Rahasia 100.000 Pahala di Masjidil Haram

Kolom Hikmah

Rahasia 100.000 Pahala di Masjidil Haram

Ishaq Zubaedi Raqib - detikHikmah
Rabu, 26 Jun 2024 09:13 WIB
Ishaq Zubaedi Raqib, petugas haji PPIH Arab Saudi.
Foto: Dokumen Pribadi Ishaq Zubaedi Raqib
Jakarta -

Salat itu ibadah unggulan. Begitu tinggi maqamnya, hingga banyak ibadah lain "sepertinya" bersifat derivatif dari salat. Nyaris semua kegiatan harian kita, ada "penawarnya" lewat salat. Selain salat sunah rawatib, ada banyak ibadah maknawiyah yang menggandeng salat.

Contoh; wudhu ada salatnya, hajat ada salatnya, mohon petunjuk ada salatnya, safar ada salatnya. Ada salat sunah ihram, salat tawaf, minta hujan, salat gerhana, salat taubat, dan salat lainnya.

Bahkan, ada salat yang tidak bergantung pada momentum apa pun. Kapan saja (selain waktu terlarang) dan di mana saja, kita bisa langsung salat. Namanya salat mutlaq.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dus, salat adalah fasilitas paling formal yang didisain oleh agama agar umat dapat setiap saat berasyik masyuk dengan Tuhan. Konon, salat pula yang pertama-tama akan dihitung di Yaumil Hisab sebelum jenis ibadah lain. Jika salatnya baik, ibadah lain diyakini akan beroleh "syafaat" dari salat.

Nah, salat juga merupakan salah satu peluang investasi terbesar kita. Ia menampung keuntungan sangat besar. Keuntungan berupa pahala. Pahala adalah manfaat dari perbuatan yang bisa dipetik. Ibarat perusahaan, agama Islam menyediakan dua formula untuk menghitung benefit.

ADVERTISEMENT

Ia menyediakan pahala bagi yang amal ibadahnya baik dan menyiapkan dosa bagi yang sebaliknya. Pahala berupa manfaat, sedang dosa memberinya mudarat. Inilah reward dan punishment.

Pahala dan dosa berimplikasi pada wujudnya manfaat dan mudarat bagi kita. Bukan bagi Allah. Setiap amar-Nya akan mendatangkan manfaat dan tiap nahyun--larangan-Nya, jadi penyebab kemudaratan bagi kita.

Maka, siapa yang salatnya baik, memenuhi rukun, syarat wajib, syarat sah dan syarat diterimanya, maka ia akan beroleh manfaat, yaitu selalu ingat Allah dan jauh dari mungkar serta fakhsya'. Yang lalai akan beroleh sebaliknya; lupa kepada Allah dan diancam dengan kenistaan hidup.

Meditasi Energi

Kini, mari mencoba menyimak "dalil" alam semesta lewat postulat fisika. Dengan rumus ini, kita berharap dapat memandang salat dari sisi lain. Yaitu salat sebagai sebuah meditasi energi. Kenapa disebut meditasi, karena salat yang "benar" akan meniscayakan suasana khusyu'.

Persis meditasi. Khusyu' (dalam salat) dan meditasi adalah safar hati. Kian sublim hati seseorang, akan kian jernih hatinya. Jika mencapai kejernihan tertentu, hati akan mampu beresonansi.

"Dalil" lain dari ilmu pengetahuan alam menyebutkan bahwa jika sebuah benda mengandung listrik--dan begitu juga tubuh manusia, bergerak-gerak dengan cara berputar, dalam waktu tertentu akan bisa memproduksi energi.

Dan kaifiyat salat terdiri atas gerakan berputar yang dimaksud. Takbiratul ihram adalah gerakan tangan dari pinggang hingga telinga. Ia bergerak 180 derajat. Rukuk juga gerakan berputar 90 derajat. I'tidal ke sujud bergerak 180 derajat. Dan sujud ke duduk juga gerakan 90 derajat.

Lebih dari itu, salat adalah kegiatan yang tidak pernah berhenti hingga Hari Kiamat. Siang ini salat duhur di Makkah, semenit lalu duhur yang sama di tempat lain. 9 jam lalu duhur itu juga di Jakarta. 10 jam sebelumnya di Bali. Sejam lalu di Papua.

Demikianlah sepanjang 24 jam, duhur berputar berganti asar, lalu salat maghrib, lalu isya, dan akhirnya subuh. Kondisi ini akan terus berlanjut, sebab matahari tak pernah berhenti mengitari bumi. Miliaran orang melakukan salat.

"Waktu" bertambah padat dan tebal jika banyak orang melengkapinya dengan salat sunnah. Kini kita dapat membayangkan, betapa telah terjadi ketegangan medan elektromagnetik pada satu titik.

Di mana 'kah titik itu? Di ka'bah. Mengapa? Sebab semua gerakan salat mengarah pada satu titik, yaitu ka'bah. Rumah Tuhan itu membara karena menjelma konduktor raksasa. Titik itu menjadi kiblat hati dari miliaran manusia.

Dalam satu waktu, miliaran hati berkirim resonansi cahaya. Sebab, hati yang yang menampung doa, ayat-ayat Alquran, selawat, wirid, dzikir, bacaan talbiyah dan bersatu dalam susunan kalimah tayyibah yang sakral, akan memunculkan cahaya/nur.

Allah juga menyebut Alquran sebagai "nuron mubina"--cahaya yang nyata. Nur itu adanya di hati yang lembut. Jika sampai pada kejernihan tertentu, hati akan menularkan cahaya ke sekitar. Sebab, hati yang yang lembut, mengandung frekuensi tinggi dan amplitudo rendah.

Dari mana rumusnya? Saat mengisi pengajian di kantor daerah kerja (daker) Makkah tempo hari, konsultan ibadah di PPIH Arab Saudi, KH Abdul Moqsith Ghazali berkisah soal Nabi Ibrahim.

Katanya, sangat bisa jadi tempat "ngaji" itu adalah jalan-jalan yang dulu pernah dilalui Nabi Ibrahim As. Dan Ibrahim As dikonstatasi Allah sebagai nabi berhati jernih dan lembut. "Inna Ibraahima La'awwaahun haliim--Sungguh (Nabi) Ibrahim itu lembut hati dan penyantun."

Maka, kata Kiai Moqsith, salat di tanah suci (di mana pun di Makkah) berarti salat di Tanah Haram. Salat di tanah haram juga berarti salat di Masjidil Haram. Salat di Masjidil Haram berarti salat di sekitar ka'bah. Sebuah locus yang menapaktilasi jejak Ibrahim, Ismail, Siti Sarah.

Disinari Multazam, hijir dan maqam, diselimuti jejak spiritual jutaan orang tawaf berputar, miliaran kaum muslimin salat di seluruh punggung bumi, maka miliaran hati itu berkirim cahaya ke satu titik, yakni ka'bah. Dan, terbentuklah Gelombang Cahaya!

Cahaya itu sudah tertanam dalam waktu sangat panjang, puluhan ribu tahun lamanya. Cahaya itu membilas hati jemaah haji, pelaku salat, jemaah tawaf. Jiwa dan hati yang lembut dan jernih, akan berkonsekuensi pada terciptanya batin yang tenang.

Cahaya itu akan mengantarkan bisikan jiwa, suara batin, dan munajat menuju Robbil Izzati. Secepat cahaya. Secepat 300.000 km perdetik. Itulah batas kecepatan cahaya. Kecepatan tercepat di alam semesta ini. Mengalahi kecepatan suara.

100.000 Pahala

Doa yang tiba cepat. Super ekspres. Secepat kilat. Tahu-tahu sudah di tangan malaikat. Tahu-tahu malaikat sudah menyerahkannya kepada Tuhan YME.

Jika Baginda Rasul diriwayatkan pernah bersabda bahwa salat di Masjidil Haram akan beroleh pahala berkelipatan 100.000 kali, itu amat ma'qul alias masuk akal. Bahkan, kita bisa meyakini itu cara Nabi menjelaskan betapa besar nilai dan derajatnya sehingga beliau sampai pada angka 100.000. Amboooi!!!

Seratus ribu kali lipat pahala adalah 100.000 lipat manfaat. Manfaat sebagai akibat dari pahala salat. Manfaat itu berupa kesempatan "ingat Allah" selama 100.000 kali dalam sekali salat. Dan salat kita adalah 5 kali sehari semalam plus salat sunnah rawatib dan salat-salat sunnah pelengkap lainnya.

Maka, siapa gerangan yang tidak merasa beruntung ingat dan diingat Allah sepanjang usia di dunia menuju akhiratnya? Ia akan dijaga agar terhindar dari munkar-fakhsya'.

100.000; deretan angka yang tak akan mampu dilampaui ukuran usia manusia mana pun!!!

Ishaq Zubaedi Raqib

Petugas PPIH Arab Saudi sublayanan MCH Daker Makkah Al Mukarramah

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis




(erd/erd)

Hide Ads