Masih Pro-Kontra, Pendidikan Barak Militer Jabar Gelombang Dua Tetap Jalan

ADVERTISEMENT

Masih Pro-Kontra, Pendidikan Barak Militer Jabar Gelombang Dua Tetap Jalan

Devita Savitri - detikEdu
Senin, 09 Jun 2025 13:00 WIB
Pendidikan karakter barak militer Jabar gelombang dua segera dimulai.
Pendidikan karakter barak militer Jabar gelombang dua segera dimulai. Foto: Instagram/Disdik Jabar
Jakarta -

Meski masih menuai pro-kontra, program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jabar Istimewa atau pengiriman siswa "nakal" ke barak militer terus dilanjutkan. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Disdik Jabar) mengabarkan gelombang dua akan segera berlangsung.

Seperti yang diketahui, program barak militer ditetapkan pemerintah Jabar melalui Surat Edaran (SE) Nomor: 43/PK.03.04/KESRA tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya.

Dalam aturan tersebut, dijabarkan kategori kenakalan siswa yang harus mendapatkan pendidikan ke barak militer. Kenakalan yang dimaksud seperti, tawuran, bermain game, merokok, balapan liar, dan perilaku tidak terpuji lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Program barak militer dilakukan di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pendidikan karakter dan kedisiplinan dilakukan selama 14 hari.

Diikuti Puluhan Siswa

Pendidikan karakter di barak militer gelombang dua ini diikuti puluhan siswa Jabar. Sebanyak 18 siswa sudah diserahkan Kadisdik Jabar Purwanto pada Minggu, (8/6/2025) lalu kepada Komandan Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Letkol INF Ustadzi Rahmad.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya, Disdik Jabar akan kembali menyerahkan 70 siswa lain ke Rindam III Siliwangi pada hari ini, Senin (9/6/2025). Purwanto memastikan seluruh siswa yang diserahkan ke barak militer memiliki kesehatan yang baik, karena sudah mengikuti cek kesehatan secara menyeluruh.

Memiliki tujuan untuk mendidik karakter, Purwanto menyatakan para siswa akan menjalani kegiatan yang tidak mereka lakukan di rumah. Kegiatan yang dimaksud adalah bangun pagi hingga belajar hidup disiplin dan peduli pada diri sendiri.

"Mereka perlu pengondisian yang mungkin selama ini tidak didapatkan di rumah atau masyarakat. Kekosongan itu yang akan kita isi di Dodik," katanya dikutip dari pistingan Instagram Disdik Jabar, Senin (9/6/2025).

"Seperti bangun pagi, salat bareng, makan bareng, olahraga bareng, belajar bareng, belajar kesigapan, kedisiplinan, kebersihan, dan peduli pada diri sendiri," sambung Purwanto.

Pro-Kontra Pendidikan Barak Militer

Banyak pendapat pro dan kontra terkait pendidikan barak militer yang dicetuskan Pemprov Jabar. Salah satu sosok yang mendukung adalah Wakil menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA) Veronica Tan.

Sosok yang akrab dipanggil Vero itu menilai mengirimkan anak ke barak militer adalah langkah yang aman. Mengingat pengiriman anak ke barak sudah disetujui orang tua dan keluarga.

"Sejauh yang saya dengar sepertinya keluarga mereka juga sudah setuju dan ini kan tidak semata-mata dilakukan gubernur, terus yang penting bahwa ada prosedur yang sudah dijalankan," ujarnya dilansir dari 20detik.

"Kalau orang tuanya juga menyetujui mereka didisiplinkan di situ, harusnya oke, harusnya aman untuk mendidik mental dan disiplin anak-anak jaman sekarang," tambah Vero lagi.

Di sisi kontra, pakar pendidikan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Zendy Wulan Ayu Prameswari menilai kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam. Zendy melihat dari sisi hukum perlindungan anak, kebijakan ini bisa bertentangan dengan Konvensi Hak Anak.

Menurutnya barak militer bukanlah lingkungan yang sesuai dengan usia anak sekolah. Banyak dampak negatif yang mengintai termasuk risiko kekerasan fisik dan psikis.

Oleh karena itu, Zendy menyarankan harus ada kriteria yang jelas dalam memboyong anak-anak masuk barak. Jika tidak, hal tersebut tidak adil bagi anak.

"Harus jelas kriteria yang digunakan. Kalau tidak, ini bisa menimbulkan diskriminasi yang melanggar hak anak untuk diperlakukan secara adil," ungkapnya.

Banyaknya risiko, Zendy menyarankan agar kebijakan yang dibuat dilakukan dengan pendekatan berbasis hak anak. Anak harus dipandang sebagai subjek hak, bukan objek hukuman.

Ia juga menyarankan agar program ini ikut melibatkan profesional seperti konselor atau psikolog anak. Ia mengingatkan pendidikan karakter tidak bisa disederhanakan sebagai hukuman fisik.

"Anak-anak harus diberdayakan dengan pendekatan yang memahami latar belakang mereka dan tidak mengorbankan hak-haknya. Satu lagi, hal yang perlu mendapatkan perhatian untuk program ini adalah pentingnya pengawasan. Siapa yang akan mendapat kewenangan untuk mengawasi pelaksanaan program ini adalah hal yang krusial," pungkasnya.




(det/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads