Studi: Tingkatkan Kualitas Guru untuk Naikkan Kemampuan Numerasi Siswa

ADVERTISEMENT

Studi: Tingkatkan Kualitas Guru untuk Naikkan Kemampuan Numerasi Siswa

Trisna Wulandari - detikEdu
Selasa, 05 Des 2023 16:30 WIB
Forum Diskusi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar
Studi: butuh pelatihan peningkatan pengajaran guru sesuai kebutuhan masing-masing untuk dukung peningkatan kemampuan numerasi anak, terutama siswa berkemampuan rendah. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Jakarta -

Guru berpengaruh pada kemampuan numerasi anak, terutama bagi siswa berkemampuan rendah. Untuk itu, pembelajaran berdiferensiasi atau yang sesuai dengan kebutuhan anak oleh guru penting untuk mendukung peningkatan kemampuan numerasi siswa.

Hasil studi Research on Improving System od Education (RISE) - The Smeru Research Institute di Kota Bukittinggi pada 67 guru SD honorer lulusan S1 menunjukkan temuan tersebut.

"Guru yang memiliki kompetensi sangat baik berdampak pada perubahan anak dengan kemampuan rendah. Dengan diferensiasi teaching. Saat mengajar, anak diberikan pengajaran sesuai dengan kemampuannya yang rendah atau yang tinggi," kata peneliti The Smeru Research Institute Asri Yusrina di Forum Diskusi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar yang digelar Tanoto Foundation bersama The Smeru Research Institute di Gedung A Kemendikbudristek Jakarta, Selasa (5/12/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, studi juga mendapati bahwa kompetensi antarguru masih berbeda-beda. Asri mengatakan, karenanya pelatihan bagi guru, terutama bagi guru dalam jabatan merupakan hal yang penting.

Agar efektif, sambungnya, pelatihan perlu memungkinkan guru untuk dapat memilih pelatihan sesuai kemampuan dan kebutuhannya masing-masing.

ADVERTISEMENT

"Pelatihan, khususnya bagi guru dalam jabatan, menjadi penting untuk meningkatkan kompetensi pengajarannya," kata Asri.

Pelatihan yang Disesuaikan untuk Tiap Guru

Asri menuturkan, sebelumnya pada survei kebutuhan guru dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, guru menjalani tes kemampuan. Pelatihan bagi guru-guru kemudian disesuaikan berdasarkan hasil surveinya.

"Nah sekarang kan sudah ada Rapor Pendidikan. Dari Rapor Pendidikan itu sebenarnya sudah ada hasilnya ya, misalnya skornya sekian," kata Asri pada detikEdu.

"Misalnya di literasi masih rendah. Di Rapor Pendidikan ada semacam button untuk guru ketika sekolah mereka itu nilai literasi atau numerasinya rendah. Nah apa sih pelatihan yang harus mereka ikutin? Dari situ masuk platform DKI, mereka bisa memilih pelatihan yang sesuai dengan mereka," imbuhnya.

Asri mengamini, Rapor Pendidikan belum memiliki hasil pengukuran kemampuan guru. Untuk itu pada studi sebelumnya, guru menjalani tes kemampuan sambil menjalani pengecekan motivasi dan kebutuhannya.

"Kalau di Rapor Pendidikan itu sudah dari hasil AN, Asesmen Nasional. Jika hasil sekolah rendah, guru-guru harus ikut pelatihan ini, misalnya. Itu disesuaikan dengan hasil pembelajaran siswa. Nah di situ bedanya. Tepai secara teknis itu sama, pelatihan guru itu didasarkan pada kebutuhan muridnya atau kebutuhannya sendiri," terang Asri.

Kepala Sekolah Didampingi

Sementara itu, merespons kompetensi kepala sekolah yang juga beragam, Asri mengatakan perlu pendampingan kepala sekolah. Harapannya, kepala sekolah dapat memberikan umpan balik (feedback) dan supervisi sehingga meningkatkan efektivitas pelatihan peningkatan pengajaran guru.

"Saat studi dengan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, selain mensurvei gurunya, kami juga memberkan pelatihan ya, dampingan pada kepala sekolah. Karena sebaiknya guru-guru yang sudah mengikuti pelatihan itu harus ada follow-up-nya begitu," terangnya

"Karena itu bentuk dampingannya tadi kita ada interfacing, nggak hanya ke guru dengan metode pelatihan yang berbasis kebutuhan, tetapi juga mendampingi kepala sekolah," sambung Asri.

Pelatihan Sesuai Motivasi dan Kecakapan Guru

Asri menjabarkan, desain pelatihan guru dapat menjadi efektif jika disesuaikan dengan motivasi dan kecakapan guru. Berdasarkan motivasi dan kecakapannya, terdapat guru dengan motivasi dan skill tinggi, motivasi tinggi dan kecakapan rendah, motivasi rendah dan kecakapan tinggi, serta kecakapan dan motivasi rendah.

"Pelatihan sesuai kebutuhan guru. Guru motivasi tinggi, contohnya baik yang kemampuannya tinggi atau rendah, menjadi efektif pelatihannya jika bisa memilih pelatihan sendiri," terangnya.

"Sedangkan yang lowly motivated, peran kepala sekolah atau pemimpin pembelajaran jadi penting untuk mendukung lingkungan pembelajaran efektif," sambung Asri.

Soal motivasi guru, studi sebelumnya mendapati bahwa motivasi dan kecakapan guru juga dipengaruhi jenjang kariernya. Asri menjelaskan, ketika memiliki jenjang karier, setiap guru jadi punya kewajiban meningkatkan kompetensi sesuai jenjang karier.

"Guru itu tidak ada jenjang karier ya, jadi pilihan merekalah untuk meningkatkan kapasitas mereka sendiri, kompetensi mereka sendiri," kata Asri.

"Jika di Singapura ada guru madya, guru mahir, dan guru pemimpin, nah itu belum ada di Indonesia," imbuhnya.

Temuan kualitatif studinya mendapati, beberapa guru-guru dengan motivasi rendah merupakan guru yang justru berada di "zona nyaman" seperti sudah sertifikasi atau jalan profesi.

"Mungkin yang sudah sertifikasi, atau sudah mendapatkan jalan profesi. Tapi bukan sebagian besar begitu," jelas Asri.

Ia menegaskan, penguatan kualitas pengajaran tidak hanya di level guru, tetapi juga dukungan kepala sekolah.

"Jadi sama-sama bergerak, baik itu kepala sekolah maupun guru gitu, guru berkeinginan meningkatkan kompetensinya secara mandiri. Kepala sekolah juga berkeinginan untuk tadi sebagai pemimpin pembelajaran, dia ingin per satuan pendidikannya menjadi lebih baik, menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik," pungkasnya.




(twu/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads