Ketika ada Ustadz yang bisa menjawab dengan mudah, tepat, benar, dan gampang. Mudah diterima logika awam apa-apa yang ditanyakan para hadirin. Mereka berdecak kagum, walau hanya sebatas dalam dada. Ketika mereka menemukan bukti yang sama berulang-ulang tentang Ustadz itu, tidak hanya hadirin, beberapa pakar yang notabene memiliki setumpuk gelar bergengsi juga tak bisa menutupi kekagumannya.
Sayangnya mengundang Ustadz sekaliber itu belum mudah. Karena jadual yang sangat padat. Maklum, penggemarnya boleh dibilang 'sejagad'. Tidak saja di dalam negeri, termasuk juga di beberapa negara tetangga.
Ustadz itu dikagumi masyarakat awam, masyarakat berpendidikan menengah sampai masyarakat yang berpendidikan tinggi. Bahkan para masyarakat alim pun, dibuat rela hati menjadi pengagumnya. Subhaanallaah. Ustadz yang sangat cerdas. Memahami detail persoalan sampai tuntas. Detail se detail-detailnya. Sifat kebenaran yang dihasilkan dari berpikir cerdasnya didasarkan pada kebenaran hakiki sesuai petunjuk ilahi.
Boleh jadi itulah sekelumit gambaran tentang ulul albab di dalam QS al-Imran (3):190. Allaahu a'lam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menguasai secara detail tentang bidang kepakarannya, ialah orang yang dinilai benar-benar pakar di bidangnya. Kepakaran tingkat tinggi. Mudah diduga sulit menggapai posisi seperti itu. Bagaimana cara belajarnya, kapan waktunya, di mana sekolahnya, siapa gurunya? Memikirkan hal seperti ini saja belum mudah, apalagi menggapai peringkat seperti itu.
Tapi sebentar, barangkali ada cara mudah yang bisa dicari di sekitar Quran Surat al-Imran (3):190 itu.
Ayat selanjutnya QS al-Imran (3): 191 menyebutkan ciri-ciri ulul albab itu.
(Ulul albab yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka".
Ternyata mereka senantiasa dzikrullah dalam semua posisi tubuhnya. Jika melihat dari sudut pandang ini saja, bukankah posisi shalat menunjukkan hal itu. Shalat menjadi kebutuhan mutlak Muslim. Lima waktu dalam setiap hari. Itu pada dasarnya bertujuan untuk dzikrullah. Dan tegakkanlah shalat untuk dzikir kepadaKu QS Thaha (20):130.
Di dalam shalat, Muslim melakukan seluruh posisi sesuai ayat 191 itu. Muslim yang sedang sakit, tidak kuasa untuk berdiri atau duduk, dia diijinkan untuk shalat sambil berbaring.
Nah, sekarang mulai terbuka satu pintu memungkas jalan pintas menjadi cerdas. Ialah dengan menegakkan shalat lima waktu. Muslim yang baik pasti akan istiqamah menegakkannya. Sehingga setiap Muslim yang baik semestinya memiliki tiket menjadi cerdas melalui jalan ini.
Selanjutnya, bukankah shalat, juga akan memproduksi para penegaknya untuk mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar QS al-Ankabut (29): 45. Sedangkan orang yang mampu mendidik dirinya jauh dari perbuatan keji dan munkar itu adalah golongan orang yang bertakwa kepada Allah. Kelompok orang-orang yang bertakwa ini pasti memiliki sejumlah besar fasilitas dari Allah. Fasilitas itu antara lain, Allah menjadikan mereka cerdas QS al-Anfal (7): 9. Semakin tinggi tingkat takwa kelompok ini semakin cerdas mereka.
Itu berarti semakin bagus kualitas shalat yang ditegakkan setiap Muslim, mereka akan memperoleh fasilitas untuk semakin cerdas. Cerdas proses berpikirnya, sangat detail dalam memahami persoalan. Apa yang diketahuinya sesuai dengan petunjuk ilahi, kebenaran yang ia ketahui adalah kebenaran hakiki.
Dulu pernah ada seorang mahasiswa suatu perguruan tinggi (PT) favorit secara nasional. Ia berasal dari satu kabupaten tak jauh dari lokasi PT itu. Memang, dia berhasil lulus terbaik dari SMA favorit di kotanya. Tapi, kualitas SMA nya itu jika dibandingkan dengan kualitas SMA lain yang top di Indonesia masih perlu diuji.
Setelah menamatkan SMA-nya, mahasiswa ini merantau ke kota lokasi PT dia saat itu. Sebagaimana teman-teman sesama tingkat, dia rajin belajar. Hanya saja karena dia berangkat dari keluarga pondok pesantren, maka ada kewajiban tak tertulis agar dirinya mengkaji agama lebih banyak, agar lebih faqih.
Secara perbandingan waktu, pastilah dia tidak bisa belajar seimbang dengan teman seangkatannya. Teman-temannya belajar rata-rata 6-8 jam sehari semalam. Untuk golongan yang peringkat rajin. Sedangkan dirinya paling-paling memiliki kesempatan belajar sekitar 2 jam per hari.
Mengapa demikian? Dia harus mengaji pagi dan sore di tempat yang jauh dari tempat kos-nya.
Pagi shubuh dia sudah harus berangkat. Menjelang jadual masuk kuliah pagi dia sudah harus siap ke kampus. Dia tak pernah terlambat dan tidak pernah bolos kuliah.
Dia sudah harus berangkat mengaji sore ba'da ashar. Karena dia harus sudah sampai di tempat mengaji sebelum maghrib. Setelah selesai shalat isya berjemaah di tempat ia mengaji, barulah dia kembali ke kos. Di waktu itu dia makan malam. Setelah makan malam baru ada sedikit waktu untuk belajar, antara sudah makan itu dan menjelang tidur malam. Ia memulai tidur malam pukul 21.00 WIB.
Di samping rajin mengaji, dia juga memiliki kesibukan dalam organisasi. Intra kampus mau pun ekstra kampus. Jadi totalitas waktunya memang perlu dijadual ketat.
Sekitar pukul satu malam dia harus bangun dan memantapkan hafalan alQuran, melalui shalat malam. Sementara beranjak pagi, dia harus mempersiapkan kitab dan lain-lainnya, untuk mengaji tafsir alQuran dan sarah alHadits shahih.
Itu kegiatan yang rutin dijalaninya. Praktis jika dikomparasi dengan teman-teman seangkatan, dia memiliki hanya sekitar sepertiga waktu mereka untuk memperdalam materi kuliah. Apakah nilai mata kuliahnya berantakan. Eh tunggu dulu!
Teryata, setiap kali pengumuman hasil evaluasi belajar (ujian), yang paling sering muncul baginya adalah nilai A. Padahal dari sekitar 160-an lebih mahasiswa yang mampu menuai nilai A pada mata kuliah tertentu berkisar 4-5 orang saja. Lumayan!
Entah karena kemampuannya atau bagaimana. Tetapi yang pasti, jika mekanisme jalan pintas menjadi cerdas sesuai dengan mekanisme petunjuk kitab suci alQuran, boleh jadi dia baru bisa cerdas karena keseriusannya menegakkan shalat. Di samping ketekunannya meningkatkan hafalan alQuran.
Bukankah alQuran juga dikenal dengan sebutan alFurqan (pembeda yang haq/benar dan bathil/keliru). Bukankah kemampuan membedakan yang benar dan yang salah itu merupakan makna cerdas. Termasuk dalam bidang ilmu yang sedang dia geluti. Jadi dia bisa menjawab dengan benar pada setiap ujian yang dihadapinya sangat mungkin karena faktor itu.
Salah atau benar satu contoh mini ini Allahu a'lam, Allah Yang Maha Mengetahui. Yang pasti apa yang dituntunkan alQuran adalah haq. AlQuran adalah kitab suci dari Tuhan pencipta alam.
Mari kita jadikan shalat, antara lain untuk menggapai potensi diri menuju tingkat ulul albab, biidznillaah!
Abdurachman
Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih-Redaksi)
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Ustaz Khalid Basalamah Buka Suara Usai Dipanggil KPK
Naudzubillah! Ini Ciri-ciri Wanita yang Jadi Pengikut Dajjal pada Akhir Zaman
Kemenag Imbau Masyarakat Tak Usir Anak-Anak yang Berisik di Masjid