Intoleransi Jadi Dosa Besar Pendidikan, Mendikdasmen Ungkap 3 Kebijakan Mengatasinya

ADVERTISEMENT

Intoleransi Jadi Dosa Besar Pendidikan, Mendikdasmen Ungkap 3 Kebijakan Mengatasinya

Devita Savitri - detikEdu
Selasa, 11 Nov 2025 17:00 WIB
Mendikdasmen Abdul Muti buka Konferensi International Literasi Keagamaan Literasi Budaya (LKLB), Selasa (11/11/2025).
Mendikdasmen Abdul Mu'ti buka Konferensi International Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), Selasa (11/11/2025). Foto: Devita Savitri/detikEdu
Jakarta -

Tiga dosa besar di dunia pendidikan masih menjadi mimpi buruk dan tantangan di era pemerintahan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti. Ketiga dosa pendidikan yang dimaksud adalah perundungan (bullying), kekerasan seksual, dan intoleransi.

Untuk menghadapi hal tersebut, Menteri Mu'ti menghadirkan tiga kebijakan yang bertujuan dalam menciptakan generasi yang terbuka dengan perbedaan. Hal ini disampaikannya dalam Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), Selasa (11/11/2025).

Ia menyebut pihaknya berkomitmen untuk menciptakan generasi muda yang mampu percaya diri untuk melintasi batas dengan berbagai perbedaan. Terlebih generasi muda masa kini adalah bakal calon pemimpin dunia di masa depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini sebuah pesan penting agar kita sekalian memberikan perhatian kepada generasi muda sebagai insan-insan yang akan memimpin dunia di masa yang akan datang," tuturnya dalam pembukaan LKLB di Hotel Shangri-La, Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

ADVERTISEMENT

3 Kebijakan Pendidikan Karakter Kemendikdasmen

Untuk menciptakan generasi yang mampu terbuka akan perbedaan, Kemendikdasmen menjawab melalui tiga kebijakan. Tiga kebijakan ini menjadi dasar pembentukan karakter agar generasi mada depan memiliki sikap yang terbuka dan jiwa yang lapang dada untuk bisa menerima perbedaan.

Adapun tiga kebijakan tersebut yakni:

1. Deep Learning atau Pembelajaran Mendalam

Pendekatan pembelajaran mendalam atau deep learning bertujuan untuk membentuk generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain itu, pendekatan ini juga menekankan pendidikan karakter untuk menjadi warga negara dan dunia yang baik.

"Mereka adalah generasi yang memiliki tanggung jawab dan jiwa sosial yang tinggi untuk kemudian secara bersama-sama menciptakan kehidupan yang damai dimanapun mereka berada," ungkapnya.

2. Kebijakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat

Banyaknya fenomena generasi muda yang menjadi korban atau bahkan pelaku dari kekerasan digital juga ikut disoroti Menteri Mu'ti. Dampak dari kekerasal digital ini sangat besar terhadap psikologi dan mentalitas murid.

Dalam pandangan Mu'ti, berbagai kasus kekerasan digital bisa terjadi karena generasi muda saat ini tidak memiliki ruang yang luas untuk bertemu dengan teman sebaya dan beraktivitas sosial dalam kehidupan nyata. Untuk menghadapi hal ini, Kemendikdasmen menjawab dengan program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat atau 7 KAIH.

"Yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat," urai Mu'ti.

Melalui 7 KAIH, Kemendikdasmen ingin generasi muda lebih banyak beraktivitas sosial dengan berolahraga atau bermasyarakat. Murid juga mendorong untuk lebih bergaul dengan teman yang memiliki latar budaya dan agama yang berbeda.

"Berbagai inisiatif dan program yang mendorong terjadinya literasi keagamaan lintas budaya itu telah dilakukan dan telah memiliki dampak yang positif. Karena itu maka kemitraan kami dengan Leimena yang dimulai dari penyelenggaraan seminar ini, dapat menjadi awal untuk kita mendorong bagaimana keterampilan sosial berkolaborasi, saling bekerjasama, kemampuan untuk sharing dan berdialog, (serta) kemampuan mendengar selain kemampuan berbicara juga penting kita tanamkan dalam diri para generasi muda," jelasnya.

3. Perkuat Bimbingan dan Konseling

Kebijakan yang terakhir adalah Kemendikdasmen tengah memperkuat proses bimbingan dan konseling. Orang tua diharapkan bisa menjadi sahabat sekaligus mentor yang baik bagi generasi Z dan generasi Alpha.

Guru Besar UIN Jakarta itu menilai kasus kekerasan bisa terjadi juga karena kurangnya kesabaran orang tua untuk mendengar. Terkadang orang tua juga kurang mengapresiasi anak-anak yang sebenarnya memerlukan ruang untuk berbicara.

"Memerlukan ruang untuk bisa mereka curhat dan berbagai kesempatan untuk mereka mengeksplorasi diri dan menyampaikan berbagai gagasan dan mengembangkan bakat dan minatnya," papar Mu'ti.

Untuk itu, forum LKLB menjadi wadah yang penting unyuk mengkaji berbagai hal secara teoritik dan membangun sebuah gerakan yang berbasis pendidikan, baik di sekolah, keluarga, san masyarakat.

"Agar suasana kehidupan di masyarakat itu semakin tercipta dalam suasana kerumpunan dan harmoni di mana semua kita saling menghormati, saling menerima, dan saling bekerja sama dengan yang lainnya," pungkasnya.

Konferensi Internasional LKLB dihadiri lebih dari 200 peserta dari 20 negara yaitu Austria, Denmark, Jepang, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Belanda, Swiss, Inggris, Finlandia, Uzbekistan, Bahama, Bulgaria serta negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Laos, Filipina, Myanmar, dan Kamboja.

Para peserta merupakan pejabat pemerintah, akademisi, tokoh agama, pimpinan lembaga internasional, serta para guru alumni program LKLB dari berbagai provinsi di Indonesia. Pada konferensi ini dibagikan berbagai pengalaman Indonesia dalam mengembangkan program LKLB yang telah menjadi contoh upaya membangun kohesi sosial khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Tema yang diangkat "Education and Social Trust in Multifaith and Multicultural Societies" menegaskan peran penting pendidikan untuk membangun sikap saling percaya di dalam masyarakat multiagama dan multikultural.

Pelaksanaan Konferensi Internasional LKLB menjaei implementasi dan tindak lanjut Deklarasi ASEAN Our Shared Future 2045 yang ditetapkan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 26 Mei 2025. Salah satunya dalam tujuan deklarasi nomor sembilan untuk mewujudkan komunitas ASEAN yang inklusif dan kohesif yang menghormati keberagaman politik, sosial, agama, budaya, dan etnis.

Berlangsung selama 2 hari, konferensi ini menghadirkan enam panel utama. Selain peserta luring, konferensi ini juga diikuti lebih dari 4.500 peserta lintas negara melalui Zoom. Menjadi tahun pelaksanaan yang ketiga, LKLB 2025 bekerja sama dengan Kemendikdasmen.

Penyelenggaraanya juga didukung oleh Kementerian Agama RI, Kementerian Hukum RI, Kementerian Luar Negeri RI, International Center for Law and Religion Studies di Brigham Young University Law School, dan Templeton Religion Trust.




(det/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads