Jauh pun bisa dekat. Apalagi yang dekat. Itu terjadi saat semua kita diikat oleh satu nilai. Namanya kemanusiaan. Maka, di mana pun berada, perhatian tak berbeda. Ekspresi diri menjadi bukti keberadaannya. Ada pikiran. Juga perasaan. Ada pula tindakan. Semua menjadi bagian dari bentuk ekspresi diri yang teraktualisasikan. Nah, media menyambungkan antara yang jauh dan yang dekat. Antara yang terlihat dekat dan yang tampak lamat-lamat. Ekspresi nilai kemanusiaan pun menjadi semakin meningkat.
Itulah yang sedang dibawa oleh media sosial. Pertukaran informasi tanpa perlu dimoderatori. Orang bisa mengirim pesan sesuka hati. Bisa dalam bentuk teks, suara atau gambar yang disenangi. Keberadaan video semakin membuat pesan teks, suara dan gambar terkirim dengan jernih. Sehingga pesan yang tercetak-tersurat atau yang tersirat pun bisa ditarik, dibaca dan dimaknai. Begitu pula yang terdengar atau terlihat. Semua bisa diberi makna sesuai sudut pandang yang dimiliki.
Beredarlah sebuah video di kanal TikTok. Dibuat oleh seseorang yang mengambil nama maya Dave Parfum. Dia mengirim pesan dalam caption pada video itu. Bunyi begini: "Selalu setia dan bergandengan tangan sampai maut memisahkan. Semoga jadi haji mabrur. Amin." Pesan dalam caption itu menunjuk kepada kesetiaan tanpa batas. Antara suami dan isteri. Latar belakang video itu adalah bergeraknya sepasang kakek-nenek suami isteri yang menjadi jemaah haji Indonesia tahun 1445 H/2024 M ini. Mereka berjalan kaki. Menyusuri jalanan untuk kegiatan ibadah haji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tampak dalam video itu, sepasang kakek-nenek jemaah haji itu sedang menempuh perjalanan untuk menunaikan ibadah lempar jumrah di Jamarat, Mina, Makkah. Sang nenek berjalan lebih di depan, dan sang kakek di belakangnya samping kiri. Tangan kiri sang nenek menggenggam tangan kanan sang kakek. Karena sang nenek posisinya lebih ke depan, maka dia tampak sedang menggandeng sang kakek dari depan. Jadi, melihat video ini, siapapun segera bisa menarik pesan kontan: kesetiaan hidup bersama dalam rumah tangga hingga masa tua.
Apalagi, video itu diunggah dengan diberi musik latar belakang (background music) dari lagu berjudul Cinta Kita. Lagu ini dibawakan oleh sepasang artis muda, Shireen Sungkar dan Tengku Wisnu. Lagu ini pernah nge-hits tahun 2010. Karena menjadi soundtrack sinetron Cinta Fitri yang juga dibintangi oleh keduanya. Begini bagian lirik lagu yang dijadikan sebagai musik latar belakang itu:
/Biar cinta kita tumbuh harum mewangi/
/Dan dunia menjadi saksinya/
/Untuk apa kita membuang-buang waktu?/
/Dengan kata, kata perpisahan/
Pesan pun semakin konkret. Bahwa sepasang kakek-nenek jemaah haji Indonesia itu adalah teladan kesetiaan. Hingga kegiatan haji yang menuntut fisik yang prima pun dijalani bersama. Berjalan berkilo-kilo meter pun dianggap bukan kendala. Semua dijalani dengan gembira. Bergandengan tangannya keduanya mengirimkan pesan bahwa tak akan ada yang dapat memisahkan keduanya. Kecuali maut yang tak bisa ditolak adanya. Maka, wajar saja jika caption dalam video TikTok di atas di antaranya berbunyi "Selalu setia dan bergandengan tangan sampai maut memisahkan". Latar belakang ibadah haji menjadikan semakin kuatnya pesan kesetiaan dan ketidakterpisahan di antara keduanya.
Video itu mendapatkan respon yang sangat baik dari para netizen. Hingga tulisan ini dibuat, Jumat (28/06/2024) jam 19:10 WAS (Waktu Arab Saudi) atau 23:10 WIB, sudah muncul 719K netizen dengan jumlah komentar yang mencapai 25.4 K, dan like sebesar 40.1K. Tentu, angka-angka ini menunjukkan bahwa para netizen mengapresiasi positif konten yang ada pada video tersebut. Lihatlah respon para netizen atas video TikTok itu. Seperti yang di antaranya dikutip di bawah. Hampir semuanya tidak ada yang nyinyir. Alih-alih, apresiasi tinggi justeru mengalir.
Kekaguman memang menjadi komponen utama dari apresiasi di atas. Ribuan memang komentar yang muncul dan diberikan ke tayangan video di atas.
Itu menunjukkan betapa tingginya perhatian publik pada muatan materi yang ada pada konten video dimaksud. Namun secara garis besar, respon kekaguman netizen di atas bisa diklasifikasikan ke dalam dua jenis: satu, berisi kekaguman yang disertai doa untuk sang kakek-nenek, dan kedua, kekaguman yang disertai doa untuk diri netizen sebagai implikasi balik dari kemuliaan pasangan kakek-nenek itu.
Kategori pertama bisa dicontohkan dengan kalimat-kalimat ungkapan netizen berikut: "videonya cuma jalan, tapi gak tahu kenapa air mataku keluar" oleh pemilik akun bernama vadilla, serta "kok aku mewek sih, ya Allah berikan kesehatan untuk uti dan kakung aamiin" oleh akun greenbee10. Adapun kategori kedua bisa dicontohkan dengan ungkapan-ungkapan seperti berikut: "Bismillah Allahumma Sholli ala sayydina Muhammad ya Allah jadikan gambaran ini seperti aku sama isteriku suatu saat nanti waktu pas haji/umrah Amien ya rabbalalim" oleh pemilik akun bernama Master konteng. Juga ada "Masyaalah..aq nangis meliat ini..semoga aq dan suami biss seperti ini, aamin" oleh pemilik akun bernama chylaNada.
Marshall McLuhan (1964), ahli komunikasi dari Kanada, melalui teorinya the media is the message menyatakan bahwa media komunikasi dan bukan pesan itu sendiri yang akan bisa mempengaruhi pemahaman dan kesadaran masyarakat. Melalui apa? Melalui kekuatan kontennya. Video termasuk bagian dari media. Dalam kasus video kakek-nenek jemaah haji lansia di atas, keberadaannya juga bisa menumbuhkan pemahaman tentang kesetiaan hidup suami-isteri. Juga, video itu bisa menyulut kesadaran baru tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan berdua suami-isteri melalui kesetiaan sejati. Bahkan, doa pun mengalir untuk kebaikan diri mereka sendiri yang melihatnya.
Kalau netizen saja bisa meneteskan air mata saat melihat bagaimana jemaah haji lansia menjalani rangkaian kegiatan ibadah haji, apalagi para petugas haji Indonesia yang memang melakukan pelayanan langsung di lapangan. Mereka memang ditugaskan untuk semata-mata memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah haji Indonesia di Arab Saudi. Termasuk di antaranya kategori lansia. Tentu emosi, pikiran, perasaan, batin dan jiwa menyatu dalam nafas para petugas pelayanan haji itu.
Lihatlah perempuan petugas haji yang memberikan testimoni pada kegiatan malam khidmat bertajuk Menteri Menyapa dan Mengapresiasi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji 1445 H/2024 M Arab Saudi di Makkah. Namanya Siti Qomala Hayati. Acara itu sendiri dilaksanakan di Hotel Wehda Mutammayez (602) pada Hari Rabu (19/06/2024). Perempuan petugas haji itu diminta tampil untuk memberikan testimoni di hadapan Menteri Agama RI dan seluruh anggota amirul hajj, mustasyar dini dan seluruh petugas haji Indonesia di Arab Saudi.
Dalam testimoninya, Qomala Hayati itu bilang: "Kami mandikan beliau. Kami gantikan pampersnya. Kami suapin. Kami gendong. Padahal kami tidak pernah kenal sebelumnya pada ibu jemaah haji yang kami layani itu." Suasana pun hening. Terhanyut oleh kata-kata bijak untuk melukiskan praktik mulia oleh para petugas perempuan haji Indonesia. Sangat heart-touching. Menyentuh hati. Air mata pun membasahi pipi. Sambil tak sanggup menahan makin derasnya air mata yang terus mengaliri. Sesenggukan pun juga tak kuasa untuk terkendali.
Testimoni Qomala Hayati di atas melengkapi testimoni sebelumnya yang disampaikan oleh petugas laki-laki haji Indonesia. Substansinya kurang lebih sama. Tapi, yang disampaikan Qomala Hayati itu lebih menyentuh hati dan jiwa. Bahkan menyayat nurani bersama. Karena perempuan petugas haji itu mampu melukiskan situasi layanan itu dengan contohnya. Konkret pula. Mulai dari menggantikan popok, memandikan hingga menyuapi. Ditambah dengan tangis yang tak kuasa dia tahan, seperti dijelaskan sebelumnya.
Semua pun lantas merespon kagum tetsimoni Qomala Hayati itu. Mulai dari Habib Hilal dari PBNU, Buya Anwar Abbas dari MUI, hingga bahkan Mengerti Agama RI sendiri. Semua dalam kata dengan suara dan tone yang sama: tak mampu menilai kemuliaan yang sudah diberikan oleh para petugas haji Indonesia kepada seluruh jemaah haji. Termasuk dan utamanya adalah lansia. Maka, suksesnya jemaah haji lansia dalam beribadah haji tidak bisa dipisahkan dari kemuliaan layanan yang telah dilakukan oleh petugas haji.
Netizen memang jauh dari praktik layanan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi. Tapi, hati mereka diikat secara sama dan satu oleh nilai kemanusiaan yang tumbuh dalam layanan haji lansia. Begitu pula para petugas haji. Maka, jauh dan dekat kini hanya soal jarak fisik. Namun, kemanusiaan mengikat dan menyatukan beda jarak itu ke dalam satu detak nafas yang sama. Layanan jemaah haji lansia menjadi pemantiknya. Bentuk dan kata kuncinya adalah, melayani ibadah itu sekaligus melayani kemanusiaan.
Akh. Muzakki
Guru Besar dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya
Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana