Melalui Amar Putusan Nomor 3/PUU-XXIII/2025, MK menegaskan Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin wajib belajar minimal jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan Pemerintah atau masyarakat (swasta).
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan di Ruang Sidang Pleno MK.
Uji materiil ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan tiga pemohon perseorangan.
Putusan MK Juga Harus Ditujukan ke Presiden
JPPI menilai hasil putusan MK tersebut merupakan amanat konstitusi yang kini ditegaskan lembaga tertinggi hukum.
Kendati begitu, JPPI juga menegaskan putusan MK tidak dapat hanya dialamatkan ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) saja, melainkan juga kepada Presiden selaku kepala negara.
"Putusan MK ini adalah perintah langsung kepada negara untuk menjamin hak dasar pendidikan anak. Dan dalam struktur negara kita, pemegang kunci implementasi perintah konstitusi ini adalah Presiden Republik Indonesia!" ungkap Koordinator Nasional (Kornas) JPPI Ubaid Matraji dalam keterangannya kepada detikEdu pada Rabu (28/5/2025).
"Ini bukan hanya tugas Kemendikdasmen, karena Kemendikdasmen sendiri adalah kementerian dengan pengelolaan anggaran yang relatif kecil dibandingkan total anggaran pendidikan negara," lanjutnya.
Mengapa Presiden Perlu Turun Tangan Langsung?
JPPI menggarisbawahi sejumlah alasan penting mengapa komitmen dan political will Presiden amat diperlukan untuk melaksanakan perintah MK ini, yaitu:
1. Anggaran Pendidikan Salah Urus
JPPI menilai anggaran pendidikan di Indonesia besar, tetapi salah urus. Ubaid menyebut fakta di persidangan jelas memperlihatkan anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD sebenarnya lebih dari cukup untuk membebasbiayakan pendidikan dasar di seluruh Indonesia, baik negeri ataupun swasta.
Walau begitu, selama ini anggaran pendidikan terpecah dan dikelola berbagai kementerian serta lembaga yang tidak berkaitan langsung dengan pendidikan. Hal ini menyebabkan inefisiensi dan salah sasaran.
"Presiden adalah satu-satunya otoritas yang dapat melakukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola anggaran ini," kata Ubaid.
2. Kewenangan Lintas Kementerian
JPPI menyebut pengubahan skema pembiayaan pendidikan dan integrasi sekolah swasta ke sistem bebas biaya membutuhkan koordinasi yang kuat lintas kementerian. Hal itu melibatkan Kementerian Keuangan (Keuangan) RI untuk melakukan realokasi anggaran masif.
Selain itu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI juga perlu melakukan sinkronisasi kebijakan di daerah dan tak terkecuali juga kementerian lain yang selama ini ikut mengelola dana pendidikan.
"Koordinasi dan keputusan strategis selevel ini hanya bisa dipimpin oleh Presiden," ujar Ubaid.
3. Payung Hukum dan Regulasi Turunan
JPPI mengatakan penerapan putusan MK membutuhkan payung hukum turunan yang kuat seperti Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres).
"Proses pembentukan regulasi ini berada di bawah kendali Presiden sebagai kepala pemerintahan. Tanpa arahan tegas dari Presiden, regulasi ini bisa tertunda atau tidak efektif," ungkap Ubaid.
Baca juga: Menakar Pendidikan Gratis di Era Efisiensi |
4. Kunci Utamanya Political Will
JPPI menegaskan tanpa komitmen politik yang jelas dari Presiden, putusan MK berisiko jadi sekadar teks hukum tanpa ada dampak yang nyata di lapangan.
"Sejarah menunjukkan bahwa perubahan fundamental di sektor publik membutuhkan kemauan politik yang kuat dari pemimpin tertinggi," kata Ubaid.
5. Amanat Konstitusi dan Tanggung Jawab Moral
JPPI menekankan putusan ini merupakan penegasan amanat konstitusi UUD 1945 tentang hak setiap warga negara atas pendidikan. JPPI menilai presiden selaku kepala negara mempunyai tanggung jawab konstitusional dan moral tertinggi untuk memastikan hak pendidikan warga negara terpenuhi tanpa hambatan biaya.
"Rakyat Indonesia menantikan kepemimpinan Presiden untuk mewujudkan janji konstitusi ini secara nyata," kata Ubaid.
"JPPI mendesak Presiden untuk segera mengambil sikap tegas dan menerbitkan kebijakan yang konkret. Ini adalah kesempatan emas bagi beliau untuk menunjukkan keberpihakan pada rakyat dan mewujudkan keadilan pendidikan yang telah lama dinantikan," lanjutnya.
(nah/nah)