Secara istilah arti tawakkal adalah menyerahkan suatu urusan kepada kebijakan Allah SWT. yang mengatur segalanya-galanya dan salah satu perkara yang diwajibkan dalam ajaran agama Islam.
Bagaimana cara kita berserah diri pada Allah SWT? Ada beberapa langkah adalah:
1. Selalu berprasangka baik dan ridha terhadap Allah SWT. atas kejadian atau apa yang kita terima. Tidak berkeluh kesah dan gelisah ketika berusaha dan berikhtiar. Menyerahkan segala sesuatu hal terhadap-Nya setelah berusaha keras. Selalu berusaha dan berikhtiar dengan maksimal, selanjutnya berserah diri kepada Allah SWT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2. Berniat hanya kepada Allah SWT. Semua perbuatan baik niatkan untuk memenuhi hak-hak-Nya. Hindarkan berniat pada selain-Nya.
3. Teruslah berdoa pada-Nya.
Perintah berserah diri sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Hajj ayat 34 yang artinya, "Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya."
Makna ayat ini adalah: Tuhan kalian Yang Esa adalah Allah SWT. maka esakan dan taatilah Dia. Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang tunduk dan taat kepada-Nya, yang jika disebut nama-Nya maka hati mereka akan khusyu', dan orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan, dan orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat, serta orang-orang yang menginfakkan harta yang Kami berikan kepada mereka di jalan-Nya.
Dilanjutkan dengan firman-Nya dalam surah Luqman ayat 22 yang artinya, "Barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh."
Makna ayat ini adalah barangsiapa mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah SWT. dan niatnya kepada Tuhannya, sedangkan dia berkata-kata baik dan berbuat mulia, maka dia telah memegang sebab terkuat yang mengantarkannya kepada ridha dan rahmat-Nya. Hanya kepada Allah SWT. semata segala urusan berjalan, lalu Dia membalas orang yang berbuat baik atas kebaikannya dan orang yang berbuat buruk atas keburukannya.
Berikhtiar menjadi keharusan dan setelah itu berserah diri pada-Nya. Dalam tahun depan negeri ini akan mengadakan pesta demokrasi, tentu disambut dalam suasana kegembiraan untuk memilih pemimpin negeri dan wakil-wakil yang akan duduk di parlemen. Pendaftaran wakil rakyat sudah berlangsung dan pendaftaran calon Presiden dan Wakil Presiden akan berlangsung pada tanggal 19 Oktober sampai 25 Nopember 2023, tentu hal ini ditunggu-tunggu oleh rakyat. Di media masa telah muncul tiga calon pemimpin negeri dan dengan berbagai keunggulan maupun kekurangannya. Mereka sudah memulai sosialisasi akan pencalonannya.
Ingatlah jangan berbangga diri atas prestasi sebelumnya, karena prestasi itu adalah pemberian-Nya. Tiadalah seseorang itu mempunyai kekuatan untuk menentukan jalannya, seperti keinginan untuk menjadi Presiden. Sebagaimana firman-Nya dalam surah ali-Imran ayat 26 yang artinya, "Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki."
Maka lakukanlah ikhtiar dengan maksimal dan selalu ingatlah ayat di atas, sehingga engkau tidak merasa besar dan ikut mengatur yang merupakan domain Yang Maha Kuasa.
Ungkapan berbangga diri dari para calon kita dengar melalui media seperti, "Saya telah mampu menjadikan daerah terbebas dari kemiskinan." Juga kebanggaan terhadap past performance. Bahwa Allah SWT. Maha Penyayang kepada para hamba, oleh karena itu para hamba yang menjadi pemimpin akan diberi anugerah-Nya sehingga mereka bisa menjalankan amanah. Maka keberhasilan itu tiadalah perlu dibangga-banggakan (ujub). Membanggakan diri dan berpanjang angan-angan hendaknya dihindari bagi seorang beriman yang menjadi calon pemimpin. Kadang kita dengar seorang calon berkata, "Seandainya nanti saya terpilih, maka saya akan melakukan perbaikan-perbaikan...."
Berandai seperti ini tiadalah pantas dihadapan-Nya, karena maqam seseorang itu fana artinya setiap detik/setiap desahan nafas bisa dirubah oleh-Nya.
Mari kita ibrah dari kisah Nabi Ibrahim a.s. Malaikat Jibril bertanya kepadanya, "Apakah ada yang engkau butuhkan, wahai Ibrahim?" Dia menjawab, "Jika harus meminta kepadamu, maka aku tidak butuh itu." Dia tidak berkata, "Aku tidak memiliki kebutuhan." Jelas bahwa Nabi Ibrahim a.s. memiliki kebutuhan pada Tuhan-Nya. Hal itu menunjukkan kedudukan maqam kerasulannya menuntut penghambaan yang tegas. Adapun konsekwensi terhadap maqam penghambaan adalah menampakkan ketergantungan sepenuhnya kepada Allah SWT. Jawaban dia (Ibrahim a.s.) pada malaikat Jibril bukanlah suatu kesombongan, melainkan hanya butuh kepada Allah SWT. dan tidak butuh kepadamu (Jibril).
Wahai para calon Presiden, ingatlah pelajaran kisah ini adalah dia (Ibrahim a.s.) telah berupaya memperlihatkan kebutuhan yang mendesak kepada-Nya dan menyingkirkan harapan kepada selain-Nya. Kebutuhan kepada selain-Nya sering menggoda karena berharap bisa memenuhi kebutuhannya untuk terpilih. Keingkaran ini disebabkan karena berharap sangat untuk terpilih, padahal Allah SWT. yang akan menentukan bukan selain-Nya. Mari kita simak ucapan Nabi Ibrahim a.s. Ketika Tuhan berfirman kepadanya, "Tunduk patuhlah (Islamlah) kamu !" Nabi Ibrahim a.s. menjawab, "Aku tunduk patuh (berislam) kepada Tuhan semesta alam." Dialog ini diabadikan dalam surah al-Baqarah ayat 131.
Maka hindarilah berbangga diri dan berandai-andai (panjang angan), patuhlah pada perintah dan jauhi larangan-Nya. Semoga Allah SWT. memberikan pemimpin yang adil dan bijak serta melayani rakyatnya.
*) Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah