Said melepas pedal perseneling terakhir. Dalam sekali tarikan nafas, bunga-bunga beterbangan di taman jiwanya. Menebar putik dan hormon bahagia. Ia mengetam bunga suka cita sekali dalam setahun. Setiap Ramadan. Dan selalu di penghujung bulan suci. Di tahun ini, Said "toron" (pulang kampung--Madura) tidak sendiri. Di belakang, duduk ibunya, Tija. Mengenang kisah "Ali Topan Anak Jalanan", Said tampak gagah di atas motor, berbantal rindu yang memuncak.
Motor yang ditunggangi tampak mulai kelelahan. Nyaris 119 kilometer. Malang ke Bangkalan. Jarak yang tidak pendek. Waktu yang tidak sebentar. Kurang lebih empat jam perjalanan. Saat roda depan mencium ujung jembatan Suramadu, Said sudah merasa entah di mana. Rasa senang membalut diri. Ada sosok ayah melintas di bola matanya. Satu per satu kerabat dan sanak memenuhi ruang bawah sadarnya. Suasana pikuk lebaran tahun lalu, kembali datang membayang.
Ketika kesadaran belum sepenuhnya kembali, mobil Avanza mengempas motor Said. Ibu terpental. Kepala bagian belakang menghantam aspal. Syaraf-syaraf halus di tengkorak perempuan lewat paruh baya itu, terputus. Jatuh tergolek. Darah mengucur deras. Orang-orang bersatu dalam pekik mengiris hati. Luruh dalam derai air mata. Tija pingsan. Wanita 59 tahun membeku di perut ambulance. Kesadarannya terbang bersama lengking sirene. Angin sendu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Said? Said mana? Lolongan panjang orang-orang bak di hutan belantara. Ada tubuh diseret Avanza. Terdengar suara kreteg-kreteg. Laksana orang dewasa menekan bilah bambu kering dengan lutut. Kaki kanan Said remuk. Serpihan daging berceceran. Seperti ibunya, Tija, pemuda 21 tahun itu pingsan. Ketika sadar, Said sudah tergolek di kawasan Karang Menjangan, Surabaya. Berpisah dari ibunya yang masih bisa ditangani di rumah sakit di Bangkalan. Said tidak.
"Beruntung yang nabrak, orangnya baik," ujar Muhammad Said ketika ditemui tim uji petik dari Pusdatin Kemensos RI, Senin awal pekan lalu. Ia tinggal di desa Sanggra Agung, Socah, Bangkalan. Diakui Said, penabrak itu membawa dia ke rumah sakit. Seluruh kebutuhan dan biaya selama dirawat, dia tanggung. Tim dokter membelah punggung kanan Said dan mengambil sebagian daging untuk mengganti daging betis kanan yang hilang. 6 bilah besi jadi sumpit penguat.
Lempengan-lempengan besi itu sudah 8 tahun menjadi penguat kaki Said. Saat keluar dari rumah menemui pendamping untuk uji petik data penerima atensi dari Kemensos, Said berjingkat. Tangan kanan menjinjing lipatan sarung. Sudah delapan tahun Said tidak mengenakan celana. Membayangkan bisa duduk dengan posisi normal saja, siapa pun akan jatuh iba. Terlebih saat tidur. Besi-besi pasti akan sangat menyulitkan Said mengatur posisi saat istirahat malam.
Semua berawal dari ketika Said dan ibunya mudik di akhir Ramadan, 30 Mei 2017 lalu. Dengan rasa bahagia yang meluap, Said menyiapkan oleh-oleh khas Malang, apel dan sejumlah penganan hasil produksi buah berasa asam itu. Kripik apel, asinan apel dan lainnya. Dia taruh buah apel di bagian depan dan sekian baju baru di sela-sela tempat duduk ibunya. Said membeli baju baru untuk ayahnya agar dipakai saat lebaran. Ia sangat sayang ayahnya.
Dan, kabar Said dilindas mobil adalah lonceng kematian bagi Moh. Jari, ayahnya. Lelaki 70 tahun itu limbung. Jari terpukul berat dan rasa itu tidak pernah hilang sampai sekarang. "Sejak mendapat kabar kecelakaan, bapak saya tidak bisa hidup normal. Berita itu seperti tidak mau pergi. Tinggal dalam telinga bapak. Terngiang-ngiang terus. Mulai saat itu pendengaran bapak tidak normal. Tidak bisa mendengar. Jiwanya terguncang. Tidak pulih sampai saat ini."
Said melirik Jari di sampingnya. Saat Trima Mustafa dari Pusdatin menyapa, tatapan Jari kosong. "Kayak ODGJ, Pak," sergah Said sambil melempar senyum. Kini di rumah itu, bukan saja Said yang "berkebutuhan khusus" tapi juga bapak dan ibunya. Namun Said tak pernah kehilangan senyum. Persis namanya yang berarti yang berbahagia. Menurut Korcam PKH (Program Keluarga Harapan) Socah, Khoirul Amali, Said terbilang anak kesayangan Jari.
Jari rela melepas Said bekerja di Malang karena ia paham benar mental ulet anak sulungnya itu. Selama lima tahun ia berkutat dengan jasa percetakan dan selama lima tahun itu pula Said menjadi tulang punggung keluarga yang kurang beruntung ini. Said rutin menyisihkan sebagian hasil kerjanya agar bisa membantu orang tuanya di kampung. Said memang agak beda. Ia tampan. Kulitnya terang. Wajahnya mirip aktor top India, Amir Khan, kata tetangga.
Lebih dari itu, Said beruntung karena semangat hidupnya tak pernah padam. Dengan betis kanan yang sepenuhnya tertancap 6 bilah besi, Said adalah gambaran khas tentang pentingnya agenda penguatan mental spiritual bagi para korban terdampak bencana. Sisa trauma guncangan jiwa, akan lebih mudah direhabilitasi lewat jalan spiritual dan melalui penguatan nilai-nilai keagamaan. Dari penabrak, Said dapat bantuan kruk, kursi roda, dan biaya perawatan selama sebulan. "Dari pemerintah dapat BPNT," katanya lirih.
"Alhamdulillah selebihnya bisa pakai BPJS, Pak," kata Said berkisah. Dengan senang hati Said memamerkan hasil kerajinan sangkar burung yang dia buat. Jika fisiknya terasa nyaman dan kakinya tidak sedang nyeri, Said bisa dengan mudah menyelesaikan 20 hingga 40 buah sangkar dalam sebulan. "Lumayan, Pak. Alhamdulillah satu sangkar bisa dapat keuntungan 12 ribu rupiah. Jadi, sebulan rata-rata bisa ngumpulin uang 240 hingga 480 ribu," ujar Said ceria.
Said adalah tipe pemuda yang pantang menyerah. Pantang surut dengan semua keterbatasan yang ada pada dirinya. Ia tergolong manusia yang berhasil lulus dari situasi yang dapat menjebak siapa saja dalam labirin keputusasaan. Said beroleh kejernihan batin sehingga ia dapat menegosiasikan takdirnya dengan Sang Maha menentukan, Tuhan YME. Said mengaku tak pernah berhenti bersyukur karena Tuhan akan selalu hadir jika kita benar-benar tulus menerima ketetapan-Nya. (*)
Ishaq Zubaedi Raqib
Staf Khusus Menteri Sosial RI Bidang Pemberdayaan dan Penanganan Fakir Miskin
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Rekening Isi Uang Yayasan Diblokir PPATK, Ketua MUI: Kebijakan yang Tak Bijak
PBNU Kritik PPATK, Anggap Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Serampangan