Sastra akan masuk dalam kurikulum sekolah. Kemendikbudristek meluncurkan program "Sastra Masuk Kurikulum" yang merupakan turunan Merdeka Belajar ke-15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar.
Namun, terdapat poin dalam kebijakan ini yang mendapatkan protes keras dari Nusantara Utama Cita (NU Circle). Perkumpulan NU Circle menilai ada banyak karya sastra beradegan cabul dan vulgar yang direkomendasikan secara resmi menjadi bacaan untuk anak-anak di sekolah.
Wakil Ketua NU Circle, Ahmad Rizali mengingatkan Mendikbudristek Nadiem untuk tidak menyebarkan adegan seksualitas di lingkungan sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adegan cabul yang mengumbar narasi seksualitas dan persenggamaan sangat tidak layak masuk kurikulum pendidikan nasional. Nadiem harus menghentikan kecerobohan ini. Pemerintah harus menjaga keadaban manusia melalui pendidikan kemanusiaan yang adil dan beradab," seru Ahmad di Jakarta, dikutip melalui keterangan tertulis pada Kamis (30/5/2024).
NU Circle: Pelanggaran Norma Kesusilaan
Ahmad menyebutkan beberapa contoh narasi seksualitas yang menjadi bahan bacaan yang direkomendasikan.
"Salah satu contohnya adalah cerpen berjudul Rumah Kawin yang ditulis Zen Hae. Cerpen ini diterbitkan tahun 2004. Di halaman 48 cerpen tersebut berbunyi, 'Batang zak.., Mamat Jago yang serupa ikan..., terasa menekan selang... Sarti'," sebut Ahmad.
"Halaman 47, 'Tangannya terus meremasi pan... Sarti dan menyorongkan mulut monyongnya....ke....'," lanjutnya.
Ahmad menegaskan panduan yang dibuat Kemendikbudristek dalam Program Sastra Masuk Kurikulum termasuk kategori pelanggaran norma kesusilaan lantaran mengumbar hubungan seksual melalui tulisan.
"UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi jelas mengatur masalah ini dan melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Karena itu NU Circle minta program ini harus dihentikan dan dibuat secara lebih beradab dan lebih profesional," tekan Ahmad.
Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi mendefinisikan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
"Dalam pasal 4 ayat 1 tegas disebutkan larangan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau pornografi anak," terang Ahmad.
"Ini bukti Profil Pelajar Pancasila yang tidak diturunkan secara langsung dari setiap Sila Pancasila telah membuat Kemdikbudristek bebas merdeka melakukan apa saja termasuk memasukkan pendidikan ketidakberadaban dalam Kurikulum Merdeka," imbuhnya.
NU Circle: Problem Besarnya Rendah Mutu Berpikir
Menurut Ahmad, problem besar pendidikan nasional sekarang ini adalah rendahnya mutu berpikir siswa karena kompetensi literasi dan numerasi yang sangat memprihatinkan.
"Mengapa Kemdikbud tidak fokus di sini. Seharusnya perang besar pemerintah adalah memberantas kebodohan ini dan bukan membuat program yang justru menurunkan akal sehat dan mengubah syahwat kebinalan," ujar Ahmad.
Ahmad mendesak supaya Pemerintah, termasuk pemerintahan Prabowo-Gibran kelak lebih fokus dalam memerangi kebodohan literasi dan numerasi dengan menerbitkan peraturan presiden atau instruksi presiden tentang peningkatan mutu literasi dan numerasi pendidikan dasar dan menengah.
Program Sastra Masuk Kurikulum rencananya diterapkan pada Juli sampai Agustus mendatang di sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka. Program ini bertepatan dengan tahun ajaran baru.
Pada pelaksanaannya, Kemendikbud menyediakan panduan penggunaan buku sastra yang direkomendasikan. Panduan ini berisi gambaran singkat buku, dilengkapi catatan penafian konten buku, panduan penggunaan buku, dan keterkaitan dengan mata pelajaran Kurikulum Merdeka.
(nah/nwk)