang amat baik karena penjualan bebas antibiotika tanpa resep dokter akan berujung ke terjadinya pandemi senyap Antimicrobial Resistance (AMR)," kata dia yang membagikan ceritanya pada detikHikmah, Minggu (29/1/2023).
Atas aturan tersebut, Prof Tjandra mengenang aturan AMR tingkat dunia yang pernah dibuat oleh seorang dokter wanita dari Arab Saudi yang saat itu menjabat sebagai koordinator AMR di WHO Jenewa. Prof Tjandra yang juga menjabat koordinator AMR di WHO Asia Tenggara pun mengapresiasi dokter wanita tersebut.
"Rupanya dia walk the talk, membuat aturan AMR tingkat dunia dan berhasil menerapkannya di negaranya sendiri juga," tuturnya.
Selain itu, hal lain yang turut menarik perhatian Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kabalitbangkes Kemenkes RI ini adalah pelarangan merokok di tempat umum dari pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan penuturannya, pelarangan tersebut masih langgeng diterapkan sejak ia pertama kali menunaikan haji pada 1990 lalu.
Saat itu, kata Prof Tjandra, pelarangan tidak hanya berlaku di sekitar Masjidil Haram, Makkah dan Masjid Nabawi, Madinah. Namun, aturan juga menyeluruh sampai ke tempat penginapan yang menerapkan denda bagi yang melanggarnya.
"Di lobby hotel saya tertulis peringatan pemerintah setempat bahwa dilarang merokok sampai jarak sekitar 10 meter dari hotel, dan kalau tertangkap dendanya 200 riyal atau sekitar Rp 800 ribu," beber Prof Tjandra yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI.
Untuk memberikan pandangan yang imbang, Prof Tjandra juga menyoroti pengalaman kurang mengenakkan dari salah satu kerabatnya. Temannya tersebut diceritakan hendak membawa orang tuanya yang sakit untuk berobat ke salah satu klinik di Madinah, sayangnya ada antrean mengular hingga sekitar 50 orang.
"Akhirnya dia batal berobat karena kasihan kalau orang tuanya tambah sakit nantinya," cerita Prof Tjandra.
Untuk itu, Prof Tjandra berharap ada tambahan fasilitas pelayanan kesehatan di Makkah dan Madinah. Hal itu juga berlaku untuk pemberian fasilitas khusus bagi pasien dengan sakit berat dan lansia dengan kursi roda.
Meski demikian, Prof Tjandra tetap berharap Indonesia bisa meniru aturan baik yang sudah diterapkan oleh Arab Saudi seperti pengetatan larangan merokok di tempat umum. Tujuannya agar masyarakat luas dapat menghirup udara bersih sehat bebas asap rokok.
Selain itu, ia juga berharap, apotek di Indonesia bisa memperketat praktik perdagangan antibiotik dengan mensyaratkan resep dari dokter. "Mudah-mudahan semua apotek kita juga ketat menjaga aturan, jangan bolehkan orang membeli antibiotika tanpa resep dokter, itu akan merugikan pasiennya sendiri," tukasnya.
(rah/lus)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana