BRIN Kenalkan School of Thought untuk Anak yang Seperti di Jepang, Apa Itu?

ADVERTISEMENT

BRIN Kenalkan School of Thought untuk Anak yang Seperti di Jepang, Apa Itu?

Cicin Yulianti - detikEdu
Jumat, 12 Des 2025 18:00 WIB
BRIN Kenalkan School of Thought untuk Anak yang Seperti di Jepang, Apa Itu?
Tri Mumpuni. Foto: DW (SoftNews)
Jakarta -

Anggota Dewan Pengarah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tri Mumpuni Wiyatno mengenalkan school of thought yang penting diterapkan bagi anak. Khususnya, bagi anak pendidikan anak usia dini (PAUD).

"Kalau bicara pendidikan, saya ingin memulai dengan apa yang kami sebut dengan school of thought. Penting banget ini karena landasan dari cara pikir kita ini sangat memengaruhi mau kemana kita ke depan," katanya dalam acara Diseminasi Hasil Riset 2025 Pusat Pendidikan BRIN, di Auditorium Gedung Widya Graha, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Jumat (12/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dua 'System Thinking'

School of thought kemudian menghasilkan system thinking. Menurut perempuan yang dijuluki "Wanita Listrik" tersebut system thinking dibagi lagi menjadi dua.

"Yang pertama, system thinking yang menjadi action atau tindakan kita sehari-hari. Kita sebut dengan daily activity atau habitual practices," kata Tri.

ADVERTISEMENT

Kemudian yang kedua rules dan regulations. Aspek ini akan menggawangi anak untuk melakukan apa yang boleh dan tidak boleh.

"Apa yang boleh, apa yang tidak boleh. Ini penting untuk kita pahami karena di dalam kita memberikan pendidikan kepada anak-anak kita, basic ini harus kita pahami benar," katanya.

School of Thought adalah Pendidikan Karakter

Lebih lanjut Tri menyebut school of thought merupakan pendidikan karakter. Seperti sistem-sistem pendidikan yang diterapkan di negara Jepang.

Tri menekankan pentingnya pendidikan menyentuh rasa peka anak (penginderaan). Bukan hanya berfokus pada pengetahuan atau logika.

"Matematika, fisika, kimia, sosial ekonomi, politik dan lain-lain. Kita dapet textbook, dapet profesor yang ngisi otak kita, tapi itulah pengetahuan. Siapa yang ngisi hati kita?," katanya.

Menurutnya, pendidikan karakter sukses ditanamkan kepada anak saat mereka dapat berempati. Empati atau perasaan harus seimbang dengan logika.

"Penginderaaan ini, itu melatih emosi dan kesadaran, ada ketenangan jiwa, harmonisasi kehidupan, tadi saya katakan sharing culture, kesederhanaan hidup sehingga tidak akan menzalimi hak-hak orang lain," tuturnya.

Tri lalu mengungkap permasalahan saat ini seperti kerusakan lingkungan yang dipengaruhi sistem pendidikan yang salah. Ia melihat sistem pendidikan saat ini menerapkan economic growth.

Secara tak langsung, anak didik diajarkan untuk memanfaatkan banyak hal hingga menghasilkan keuntungan ekonomi. Tak heran, setelah dewasa tak sedikit orang sukses melakukan tindakan serakah.

"Saya ingin memisahkan, mungkin karena saya orang energi, jangan dianggap oleh, ada dua mahzab di republik ini, mahzab pendidikan kalau menurut saya. Dari berbagai pengalaman yang kita alami yaitu mahzab economic growth sama mahzab energy balance," beber wanita asal Semarang tersebut.

Tri menekankan pentingnya pendidikan berbasis energy balance, di mana anak diajarkan soal keseimbangan dalam hidup/alam. Dengan begitu, anak-anak didik lulus sebagai orang sukses yang tak memanfaatkan alam untuk keserakahannya.

"Bicara bagaimana yang namanya keadilan sosial, keadilan lingkungan itu bisa kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kalau kita bicara economic growth dalam sistem pendidikan kita, hasilnya ini profit, keuntungan. Kalau kita bicara energy balance, belief dalam kehidupan kita adalah benefit," bebernya.




(cyu/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads