4 Siswa SMA Ini Berhasil Kembangkan Energi Biomassa dengan Biaya Minim

ADVERTISEMENT

4 Siswa SMA Ini Berhasil Kembangkan Energi Biomassa dengan Biaya Minim

Hana Nushratu Uzma - detikEdu
Senin, 18 Sep 2023 11:42 WIB
Juara 1 Samsung Solve for Tomorrow 2023, Tim Dasher
Foto: Hana Nushratu Uzma/detikcom
Jakarta - Tim Dasher dari Madrasah TechnoNatura Depok berhasil meraih juara pertama dalam program Samsung Solve for Tomorrow (SSFT) 2023. Program ini menghasilkan inovasi yang bertujuan untuk menjawab permasalahan pendidikan dan keberlanjutan bagi masyarakat.

Adapun inovasi yang dibawa oleh tim ini yaitu Biomass Gasification. Inovasi ini memproduksi hidrogen dari biomassa (bahan organik dari tanaman) sebagai solusi bahan bakar yang ramah lingkungan.

Tim tersebut terdiri dari empat orang siswa, mereka adalah Fariz Marsal Musyaffa, Abdurrohman Haniyah, Emirrasya Mohamad Mayko Saleh, dan Muhammad Ikmal Taqi.

Ketua tim Marsal menyebutkan permasalahan yang dihadapi dunia saat ini yaitu krisis iklim yang disebabkan oleh sumber energi fosil. Oleh karenanya, saat ini banyak pihak yang menjadikan hidrogen sebagai alternatif pengganti fosil.

"Sekarang lagi dikembangkan bahan bakar hidrogen sebagai pengganti bahan bakar fosil tersebut. Namun, hidrogen tadi masih mahal karena prosesnya menggunakan elektrolisis," ujar Marsal, dalam agenda Solve for Tomorrow Winner Announcement di Habitate, Karet Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (13/9/2023).

Selain mahal, metode elektrolisis juga kurang efisien. Oleh sebab itu, Tim Dasher mengusulkan Biomass Gasification yang dapat mengubah bahan baku biomassa menjadi campuran gas (salah satunya adalah hidrogen) yang dikenal sebagai SynGas, dengan biaya yang lebih kompetitif.

Di samping itu, metode gasifikasi sudah ada sejak lama namun belum optimal untuk digunakan secara massal. Melalui program SSFT, tim Dasher berupaya mengoptimalkan gasifikasi melalui penerapan Artificial Intellegence (AI).

"Sebenarnya, gasifikasi sudah ada sejak lama, namun belum optimal untuk digunakan secara massal. Nah, dari sini 'wah bisa nih kita tambahin optimasi AI' di sini (SSFT)," kata Marsal.

Melalui kegiatan ini, ia merasa bersyukur karena tim-nya telah difasilitasi boot camp mentoring dan pelatihan design thinking. Berkat hal tersebut, mereka berhasil membawa pulang hadiah berupa produk Samsung senilai Rp 150 juta.

"Nah itulah kenapa kita mengikuti Samsung Solve for Tomorrow karena Samsung memfasilitasi kita untuk design thinking, dan segala macam. Kita merasa terbantu lah," tutur Marsal.

Bagaimana Biomass Gasification bekerja?

Proses gasifikasi biomassa diawali dengan memasukkan pelet biomassa ke dalam reaktor gasifikasi. Pada suhu tinggi (700-1000 derajat Celsius) gasifikasi akan terjadi.

Biomassa pun bereaksi dan suhu tinggi akan memisahkan gas-gas yang terkandung dalam biomassa dan akan membentuk SynGas (terdiri dari H2, CO2, CO, CH4). SynGas kemudian didinginkan oleh cooling system lalu dibersikan dalam filter tank. SynGas yang sudah bersih bisa dikeluarkan dari gasifier.

Pengembangan Prototype Biomass Gasification

Dalam pengembangan mesin Biomass Gasification lebih lanjut, Tim Dasher melakukan:

1. Produksi Pelet Biomassa

Tim Dasher sedang mengidentifikasi sejumlah limbah atau bahan biomassa yang mudah didapat, efisien, dan mudah dijadikan pelet biomassa untuk sumber hidrogen.

2. AI H2 Identification on Biomass pellet

Tim Dasher membuat alat identifikasi kandungan pelet biomassa menggunakan bantuan AI, yang menggabungkan teknologi Flame Visual Detection dan AI Nose Detection. Sistem AI ini dapat memberikan penilaian akurat terhadap kandungan hidrogen dan gas-gas lainnya yang dihasilkan dari pelet biomassa.

3. Biomass Gasifier Prototype

Tim Dasher membuat prototype mesin biomass gasifier. Dengan alat AI H2 content identification dan api yang tercipta, didapati bahwa mesin ini berhasil menghasilkan hidrogen dan SynGas lainnya.

Di samping itu, Tim Dasher juga didukung oleh dua perusahaan yang membiayai proyek Biomass Gasification (PT KMI dan PT AfterOil). Marsal menyebut, total biaya dalam menjalani proyek tersebut menghabiskan ratusan juta rupiah.

"Kalau dari segi AI-nya, kita menghabiskan dana sekitar Rp 15 juta lebih, untuk sisi gasification-nya kita juga buat alat gasifikasinya sekitar Rp 100 juta," kata Marsal.

Selama proses seleksi, Marsal mengaku ada banyak kendala yang dihadapi oleh tim Dasher. Di antaranya saat mereka mencoba untuk mengembangkan metode gasifikasi maupun AI dalam prototype-nya.

"Tetapi kita masih berusaha mengatasi masalah tersebut satu per satu hingga akhirnya optimal dan siap digunakan di dunia nyata," tutur Marsal.

Melalui inovasi tersebut, Marsal berharap agar tim Dasher bisa berkolaborasi dengan pihak-pihak lain untuk mengurangi emisi karbon. Selain itu, ia juga menyoroti masalah polusi udara yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.

"Kita semua emang lagi struggle sama masalah polusi udara ini. Jadi harapannya dengan mengembangkan alat ini tadi, kita bisa membantu untuk menghentikan global warming saat ini," pungkasnya.


(ega/ega)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads