Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat sebanyak 87 kasus bullying yang terjadi pada trisemester tahun 2023. Angka tersebut pun hanya menunjukkan jumlah kasus yang dilaporkan, sehingga jumlah bisa lebih ditambah kasus yang tidak terlapor.
Menurut pakar Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Tiara Diah Sosialita mengatakan bahwa masih banyak korban yang enggan melapor ke KPAI lantaran takut diintimidasi oleh pelaku atau pandangan jelek dari masyarakat. Dengan begitu, ia menegaskan perlu adanya perhatian khusus pada masalah bullying.
Jika kasus bullying pada korban tak segera diatasi, maka bisa menimbulkan bad memories yang bisa melekat pada korban hingga ia dewasa bahkan seumur ia hidup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Permasalahan yang menahun ini sudah saatnya segera diberantas hal ini akan berdampak pada generasi muda sebagai penerus bangsa kita," tuturnya dikutip dari laman Unair, Jumat (27/10/2023).
Pemicu Bullying di Sekolah
Menurut Tiara, maraknya kasus bullying di sekolah disebabkan oleh kesalahan pada norma sosial yang menormalisasi kasus bullying. Hal tersebut tentunya menjadi kesalahan yang fatal jika terjadi di lingkungan satuan pendidikan.
Terlebih, sanksi kepada pelaku bullying belum diberlakukan secara tegas. Dengan begitu, para pelaku tak memiliki efek jera dan merasa bebas.
Ditambah tak adanya alur jelas dalam melaporkan kasus bullying, kian menimbulkan keraguan bagi korban untuk berani angkat bicara dan mendapatkan rasa nyaman.
"Permasalahan bullying di sekolah merupakan hal yang sangat kompleks. Perlu adanya, kesadaran dari pihak sekolah untuk menangani hal ini. Ditambah, adanya media sosial yang menjadi sasaran empuk untuk melakukan cyber bullying di luar sekolah," ungkapnya.
Perlu Kolaborasi Orang Tua dan Guru
Atas maraknya kasus bullying yang menimpa anak sekolah, Tiara menyebut perlu adanya kolaborasi untuk mengatasi dan menyelesaikan kasus tersebut.
"Perlu adanya kolaborasi berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut, kita tidak dapat tinggal diam saja," paparnya.
Tiara menyebut dua pihak yang paling berperan dalam mencegah bullying adalah orang tua dan guru. Mereka bisa mengajarkan anak dan siswa untuk tidak memberikan toleransi sekecil apapun terhadap tindakan bullying.
Orang tua bisa melakukan komunikasi satu arah bersama anak. Hal tersebut berguna untuk memberikan ruang nyaman bagi anak untuk bercerita jika dirinya menerima tindakan bullying dan memberikan respon yang tidak menjustifikasi anak.
(cyu/faz)