Singapura keluar sebagai negara dengan siswa berkemampuan literasi, numerasi, sains, dan pemecahan masalah dunia nyata terbaik versi asesmen Programme for International Student Assessment (PISA) 2022. Negara maju ini menggantikan posisi China yang menduduki peringkat 1 pada PISA 2018.
Untuk memajukan kualitas pendidikan, Singapura menetapkan Singapore EdTech Masterplan 2030 sebagai bagian reformasi pendidikan berbasis teknologi. Dalam laporan Peran Teknologi dalam Transformasi Pendidikan di Indonesia, strategi Singapura itu disebut sebagai model reformasi pendidikan berbasis teknologi yang sukses. Sedangkan dilihat lebih jauh, ada sejumlah upaya Singapura yang telah dilakukan sejak 1990-an.
Baca juga: Capaian Anak Bangsa di PISA 2022 |
Solusi Digital buat Belajar-Mengajar
Singapura mengenalkan sejumlah inisiatif penggunaan teknologi dalam pendidikan mulai 1997. Solusi digital diintegrasikan ke dalam kegiatan belajar-mengajar. Kemudian, guru dilatih memanfaatkan perangkat teknologi lebih lanjut, sementara peningkatan infrastruktur teknologi di sekolah dibangun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemajuan akses internet sekolah dan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) guru di Singapura dicapai dalam 5 tahun. Kemudian, fokus dialihkan ke peningkatan kompetensi TIK siswa.
Untuk 2030, Singapura berfokus pada kesetaraan dan inklusi, kualitas, dan efisiensi dalam pendidikan. Negara ini membuat platform pembelajaran daring nasional, yang menyediakan sumber belajar mandiri dan konten kurikulum formal maupun informal. Sementara itu, peningkatan kualitas pendidikan didorong dengan penguatan pemakaian edtech oleh guru, seperti e-Pedagogi.
Bantuan artificial intelligence (AI) juga dapat digunakan guru untuk menyusun dan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, yakni pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap murid. Asisten AI seperti Learning Feedback Assistant pun digunakan untuk efisiensi proses pemberian masukan terkait penilaian dan komentar dari guru ke murid.
Singapura juga menggelontorkan hibah 65 juta dolar Singapura (Rp743 miliar) bagi sekolah dasar dan menengah untuk menciptakan ruang belajar cerdas, dilengkapi fitur digital, dan multifungsi.
Bagaimana dengan negara berkembang seperti Indonesia? Kendati mengikuti pilar kualitas, inklusi dan kesetaraan, dan efisiensi untuk mereformasi pendidikan, negara berkembang terbatas dalam hal sumber daya, pengalaman, konektivitas, dan mendapat tantangan budaya beragam hingga banyaknya siswa per kelas untuk dididik seorang guru.
Untuk itu, negara berkembang seperti Vietnam memilih langkah prioritas terkait perluasan konektivitas yang setara dan inklusif bagi siswa di kota dan di desa. Sedangkan Indonesia memilih prioritas implementasi teknologi untuk guru dan kepala sekolah, yang diharapkan meningkatkan kualitas siswa.
(twu/nwk)