Dalam masa- masa saat ini, di negeri tercinta tumbuh banyak sekali usaha kuliner. Berbagai inovasi masakan terhidang di hadapan kita dan dengan mudahnya hidangan tersebut sudah di atas meja kita. Teknologi informasi membantu dalam memenuhi hasrat tersebut. Ingatlah bahwa kerakusan dalam hal makan merupakan biang keburukan, karena lambung merupakan sumber syahwat.
Awal timbul nafsu birahi, dan jika nafsu makan dan birahi bersatu menguasai kita maka timbullah keserakahan terhadap harta. Nafsu tersebut berlanjut pada nafsu kehormatan, karena akan sulit memperoleh harta tanpanya. Ketika harta dan kehormatan sudah di tangan, maka muncullah berbagai penyakit seperti sombong, riya', dengki dan berakibat timbul permusuhan dengan pihak lain.
Dikisahkan Abu Dzar al Ghifari adalah salah seorang sahabat Rasulullah Saw. dari suku Ghifar, yang kualitas keimanannya diakui oleh Nabi dan para sahabat. Hal ini terbukti pada awal dia masuk Islam, di mana orang lain masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi, sementara dia dengan terang-terangan. Bahkan, dia mengucapkan kalimat syahadat serta memproklamasikan diri sebagai seorang Muslim di hadapan orang-orang kafir Quraisy yang tengah berkumpul di Ka'bah, sehingga dia dikeroyok sampai babak belur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suatu ketika, dia ditanya oleh Rasulullah Saw. tentang apa yang disenanginya di dunia ini. Abu Dzar menjawab, ''Tidak ada yang aku senangi, kecuali tiga perkara, yaitu ketika aku ingat mati, ketika aku lapar, dan ketika aku sakit.''
Nabi Saw. bertanya lagi, ''Mengapa kamu menyukai tiga perkara itu, sedangkan kebanyakan manusia membencinya?''
Dia menjawab, ''Aku suka mengingat mati. Karena, dengan mengingatnya, hatiku akan lunak, tidak akan keras bagaikan batu, dan akan mengantarku untuk selalu beramal sebelum kematianku datang. Aku menyukai rasa lapar. Karena, dia menumbuhkan jiwa sosialku, bagaimana mungkin aku akan merasakan pahitnya lapar yang diderita orang lain, sedangkan perutku kenyang? Dengan kenyang, aku akan menjadi pemalas. Sementara itu, rasa sakit akan membuat aku sadar terhadap kelemahanku di hadapan Allah Swt, tidak pantas sombong dan takabur, serta mengakui keagungan-Nya dengan sepenuh hati.''
Di sini penulis akan fokus pada " lapar " yang dicintai sahabat tersebut. Adapun manfaat lapar adalah :
1. Hati menjadi bening. Kenyang akan mendatangkan kemalasan dan mengeruhkan hati. Orang yang melaparkan perutnya, maka akan hebatlah pikirannya dan akalnya akan cerdas. Kunci kebahagiaan adalah makrifat yang dicapai dengan kebeningan hati. Ingatlah, bahwa lapar dapat mengetuk pintu surga.
2. Mengendalikan nafsu maksiat. Ali r.a. berkata, " Tidaklah aku kenyang kecuali aku berbuat maksiat atau terpikirkan untuk berbuat maksiat." Jika suatu bangsa dengan warga yang perutnya kenyang, niscaya jiwa mereka lari dengan cepat menuju dunia.
3. Menghilangkan kesombongan di hati. Tidaklah ada yang mampu menghancurkan nafsu dengan cara apapun kecuali dengan lapar. Lapar menjadikan seseorang akan sabar dan merendah dan jika seseorang kenyang maka ia akan bersyukur, itulah cara orang beriman bersikap.
Ada kebiasaan di tengah masyarakat tatkala seseorang berhenti makan, maka yang di sampingnya bertanya, " Apa sudah kenyang kok sudah berhenti ?"
Pertanyaan ini selalu berorientasi bahwa makan dengan tujuan perut kenyang. Bagi umat muslim penulis sarankan, makanlah secukupnya/tidak sampai kenyang. Jika melakukan makan bersama keluarga, selalu ingatkan saat awal mau makan, bahwa makan adalah kebutuhan nutrisi untuk organ dan tidak perlu sampai kenyang. Jika kenyang dan banyak makan sudah menjadi kebiasaan, lalu bagaimana caranya untuk meninggalkannya?
Bagi orang yang ingin melakukannya adalah mudah dengan cara bertahap. Mengurangi jumlah/banyaknya yang dimakan setiap kali melakukan. Bagi para ahli ibadah, makan itu cukup dengan sebatas untuk menegakkan tulang sulbinya ( Tulang sulbi merupakan tulang yang terletak pada bagian bawah ruas tulang belakang manusia ).
Mulai saat ini selalu ingatlah bahwa makan itu bukan tujuannya untuk kenyang, namun secukupnya. Adapun tingkatan waktu seseorang lapar ada tiga. Yang tertinggi ketika seseorang dapat menahan lapar selama tiga hari atau lebih. Yang pertengan adalah menahan lapar selama dua hari, dan yang paling rendah adalah dengan makan sehari sebanyak sekali. Sedangkan orang yang makan sehari dua kali, maka tidak akan terbentuk keadaan lapar padanya dan termasuk orang yang meninggalkan keutamaan lapar. Apalagi kebiasaan makan tiga kali dalam sehari yang saat ini menjadi " pembenaran " keharusan. Apakah kita bisa masuk kategori golongan orang-orang dalam " keutamaan lapar " ?
Rasulullah Saw. telah memberikan contoh makan, cukuplah untuk menegakkan tulang sulbimu. Jika tidak bisa maka makanlah seper-tiga untuk makanan ( padat ) dan seper-tiga untuk minumnya, dan seper-tiganya untuk nafasnya. Semoga Allah Swt. selalu memberikan kekuatan dan keteguhan iman agar kita semua termasuk golongan yang mementingkan keutamaan lapar.
Aunur Rofiq
Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Profil Zakir Naik, Penceramah India yang Akan Keliling Indonesia Pekan Depan
Menyamar Jadi Muslim, Snouck Hurgronje Nekat Masuk Makkah demi Belajar Islam
5 Waktu Mustajab Membaca Doa Minta Rezeki Tak Terduga