Merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan SD-SMP gratis di sekolah negeri dan swasta, Kementerian Pendidikan Dasar dan Negeri (Kemendikdasmen) telah membuat dua skenario pembiayaan untuk sekolah swasta.
"Pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa tidak terjadi penurunan mutu layanan pendidikan akibat perubahan skema pembiayaan," kata Atip dalam webinar konstitusi "Hak Atas Pendidikan Dasar Gratis Pasca Putusan MK" via Zoom, Kamis (26/6/2025).
Sebelum menjelaskan skenario pembiayaan sekolah gratis oleh negara, Atip meminta masyarakat memahami terlebih dahulu kondisi pembiayaan sekolah swasta saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada tiga jenis biaya dalam sistem pendidikan sekolah swasta yakni biaya investasi, biaya operasional dan biaya peserta didik. Biaya investasi berupa lahan atau selain lahan ditanggung oleh masyarakat.
Kemudian dalam biaya operasional, terdapat biaya personil dan nonpersonil. Biaya personil tersebut bisa ditanggung oleh masyarakat dan dibantu juga oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Ini struktur biaya yang ada sekarang, terdiri ke biaya investasi dan biaya operasional. Jadi yang existing sekarang, biaya investasi itu ditanggung oleh masyarakat, seperti sarana fisiknya, bangunan, dan sebagainya," kata Atip.
Adapun biaya peserta didik ditanggung oleh masyarakat atau siswa/orang tua. Sehingga dengan adanya kebijakan sekolah swasta dibiayai negara, maka akan ada perubahan sumber pendanaan biaya-biaya di atas.
Skenario Pembiayaan SD-SMP Gratis di Sekolah Swasta
Skenario 1 : Seluruh Sekolah Swasta Dibiayai Negara
Atip menjelaskan, untuk skenario 1 semua biaya sekolah swasta akan ditanggung Pemerintah. Artinya biaya operasional hingga investasi bisa ditanggung Pemerintah.
"Skenario satu untuk pembebasan biaya pendidikan di sekolah swasta atau tanpa memungut biaya itu," kata Atip.
Berikut penjelasannya:
1. Biaya Investasi
- Lahan: Ditanggung masyarakat
- Selain lahan: Ditanggung oleh negara baik secara fisik (revitalisasi/DAK fisik) dan non-fisik (pelatihan guru, peningkatan kualifikasi guru, dan lainnya.
2. Biaya Operasional
- Personil: Gaji guru ditanggung negara dengan besar minimal setara dengan UMR.
- Biaya nonpersonil: Akan diberikan dana BOSP seperti yang berlaku pada saat ini dengan besaran SD (Rp 900 ribu - 1,96 juta), SMP (Rp 1,1 juta - 2,48 juta), Paket A (Rp 1,3 juta - 2,6 juta), dan Paket B (Rp 1,5 juta - 3 juta).
3. Biaya Peserta Didik: Ditanggung Negara bagi Masyarakat Miskin
Jika skenario ini berlaku, Atip meminta sekolah swasta untuk tetap mempertahankan kualitas baiknya. Sebagaimana amanat negara untuk menjamin mutu pendidikan.
"Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta harus berkomitmen untuk meningkatkan mutu layanan sesuai standar yang ditetapkan oleh pemerintah," kata Atip.
"Dengan skenario itu, maka skenario satu, itu akan membutuhkan total kebutuhan anggaran tambahan dari yang terada itu sekitar Rp59,8 juta," lanjut Atip.
Skenario 2 : Selektif, Hanya Beberapa Sekolah Swasta
Kemudian skenario kedua adalah dengan memilih sekolah-sekolah tertentu untuk dibiayai negara. Pasalnya, tidak semua sekolah swasta menurut Atip bersedia didanai.
"Skenario duanya, fisik ditanggung oleh negara untuk fisik, nonfisik. Kemudian untuk biaya personil ditanggung oleh negara disesuaikan dengan penyetaraan golongan guru. Kemudian untuk biaya operasionalnya menggunakan satuan biaya yang ideal, yaitu SD Rp2,2 juta, SMP Rp3 juta," katanya.
Adapun rincian skenario 2 ini yakni:
1. Biaya Investasi
Lahan: Ditanggung masyarakat
Selain lahan: Ditanggung oleh negara baik secara fisik (revitalisasi/DAK fisik) dan nonfisik (pelatihan guru, peningkatan kualifikasi guru, dan lainnya.
2. Biaya Operasional
Personil: Disesuaikan dengan penyetaraan golongan guru
Biaya nonpersonil: Menggunakan satuan biaya yang ideal menurut kajian PSKP yakni SD Rp 2,2 juta dan SMP Rp 3 juta
3. Biaya Peserta Didik: Ditanggung Negara bagi Masyarakat Miskin
"Skenario yang kedua, maka anggaran yang dibutuhkan dari eksistensi sekarang adalah Rp 68,8 juta. Untuk itu diperlukan kriteria untuk sekolah swasta yang akan mendapatkan pembebasan biaya itu," kata Atip.
Saat ditanya tentang skenario mana yang lebih baik menurut Atip skenario 2 atau pembiayaan kepada sekolah selektif saja. Ia berpendapat, setiap sekolah berhak dalam membuat model pembelajaran untuk mencetak lulusan terbaik.
"Di dalam faktanya juga ada swasta-swasta yang tidak mau mereka itu dibiayai oleh negara karena mereka memiliki kekhususan dalam kurikulum mereka tentunya dalam rangka menghasilkan kualitas lulusan yang lebih baik," kata Atip.
"Oleh karena itu menurut saya mekanisme yang relatif mendekati, jadi secara hukum diterima, legal, acceptable, dan kemudian juga di dalam praktek juga terkonfirmasi, ya harus dilakukan seleksi. Mana swasta yang harus dibiayai, mana swasta yang tidak. Karena swasta tersebut tidak mau mereka menyelenggarakan dengan biaya yang ditentukan oleh pemerintah dalam wajib belajar," tuturnya.
(cyu/nah)