Tak perlu cara-cara rumit mengajari anak-anak sekolah toleransi. Cara praktis saran dari Badan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini bisa dilakukan. Apa saja?
"Saya kira di beberapa tempat sudah mulai ada, ketika kita buka bersama mengundang orang-orang tetangga kita dan itu sudah bagus", ungkapAnggota Komite Pengarah Badan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)Amin Abdullahpada Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diselenggarakan di Hotel Shangri-La, Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).
Amin menjawab pertanyaan salah satu peserta konferensi, tentang bagaimanapenjelasan terkait dengan pelaksanaan dan kegiatan yang dilakukan untuk mengujudkan kerukunan umat beragama di dalam dunia pendidikan. Selain itu, Amin mengambil contoh kasus sekolah-sekolah di Ambon, wilayah yang pernah terpecah karena isu agama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Ambon, imbuh Amin, ada perhelatan seni yang menggabungkan seni dan budaya dalam perjumpaan-perjumpaan antara siswa Islam dan Kristen.Hal tersebut menurutnya penting sekali dan terbukti sukses dalam menjaga perdamaian di Ambon.
"Jadi kalau memang tidak bisa menggunakan bahasa agama, menggunakan bahasa seni dan budaya Itu lebih soft, nah maka kreativitas para guru ini juga menjadi penting," ujarnya.
Panel ini fokus membahas peran pendidikan dalam membangun kepercayaan sosial di tengah masyarakat multikeagamaan dan multikultural di era meningkatnya polarisasi dan perpecahan global.Selain itu, panel ini juga menggali bagaimana Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam pendidikan dapat menumbuhkan kompetensi dan keterampilan yang diperlukan untuk memperkuat solidaritas sosial serta menjembatani perbedaan di masyarakat yang beragam.
Sebelumnya,Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengungkapkan ada 3 kebijakan untuk membentuk karakter murid di sekolah dalam rangka mengatasi 3 dosa besar pendidikan yakni perundungan (bullying), kekerasan seksual, dan intoleransi. Adapun tiga kebijakan tersebut yakni:
1. Deep Learning atau Pembelajaran Mendalam
Pendekatan pembelajaran mendalam atau deep learning bertujuan untuk membentuk generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain itu, pendekatan ini juga menekankan pendidikan karakter untuk menjadi warga negara dan dunia yang baik.
"Mereka adalah generasi yang memiliki tanggung jawab dan jiwa sosial yang tinggi untuk kemudian secara bersama-sama menciptakan kehidupan yang damai dimanapun mereka berada," ungkapnya.
2. Kebijakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
Banyaknya fenomena generasi muda yang menjadi korban atau bahkan pelaku dari kekerasan digital juga ikut disoroti Menteri Mu'ti. Dampak dari kekerasan digital ini sangat besar terhadap psikologi dan mentalitas murid.
Dalam pandangan Mu'ti, berbagai kasus kekerasan digital bisa terjadi karena generasi muda saat ini tidak memiliki ruang yang luas untuk bertemu dengan teman sebaya dan beraktivitas sosial dalam kehidupan nyata. Untuk menghadapi hal ini, Kemendikdasmen menjawab dengan program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat atau 7 KAIH.
"Yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat," urai Mu'ti.
3. Perkuat Bimbingan dan Konseling
Kebijakan yang terakhir adalah Kemendikdasmen tengah memperkuat proses bimbingan dan konseling. Orang tua diharapkan bisa menjadi sahabat sekaligus mentor yang baik bagi generasi Z dan generasi Alpha.
Guru Besar UIN Jakarta itu menilai kasus kekerasan bisa terjadi juga karena kurangnya kesabaran orang tua untuk mendengar. Terkadang orang tua juga kurang mengapresiasi anak-anak yang sebenarnya memerlukan ruang untuk berbicara.
"Memerlukan ruang untuk bisa mereka curhat dan berbagai kesempatan untuk mereka mengeksplorasi diri dan menyampaikan berbagai gagasan dan mengembangkan bakat dan minatnya," papar Mu'ti.
Untuk itu, forum Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB)menjadi wadah yang penting untuk mengkaji berbagai hal secara teoritik dan membangun sebuah gerakan yang berbasis pendidikan, baik di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB)dihadiri lebih dari 200 peserta dari 20 negara yaitu Austria, Denmark, Jepang, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Belanda, Swiss, Inggris, Finlandia, Uzbekistan, Bahama, Bulgaria serta negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Laos, Filipina, Myanmar, dan Kamboja.
Para peserta merupakan pejabat pemerintah, akademisi, tokoh agama, pimpinan lembaga internasional, serta para guru alumni program LKLB dari berbagai provinsi di Indonesia. Pada konferensi ini dibagikan berbagai pengalaman Indonesia dalam mengembangkan program LKLB yang telah menjadi contoh upaya membangun kohesi sosial khususnya di kawasan Asia Tenggara.
(nwk/nwk)











































