Banyak Murid Main Game Roblox, Mendikdasmen: Jangan Main yang Itu!

ADVERTISEMENT

Banyak Murid Main Game Roblox, Mendikdasmen: Jangan Main yang Itu!

Devita Savitri - detikEdu
Senin, 04 Agu 2025 13:01 WIB
Batasan anak main hp
Ilustrasi anak bermain game. Kemendikdasmen soroti banyak murid yang bermain game Roblox. Foto: Getty Images/iStockphoto/travelism
Jakarta -

Ada satu kejadian unik yang terjadi ketika Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti pantau program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SDN Cideng 02 Jakarta Pusat. Ia menemukan banyak murid jenjang SD bermain game Roblox.

Awalnya, Menteri Mu'ti menanyakan apakah murid-murid suka dan sering bermain ponsel. Ia mengingatkan bila bermain ponsel bukanlah hal yang salah, asal tak boleh terlalu lama dan menonton konten kekerasan.

"Main HP boleh, tapi tidak boleh lama-lama ya. Tidak boleh menonton yang (menampilkan) kekerasan, yang di situ ada berantemnya, di situ ada kata-kata yang jelek jangan nonton," ungkap Mu'ti di depan siswa SDN Cideng 02 dalam acara Kick-Off Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SDN Cideng 02 Pagi, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika memberikan nasihat tersebut, terdengar murid yang mengucap tentang bermain game Roblox. Mendengarnya, Mu'ti melarang murid bermain game itu karena menurutnya tidak baik.

"Tadi yang blok, blok tadi itu jangan main yang itu karena itu tidak baik ya," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Anak Belum Membedakan Rekayasa dan Nyata

Mu'ti menjelaskan mengapa ia melarang murid-murid untuk bermain game Roblox. Menurutnya game itu menampilkan berbagai adegan kekerasan.

Di tingkat SD, tingkat intelektualitas mereka belum mampu membedakan mana adegan nyata dan rekayasa. Menjadi peniru ulung, anak di usia SD tanpa ragu bisa melakukan tindakan yang mereka lihat di dalam game.

"Dengan tingkat kemampuan mereka yang memang masih belum cukup itu, kadang-kadang mereka meniru apa yang mereka lihat. Sehingga karena itu kadang-kadang praktek kekerasan yang ada di berbagai game itu memicu kekerasan di kehidupan sehari-hari anak-anak," ucap Mu'ti.

"Misalnya mohon maaf ya, kalau di game itu dibanting, itu kan tidak apa-apa orang dibanting di game. Kalau dia main dengan temennya, kemudian temennya dibanting, kan jadi masalah," jelasnya lebih lanjut.

Untuk menghindari hal ini, anak-anak harus dipandu sejak awal agar tidak mengakses informasi atau game yang mengandung kekerasan. Pada dasarnya tidak ada ruang aman di dunia maya, terlebih untuk anak, bahkan berbagai game anak-anak kini sudah mulai disusupi situs judi online.

Orang Tua Punya Peran Paling Penting

Dengan banyaknya dampak negatif dunia maya, Mu'ti menilai penggunaan gawai oleh anak-anak semaksimal mungkin harus dibatasi. Dalam hal ini orang tua punya peran kontrol yang sangat penting.

Terpapar gawai berlebihan bisa merusak kebiasaan fisik anak karena mereka kurang beraktivitas. Hal serupa juga terjadi ketika anak terlalu banyak bermain game online seperti Roblox.

"Karena kebanyakan main game itu jadi (membuat) mager (malas gerak). Kalau kebanyakan mager itu, motoriknya kurang bergerak, peredaran darahnya kurang lancar, dan mereka kemudian jadi anak yang emosional," urainya.

Mu'ti berpesan agar orang tua perlu mengantisipasi dampak negatif yang timbul karena penggunaan gadget berlebihan. Salah satu upayanya adalah memandu dan mendampingi anak ketika menggunakan gawai.

"Dampingi (anak saat bermain gawai), harus kita pandu supaya yang diakses adalah yang bermanfaat dan mereka dapat menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat edukatif dan bermanfaat," pesan Mu'ti.

Di sisi peraturan, Kemendikdasmen bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan kementerian lain yang terlibat sudah meluncurkan program Tunas. Program Tunas adalah program yang bertujuan untuk melindungi anak-anak di dunia digital.

Program ini diiringi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas). Ke depannya, Kemendikdasmen akan menindaklanjuti melalui kerja sama dengan berbagai pihak, seperti orang tua, masyarakat, dan para penyedia layanan online.

"Tolonglah kami dibantu untuk diberikan anak-anak kita ini layanan yang mendidik, jangan layanan yang dapat merusak mental dan juga merusak intelektual mereka," tandasnya.




(det/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads