Keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam merubah dunia dan membangun peradaban umat manusia, selain karena taufiq (pertolongan) Allah, juga tidak lepas di antaranya karena adanya peristiwa Isra dan Mikraj.
Peristiwa yang spektakuler ini diabadikan Allah SWT di 2 tempat di dalam Al Qur'an.
Pertama firman Allah SWT:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ψ³ΩΨ¨ΩΨΩΩ°ΩΩ Ω±ΩΩΩΨ°ΩΩΩ Ψ£ΩΨ³ΩΨ±ΩΩΩ° Ψ¨ΩΨΉΩΨ¨ΩΨ―ΩΩΩΫ¦ ΩΩΩΩΩΩΨ§ Ω ΩΩΩΩ Ω±ΩΩΩ ΩΨ³ΩΨ¬ΩΨ―Ω Ω±ΩΩΨΩΨ±ΩΨ§Ω Ω Ψ₯ΩΩΩΩ Ω±ΩΩΩ ΩΨ³ΩΨ¬ΩΨ―Ω Ω±ΩΩΨ£ΩΩΩΨ΅ΩΨ§ Ω±ΩΩΩΨ°ΩΩ Ψ¨ΩΩ°Ψ±ΩΩΩΩΩΨ§ ΨΩΩΩΩΩΩΩΫ₯ ΩΩΩΩΨ±ΩΩΩΩΩΫ₯ Ω ΩΩΩ Ψ‘ΩΨ§ΩΩΩ°ΨͺΩΩΩΨ§Ω Ϋ Ψ₯ΩΩΩΩΩΩΫ₯ ΩΩΩΩ Ω±ΩΨ³ΩΩΩ ΩΩΨΉΩ Ω±ΩΩΨ¨ΩΨ΅ΩΩΨ±Ω
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS Al Israa' [17]: 1).
Yang kedua, di dalam QS An Najm [53] ayat 13 hingga 18.
Kemudian diperkuat oleh hadits-hadits Nabi SAW. Di dalam kitab Shahih Al Bukhari, misalnya, terdapat 20 riwayat dari 6 orang sahabat radhiyallahu 'anhum. Sedangkan di dalam kitab Shahih Muslim, terdapat 18 riwayat dari 7 orang sahabat radhiyallahu 'anhum [Lihat: As Sirah An Nabawiyah fi Dhau Al Mashaadir Al Ashliyyah, Dr Mahdi Rizqullah, hal. 233-234, Markaz Al Malik Faishal, Riyadh, KSA, Cet. Ke-1, 1992, ]. Itu artinya peristiwa ini harus selalu diingat, maka setiap tahun selalu ada Peringatan Isra dan Mikraj.
Isra dan Mikraj adalah Mukjizat yang Menggoda Iman
Isra dan Mikraj merupakan mukjizat nabi akhir zaman, Rasulullah SAW sekaligus sebagai bukti kekuasaan Allah SWT dan kenabian Muhammad SAW.
Isra' adalah perjalanan di malam hari dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis. Sedang Mikraj adalah perjalanan dari Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha (tempat yang paling tinggi di atas langit yang ke-7), keberadaannya dekat dengan surga.
Maka, tepat sekali jika ayat tersebut dimulai dengan tasbih, "Maha Suci Allah". Sebab, jika hanya mengandalkan nalar dan kemampuan akal dalam menelaah peristiwa agung ini, maka manusia pasti akan terbentur pada keterbatasan, tidak akan pernah mampu menembus dimensi Qudrah Ilahiyah (Kekuasaan Allah). Tidak boleh juga hanya sekedar untuk Tamattu' 'Aqli, kenikmatan intelektual semata. Karena itu, Isra dan Mikraj menggoda keimanan setiap insan.
Bagaimana mungkin dan masuk akal, masyarakat Quraisy Mekkah biasa melakukan perjalanan ke negeri Syam, pergi pulang memakan waktu selama 2 bulan, sementara Nabi Muhammad SAW melakukannya hanya dalam semalam.
Tepatnya, berangkat dari Mekkah dari bakda Isya' dan pulang balik ke Mekkah lagi sebelum subuh. Maka, diriwayatkan ada segelintir orang Islam yang lemah imannya, murtad setelah mendengar peristiwa Isra dan Mikraj.[Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al 'Asqalani, XVII hal. 284, hadits no. 4710.].
Jadi, benar-benar, peristiwa Isra dan Mikraj adalah Ikhtibar Imani, menggoda dan menguji iman. Sehingga kalau seseorang membaca peristiwa yang menakjubkan ini hanya dengan bacaan biasa, maka pasti akan tergoda imannya dan tergelincir untuk mengingkarinya.
Namun, jika membacanya dengan Qiro'atul Iman, bacaan keimanan, maka akan mempercayainya. Yakni, iman kepada keMahaKuasa-an Allah yang meng-Isra dan Mikraj-kan Rasul-Nya. Iman kepada "Kun Fa yakun"-Nya. Yaitu Jika Allah berfirman, Jadilah maka pasti akan terjadi. Mengimani bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Besar dan Agung. Termasuk iman kepada hal-hal yang ghaib.
"Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya ...".
Untuk itu, setiap kali kita melihat sesuatu yang menakjubkan dan mengagumkan, disunnahkan mengucapkan, "Subhanallah". Penyebutan ".. memperjalankan hamba-Nya" dalam ayat di atas, menunjukkan pemuliaan dan penghormatan pada Rasulullah SAW, bahwa beliau adalah hamba Allah yang mendapatkan derajat dan posisi istimewa di sisi-Nya. Namun, posisi kehambaannya tidak sampai melebur dengan posisi ketuhanan seperti keyakinan para pemeluk agama Kristen pada nabi Isa AS.
Penyebutan "hamba-Nya", menurut Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili, juga menunjukkan bahwa beliau di-Isra'-kan dengan ruh dan jasad dalam keadaan bangun dengan mengendarai Buraq, bukan dalam mimpi dan dalam keadaan tidur -seperti pendapat sebagian orang- [ At Tafsir Al Munir, XV/16.].
Dalam kajian tafsir Sayyid Quthb rahimahullah, bahwa rihlah (perjalanan) dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha adalah rihlah pilihan Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. Perjalanan ini menghubungkan akidah-akidah tauhid yang besar sejak nabi Ibrahim dan Ismail AS sampai nabi Muhammad SAW. Serta menghubungkan tempat-tempat suci bagi agama-agama samawi.
Rekreasi spiritual ini sepertinya ingin memaklumatkan pewarisan Rasul terakhir terhadap tempat-tempat suci para rasul sebelumnya. Dan bahwa tempat-tempat suci itu tercakup dalam risalah beliau SAW sehingga hubungan keduanya sangat erat sekali. Hal ini menunjukkan betapa perjalanan monumental itu telah menembus dimensi zaman dan tempat dan menyiratkan makna-makna yang lebih luas dari sekedar makna yang tertangkap pada pandangan pertama [ Fi Zhilal Al Qur'an, IV/2212).].
Sebagian ulama, menyebut Rihlah (perjalanan) Isra dan Mikraj adalah Rihlatu't Tasyrif, perjalanan penghargaan dan pemuliaan, sehingga Nabi Muhammad SAW hanya duduk manis saja, seluruh akomodasi dan transportasi telah disiapkan oleh Dzat Yang Memuliakannya, Allah SWT. Hal ini sangatlah kontras dengan peristiwa hijrah Nabi SAW yang merupakan Rihlatu't Taklif, perjalanan perjuangan. Sehingga beliau SAW harus membuat planning (perencanaan), menyusun strategi dan melibatkan banyak SDM.
Padahal, saat hijrah itu ada ancaman, Nabi akan dihabisi alias dibunuh, yang harusnya lebih membutuhkan kendaraan super cepat seperti Buraq, tetapi fasilitas ini tidak diberikan oleh Allah SWT. Hal ini memberi pelajaran penting kepada kita, bahwa dalam berjuang membuat perubahan yang lebih baik, kita tidak boleh duduk manis, melainkan harus mengerahkan semua daya upaya kita dengan melibatkan semua elemen umat dan bangsa.
Baitul Maqdis di Palestina Adalah Bumi yang Diberkahi
Selanjutnya Allah SWT, dalam ayat di atas, menyifati Baitul Maqdis, bahwa ia "yang telah Kami berkahi sekelilingnya". Al Barakah dalam bahasa Arab bermakna tumbuh dan berkembang dalam kebaikan. Menurut Imam Al Ashfihani, Al Barakah secara syar'i adalah "tetapnya kebaikan Ilahi pada sesuatu" [ Mufradaat Alfaazh Al Qur'an hal. 119.].
Keberkahan Baitul Maqdis di Palestina mencakup 2 (dua) hal: Al Barakah Al Hissiyah (keberkahan material) dan Al Barakah Al Ma'nawiyah (immaterial/non fisik).
Termasuk keberkahan material adalah kesuburan tanahnya sehingga banyak ditumbuhi pepohonan, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, khususnya zaitun. Dialiri banyak sungai dan airnya tawar dengan pegunungan yang menambah keindahan alamnya. Di samping letaknya yang strategis dan menjadi jantung negeri-negeri Islam: karena berbatasan dengan Lebanon, Suriah, Yordania, Teluk Aqabah dan Sinai, Mesir.
Ketika menjelaskan makna "yang telah Kami berkahi sekelilingnya", Imam Ibnu Katsir mengatakan, "yakni dengan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan" [ Tafsir Ibnu Katsir, III/234.]. Sementara Ibnu'l Jauzi berkomentar, "Sesungguhnya Allah mengalirkan sungai-sungai di sekelilingnya dan menumbuhkan buah-buahan. Sebab ia adalah tempat tinggal para nabi dan tempat turunnya para malaikat" [ Zaadu'l Masiir fii 'Ilmi't Tafsir, Ibnu'l Jauzi, V/5.].
Sedangkan keberkahan ma'nawiyah (immaterial) yang Allah anugerahkan pada bumi Palestina; Baitul Maqdis dan sekelilingnya adalah:
Pertama: Bumi Palestina adalah tempat diutusnya para nabi dan tempat turunnya para malaikat yang membentangkan sayap-sayapnya di atas negeri Syam, yang di dalamnya terdapat Masjidil Aqsha [Lihat: HR Tirmidzi, no. 3954, Ahmad, V/184, Ath Thabrani di Al Mu'jam Al Kabir, no. 4933, dan Al Hakim dalam Al Mustadrak, no. 2854 dan ia berkomentar, "Hadits ini shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim.
Al Haitsami dalam Majma' Az Zawaaid, X/60 berkata, "Ath Thabrani meriwayatkannya dan para perawinya adalah perawi (hadits) shahih)"]. Seperti nabi Dawud, Sulaiman dan Isa AS, mereka tumbuh dan dewasa di bumi Palestina. Nabi Ibrahim, Luth dan Musa AS, mereka berhijrah ke bumi yang diberkahi ini. Allah SWT berfirman, "Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia" (QS Al Anbiyaa' [21]: 71).
Kedua: Bumi Palestina, tempat dikuburnya para nabi. Seperti nabi Ibrahim, Ishaq, Yusuf, Ya'qub dan Musa AS.
Ketiga: Bumi Palestina adalah bumi Padang Mahsyar, tempat pertanggungjawaban dan penghisaban amal perbuatan manusia sebagaimana disebut dalam hadits [Lihat: HR Imam Ahmad dalam "Musnad"nya, VI/463 dan Ibnu Majah dalam "Sunan"nya, I/429.].
Dan apa yang terjadi sekarang, problematika Palestina telah menjadi Qadhiyyah Insaniyyah 'Alamiyyah, problematika kemanusiaan internasional sehingga dimana-mana, di seluruh dunia menyuarakan Free Palestine, sesungguhnya hal ini juga merupakan bagian dari cipratan keberkahan tersebut.
Masihkah tergoda iman kita untuk tidak mengimani Isra dan Mikraj yang merupakan tanda kekuasaan Allah, Ilahi Rabbi?!
Bekasi, 27 Rajab 1446 H / 27 Januari 2025 M.
Dr. Ahmad Kusyairi Suhail, M.A
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Jakarta, Pimpinan Pesantren YAPIDH Bekasi
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
(aeb/erd)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!