Viral video Kabid SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan, ASN Andy Yudistira tengah mengarahkan Persatuan Guru Indonesia (PGRI) Medan untuk mendukung capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Ia pun diperiksa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga Inspektorat.
Merespons peristiwa tersebut, 8 organisasi profesi keguruan menyerukan agar partai politik dan tim sukses menghargai independensi dan kredibilitas intelektual guru dalam menentukan pilihan pada Pemilu 2024.
"Termasuk di dalamnya yakni tidak mengintervensi guru untuk mengarahkan suaranya dan suara muridnya agar memilih kandidat tertentu," bunyi petisi yang diterima detikEdu tertanggal 4 Februari 2024, dikutip Senin (5/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedelapan organisasi tersebut yakni Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN), Ikatan Guru Indonesia (IGI), Jaringan Sekolah Madrasah Belajar (JSMB), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Komunitas Pengawas Belajar Nusantara (KPMB), Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), dan Yayasan Guru Belajar (YGB).
"Menyayangkan oknum guru yang menyampaikan kampanye memihak paslon tertentu di kelas. Hal ini mencederai esensi pendidikan politik," kata
Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia Sumarni dalam petisi tersebut.
"Percaya guru merdeka adalah penggerak perubahan bangsa. Tidak boleh ada intimidasi terhadap guru. Guru bukan sapi perahan, guru bukan bank suara," demikian ditambahkan Ketua Yayasan Guru Belajar Bukik Setiawan, dalam petisi yang sama.
Petisi Organisasi Profesi: Jaga Independensi Guru
Petisi 8 organisasi profesi guru tersebut menegaskan guru berupaya memfasilitasi pembelajaran siswa sebagai pemilih pemula untuk cerdas dan bertanggung jawab. Untuk itu, guru bertekad menjaga independensi dan merawat iklim sekolah saling menghormati.
"Namun sebagian pendidik dihadapkan pada upaya mempengaruhi independensi dalam menggiring pilihan pada pasangan calon tertentu, yang membuat sebagian kami berada dalam posisi yang sangat sulit," bunyi petisi tersebut.
Atas persoalan tersebut, penginisiasi petisi ini menyerukan pada guru untuk:
- Mendidik murid tentang demokrasi: Memfasilitasi murid untuk memahami demokrasi, hak pilih, dan pemilihan umum serta mencari informasi untuk menentukan pilihan secara rasional dan independen.
- Menjaga independensi guru: Memastikan sikap untuk menjaga independensi dalam melaksanakan pembelajaran, tanpa terpengaruh oleh tekanan politik atau upaya manipulasi dari pihak lain, termasuk tidak mempengaruhi pilihan politik murid.
- Mewujudkan iklim sekolah yang demokratis: Mendorong lingkungan belajar yang menghormati perbedaan dan keragaman pendapat, memastikan semua suara didengar dan dihargai serta berdiskusi tanpa rasa takut dan prasangka.
Sementara itu, partai politik dan timses diminta mengambil peran dalam pendidikan politik. Keduanya diminta mengajak pemilih pemula berdiskusi secara terbuka agar kesempatan pemilu menjadi proses pendidikan dan pelibatan publik sehingga muncul aktor demokrasi Indonesia yang semakin baik pula.
Petisi ini juga meminta orang tua dan organisasi masyarakat untuk berkolaborasi dalam mendidik. Dalam hal ini, orang tua dan masyarakat diminta memanfaatkan kesempatan percakapan dalam keluarga dan masyarakat untuk menjadi teladan bagi pemilih muda di sekitarnya. Kedua pihak juga diminta memberikan pendidikan politik secara informal sesuai peran masing-masing pada pemilih pemula.
"Kami percaya bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru di satuan pendidikan, tapi tanggung jawab semua pihak. Keberhasilan pendidikan demokrasi yang diuji pada setiap pemilihan umum ditentukan upaya seluruh komponen masyarakat yang berperan selaku pendidik," bunyi petisi tersebut.
"Dengan berpihak kepada anak dan bersetia pada etika pendidikan, kita dapat melahirkan generasi mendatang tumbuh menjadi warga negara yang bertanggung jawab, beretika, dan berintegritas," imbuhnya.
(twu/nwk)