Visi merupakan suatu rangkaian kata yang di dalamnya terdapat impian, cita-cita atau nilai inti dari seorang pemimpin. Bisa dikatakan visi menjadi tujuan masa depan suatu organisasi atau lembaga maupun suatu negeri. Atau merupakan kemampuan untuk mencapai sesuatu pada masa depan. Dengan visi, maka kita didorong melakukan inovasi dan kreasi untuk meraih sesuatu yang belum dicapai.
Amirul Mukminin Umar bin Khattab berkata, "Usahakan jangan sampai kamu memiliki cita-cita yang rendah. Kulihat tak ada sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuatan seseorang ketimbang rendahnya cita-cita."
Sedangkan Amir ibn Al-Ash berkata, "Derajat seseorang bergantung bagaimana ia meletakkan dirinya. Jika ia menjadikan dirinya mulia, jadilah ia orang yang terhormat. Apabila ia merendahkan dirinya maka jadilah ia seorang yang rendah dan hina."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini bisa terlihat kondisi para elite negeri ini, sebagian telah meletakkan dirinya rendah dan hina dan sebagian lainnya menempatkan dirinya sebagai orang yang mulia. Maka bagi generasi muda muslim yang saat ini berpolitik, lakukan dan tempatkan diri sebagai politisi yang baik dan melayani rakyat. Tempatkan diri pada derajat yang mulia dan jangan engkau hinakan dirimu sendiri.
Menghinakan diri itu tidak ubahnya berprilaku bergantung pada sesama, padahal makhluk pada hakikatnya faqir, sia-sialah bergantung pada sesama faqirnya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Ankabut ayat 41 yang artinya, "Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba - laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui."
Kaum musyrikin yang menyembah berhala atau selain Allah SWT. untuk mewujudkan harapan mereka diibaratkan seperti rumah laba-laba, yaitu rumah yang paling rapuh dan lemah untuk berlindung. Secara logika berlindung pada yang lemah itu tidak bisa diterima, jika ini dilakukan maka menunjukkan bahwa dirinya terhijab atas pelindung dari segala pelindung yaitu Allah SWT.
Mari kita simak kisah seorang pemimpin yang berakhlak mulia. Diceritakan bahwa raja Hermiz ibn Sabur memiliki seorang menteri. Dia mengirim surat pada baginda raja untuk memberi kabar disana ( pelabuhan ) terdapat para saudagar yang membawa banyak perhiasan permata, intan dan yaqut yang sangat indah dan bernilai tinggi.
"Kami sendiri" tutur menteri, "telah membeli dari mereka sebagian pajangan almari dengan harga kurang lebih 1.000 dinar. Sekarang telah datang seorang saudagar yang mencari perhiasan seperti itu dan ia bersedia membelinya dengan harga mahal ( dapat memberi keuntungan besar ). Jika Paduka berkenan membelinya, maka renungkanlah peluang ini. "
Lalu Baginda menulis surat sebagai jawaban. Isinya, "Satu juta maupun satu milyar aku tidak tertarik sedikit pun. Jika aku bekerja karena motif perdagangan dan komersial maka siapa yang akan bekerja dengan imarah dan pemerintahan."
" Coba kamu renungkan untuk dirimu sendiri, wahai orang bodoh. Jangan sekali-kali kamu mengulangi perkataan ini kepadaku. Jangan pula kamu mencampur ke dalam harta kami satu sen pun dari perdagangan. Sebab hal ini dapat meruntuhkan kehormatan seorang raja dan dapat pula mencoreng nama baiknya. Juga dapat membahayakan prestisnya semasa hidup maupun setelahnya."
Kisah ini telah memberikan gambaran yang jelas untuk tidak mencampurkan amanah sebagai pemimpin dengan kepentingan lainnya. Yang sering menggoda dan tergelincirnya bagi seorang pemimpin adalah motif komersil. Posisi itu telah memudahkan baginya ( pemimpin ) untuk mendapatkan keuntungan finansial yang tidak sedikit. Ingatlah bahwa menjadi seorang pemimpin negeri bukan sekedar motif bisnis diri dan kroninya, melainkan dibutuhkan tanggung jawab untuk menjadikan rakyatnya makmur. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Shad ayat 26 yang artinya, "Allah berfirman, "'Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.""
Makna ayat di atas adalah jangan mengikuti hawa nafsu dalam menetapkan hukum karena hal itu akan menyesatkanmu dari agama dan syariat-Nya, sesungguhnya orang-orang yang tersesat dari jalan-Nya akan mendapatkan siksa yang pedih di dalam api neraka, karena kelalaian mereka terhadap hari pembalasan dan perhitungan amal.
Dalam ayat ini terkandung pesan kepada ulil amri (pemerintah) agar mereka menetapkan hukum dengan berpijak kepada kebenaran yang diturunkan dari Allah SWT. dan tidak menyimpang dari-Nya karena hal itu akan menyesatkan mereka dari jalan-Nya.
Seorang pemimpin yang bervisi itu mempunyai pandangan yang luas, bisa memperkirakan masa depan ( kepastian ada pada-Nya ) berlaku adil dan melayani masyarakat. Pemimpin yang sadar bahwa amanah tersebut datangnya dari Yang Kuasa, maka ia gunakan sebagai wasilah menuju kebaikan. Ya Allah, tuntunlah kami rakyat Indonesia dalam pesta demokrasi nanti dapat memilih pemimpin yang bervisi bukan yang bermotif kesenangan dunia / harta kekayaan, berilah hidayah dan taufiq agar pemimpin terpilih tidak tergoda hingga melenceng dari amanah-Mu.
Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina