Teks Khutbah Jumat tentang Akhlak dan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan

Teks Khutbah Jumat tentang Akhlak dan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan

Indah Fitrah - detikHikmah
Jumat, 01 Agu 2025 10:15 WIB
Suitable to use as Social Media Content, Greeting Cards, UI, Landing Page, Mobile Apps, Cover Illustration, Poster and Website. Vector Illustration
Ilustrasi khutbah Jumat. Foto: Getty Images/whisnu anggoro
Jakarta -

Khutbah Jumat memiliki peran penting dalam menyampaikan ajaran Islam kepada umat. Melalui mimbar khutbah, nilai-nilai keimanan, akhlak, dan kepedulian sosial disampaikan secara langsung, menyentuh persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nahl ayat 125,

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ

Arab latin: Ud'u ilā sabīli rabbika bil-ḥikmati wal-mau'iẓatil-ḥasanati wa jādilhum bil-latī hiya aḥsan(u),
Artinya: Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ayat ini mengajarkan bahwa pesan kebaikan perlu disampaikan dengan cara yang bijak dan membangun.

Teks Khutbah Jumat

Berikut contoh teks khutbah yang dikutip dari buku Kumpulan Naskah Khutbah Jum'at Aktual terbitan Direktorat Penerangan Agama Islam, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI.

ADVERTISEMENT

1. Islam Agama Rahmatan lil 'Alamin

KHUTBAH I

Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah,

Marilah kita bersyukur kepada Allah SWT atas tiga nikmat besar yang telah diberikan kepada kita. Pertama, kita patut bersyukur karena telah diciptakan sebagai manusia, bukan sebagai hewan atau tumbuhan. Kedua, kita bersyukur karena hidup di negeri Indonesia yang subur, makmur, dan kaya akan air, hewan ternak, buah-buahan, serta tumbuh-tumbuhan. Ketiga, kita bersyukur karena Allah telah memberikan petunjuk kepada kita untuk memeluk agama Islam, satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 19:

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ

Arab latin: Innad-dīna 'indallāhil-islām(u),

Artinya: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam."

Dan dalam ayat lain, Allah berfirman dalam surah Ali Imran ayat 85:

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Arab latin: Wa may yabtagi gairal-islāmi dīnan falay yuqbala minh(u), wa huwa fil-ākhirati minal khāsirīn(a).

Artinya: "Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi."

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Islam berasal dari kata salam yang bermakna damai, selamat, dan sejahtera. Seorang Muslim seharusnya menjadi pribadi yang menebarkan rasa aman dan ketenangan bagi lingkungan sekitarnya. Tolak ukur keislaman seseorang terletak pada akhlaknya.

Akhlak adalah inti dari risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Rasulullah bersabda "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."

Mungkin ada yang bertanya, benarkah Rasulullah diutus hanya untuk memperbaiki akhlak? Renungkanlah kembali sabda tersebut. Pertanyaan tentang apa tujuan utama diutusnya Rasul dijawab oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Al-Anbiya ayat 107,

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Arab latin: Wa mā arsalnāka illā raḥmatal lil-'ālamīn(a).

Artinya: "Kami tidak mengutusmu (wahai Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam."

Coba kita renungkan. Bila sebuah masyarakat dipenuhi oleh kecurangan, pengkhianatan, dan kejahatan, mungkinkah masyarakat tersebut dipenuhi rahmat? Atau bila dalam sebuah keluarga tumbuh rasa benci, dengki, dan dendam, di manakah rahmat itu akan terlihat?

Ada hubungan yang erat antara sabda Rasul, "Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia," dengan firman Allah, "Kami tidak mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam." Artinya, rahmat bagi alam semesta hanya dapat terwujud jika manusia memiliki akhlak mulia.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Mungkin ada yang berkata, "Tentu kami setuju bahwa akhlak itu penting. Tapi bukankah ibadah seperti shalat, puasa, haji, dan zikir lebih utama?" Jawabannya, justru akhlak adalah tujuan utama dari semua ibadah tersebut.

Ibadah sejatinya bukan sekadar gerakan atau rutinitas, tetapi harus memberi pengaruh pada pembentukan karakter. Allah SWT berfirman dalam surah Al-'Ankabut ayat 45,

اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ

Arab latin: Utlu mā ūḥiya ilaika minal-kitābi wa aqimiṣ-ṣalāh(ta), innaṣ-ṣalāta tanhā 'anil-faḥsyā'i wal-munkar(i),

Artinya: "Dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar."

Artinya, jika seseorang rajin shalat namun tetap melakukan keburukan, maka shalatnya belum memberi dampak yang semestinya. Dalam hadits Qudsi disebutkan bahwa Allah SWT hanya menerima shalat dari orang yang memiliki sikap tawaduk, tidak menyakiti makhluk-Nya, menjauhi maksiat, banyak berzikir, serta memiliki kasih sayang terhadap orang fakir, janda, pejuang di jalan Allah, dan mereka yang ditimpa musibah.

Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan antara ibadah dan akhlak sangat erat. Ibadah tanpa akhlak ibarat pohon tanpa buah. Shalat, puasa, zakat, dan haji semuanya harus bermuara pada pembentukan pribadi yang berakhlakul karimah.

Semoga Allah SWT menjadikan ibadah-ibadah kita sebagai sarana untuk membentuk akhlak mulia dan pribadi yang penuh kasih sayang. Aamiin.

KHUTBAH II

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم
بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم
تلاوته إنه هو السميع العليم. أقول قولي هذا
وأستغفر الله العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين
والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه
هو الغفور الرحيم

Arab latin: Bārakallāhu lī wa lakum fī al-Qur'āni al-'aẓīm, wa nafa'anī wa iyyākum bimā fīhi mina al-āyāti wa al-dzikri al-ḥakīm, wa taqabbala minnī wa minkum tilāwatahu, innahu huwa al-Samī'u al-'Alīm. Aqūlu qawlī hāżā, wa astaghfirullāha al-'Aẓīma lī wa lakum wa lisā'iri al-Muslimīn wa al-Muslimāt, wa al-Mu'minīn wa al-Mu'mināt. Fastaghfirūh, innahu huwa al-Ghafūru al-Raḥīm.

Artinya: Semoga Allah memberkahi aku dan kalian dalam Al-Qur'an yang agung, dan memberi manfaat kepadaku dan kalian dari ayat-ayat dan dzikir yang penuh hikmah, serta menerima tilawahku dan kalian. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Aku menyampaikan perkataanku ini dan memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung untukku dan untuk kalian, serta untuk seluruh kaum Muslimin dan Muslimat, Mukminin dan Mukminat. Maka mohonlah ampun kepada-Nya. Sungguh Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

2. Transformasi Nilai-nilai Agama dalam Kehidupan Sehari-hari

Hadirin sidang Jumat yang berbahagia,

Misi pembangunan nasional sebagaimana disebut dalam RPJPN 2005-2025, salah satunya adalah mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Kata kunci seperti "berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab" merupakan ranah agama. Dalam hal ini, agama diharapkan berperan besar dalam membentuk karakter bangsa sesuai dengan nilai-nilai tersebut.

Agama memiliki andil besar dalam proses pembentukan karakter. Sejak dahulu, agama telah memberikan bimbingan dan kontrol sosial kepada umatnya. Ajaran-ajaran agama yang menjunjung tinggi kejujuran, kesetaraan, dan saling menghormati merupakan bagian dari kontribusi agama dalam membentuk tatanan sosial yang adil dan damai. Jika agama diajarkan dan diamalkan secara benar, maka ia akan memberikan pengaruh positif dalam membentuk karakter yang baik.

Agama seharusnya menjadi sumber utama penguatan nilai-nilai etika, moral, dan karakter bangsa. Oleh karena itu, agama harus memperkuat integrasi, bukan menjadi faktor perpecahan. Agama mendorong etos kerja dan kemajuan bangsa serta menjadi penguat dalam menghadapi persoalan-persoalan seperti kemiskinan, kebodohan, dan kerusakan lingkungan. Jika bangsa ini berpegang teguh pada nilai-nilai agama, maka identitas luhur bangsa akan tetap terjaga, meskipun dihadapkan pada pengaruh luar yang kuat.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah,

Sejak zaman kemerdekaan, agama merupakan salah satu pondasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semangat perjuangan yang dilandasi oleh nilai-nilai agama berperan besar dalam membebaskan bangsa ini dari penjajahan dan dalam proses pembangunan nasional. Keberagaman suku, bahasa, budaya, dan agama di Indonesia tidak menjadikan bangsa ini terpecah. Sebaliknya, Indonesia justru menampilkan kehidupan yang damai, setara, dan saling menghormati.

Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia tidak pernah menjadi kekuatan yang menghegemoni. Bahkan, agama telah memimpin arah kemajuan dan modernitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika sebagian negara menolak demokrasi, Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim justru mampu mengamalkannya dengan baik tanpa adanya pertentangan prinsipil antara ajaran Islam dan sistem demokrasi.

Agama selalu mengajarkan dua dimensi yang saling terkait, yaitu dimensi spiritual dan dimensi sosial. Agama mengajarkan kesalehan individu, ketaatan kepada Allah melalui pelaksanaan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Di sisi lain, agama juga mengajarkan kesalehan sosial, yakni berperilaku baik terhadap sesama, terlepas dari perbedaan latar belakang. Inilah dua fungsi utama agama.

Perlu menjadi perhatian bersama bahwa agama yang berkembang di Indonesia memiliki kekuatan besar untuk menciptakan kehidupan yang berkeadaban dan berkeadilan sosial. Pertanyaannya, bagaimana ajaran agama memandang hubungan horizontal antar sesama manusia dalam masyarakat yang beragam ini?

Hadirin sidang Jumat yang mulia,

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, agama memiliki kontribusi besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Islam, yang telah menjadi bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa, memiliki kepedulian tinggi dalam membentuk karakter yang saleh secara spiritual maupun sosial. Islam mengandung nilai-nilai universal yang bisa diterima oleh seluruh umat manusia.

Islam sebagai wahyu dari Allah SWT memuat ajaran yang universal. Nilai-nilainya tidak hanya berlaku untuk umat Islam, tetapi juga memberi rasa aman dan damai bagi umat agama lain. Islam sejalan dengan naluri manusia yang mencintai perdamaian dan menjamin hak-hak pribadi setiap orang.

Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nur ayat 27:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتًا غَيْرَ بُيُوْتِكُمْ حَتّٰى تَسْتَأْنِسُوْا وَتُسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَهْلِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Arab latin: Yā ayyuhal-lażīna āmanū lā tadkhulū buyūtan gaira buyūtikum ḥattā tasta'nisū wa tusallimū 'alā ahlihā, żālikum khairul lakum la'allakum tażakkarūn(a).

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Demikian itu lebih baik bagimu agar kamu mengambil pelajaran.

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi privasi dan kesopanan. Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini menjadi prinsip umum untuk menjaga etika dan tata krama dalam pergaulan sosial. Contohnya, dalam dunia bisnis, seseorang harus mengikuti prosedur hukum dan perizinan yang berlaku agar usaha yang dijalankan legal dan bermanfaat.

Islam juga menjamin kebebasan beragama, selama tidak merugikan orang lain. Allah SWT berfirman dalam surah Yunus ayat 99,

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ

Arab latin: Wa lau syā'a rabbuka la'āmana man fil-arḍi kulluhum jamī'ā(n), afa anta tukrihun-nāsa ḥattā yakūnū mu'minīn(a).

Artinya: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di muka bumi. Apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?"

Ayat ini menunjukkan bahwa keyakinan adalah hak dasar individu yang tidak bisa dipaksakan. Dalam sebuah riwayat, ketika Khalifah Abu Bakar mengutus Yazid dalam suatu misi, beliau berpesan:

"Engkau akan menemukan suatu kaum yang mengkhususkan diri beribadah di biara-biara, maka biarkanlah mereka."

Pesan ini menunjukkan bahwa perbedaan keyakinan harus dihormati dan tidak menjadi alasan untuk menyakiti.

Namun, kebebasan bukan berarti bebas tanpa batas. Kebebasan harus tetap menghormati hak-hak dasar orang lain. Tidak diperkenankan menafsirkan ajaran Islam secara serampangan yang justru menyakiti kelompok lain. Kemunculan aliran sesat atau paham menyimpang bukanlah bentuk kebebasan beragama, melainkan bentuk penyimpangan yang merusak.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah,

Islam yang kita anut bukan hanya menyangkut ibadah ritual, tetapi juga mencakup dimensi sosial. Pengamalan Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus mencerminkan solidaritas dan persaudaraan.

Jika kita benar-benar memahami Islam, akan kita temukan nilai-nilai luhur yang menjadi tonggak kedamaian dan kerukunan di tengah masyarakat. Nilai-nilai Islam menjadi tali pengikat kehidupan manusia dalam semangat kasih sayang, saling menghargai, dan menjunjung kejujuran.

Dalam dunia kerja pun, Islam mengajarkan pentingnya dedikasi, loyalitas, dan integritas. Kita adalah pelayan umat. Amanah yang diberikan kepada kita adalah untuk melayani kebutuhan umat, baik dalam pendidikan, pembinaan, maupun konsultasi keagamaan. Karena itu, paradigma yang harus dibangun adalah bahwa seorang pegawai bertugas untuk melayani, bukan dilayani.

Pernyataan dalam Al-Qur'an bahwa Islam adalah rahmatan lil 'alamin adalah tantangan sekaligus motivasi bagi umat Islam untuk mewujudkannya. Semangat ini akan menjadi perekat bagi kedamaian dan kerukunan di negeri kita tercinta, Indonesia.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم




(inf/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads